Tidak mudah untuk Laras melewati semua ini, meski selalu ada Nara yang menjadi seseorang yang selalu mendukungnya saat ini. Namun, hatinya tetap begitu terluka. Dia tidak bisa dengan mudah mengatakan apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Meski dia tahu jika Nara adalah orang yang tepat untuknya bercerita.
Namun, karena selama ini dia selalu saja menjadi seseorang yang memendam semua masalahnya sendirian, hingga sekarang pun dia tidak pernah bisa mengutarakan apa yang dia rasakan saat ini. Seolah belum terbiasa untuk bercerita semuanya pada siapapun atas apa yang dia rasakan.
Nara menemui Laras di kamarnya, lagi dia melihat Laras yang sedang menulis di dalam sebuah buku. Nara tahu jika semua yang dia tulis adalah isi hatinya saat ini. Meski nyatanya Laras tidak pernah menunjukan apa isi dari tulisannya di buku itu. Namun dalam sekejap pun, Nara sudah bisa tahu.
"Ras sedang apa?" tanya Nara yang sudah berdiri di samping meja.
Laras menoleh, dia menutup bukunya dan tersenyum pada Nara. "Jika nanti sudah siap aku berikan, akan aku berikan padanya Nar"
Nara tersenyum mendengar itu, dalam sekejap dia juga sudah mengerti apa maksud dari Laras itu. Mungkin dia berencana memberikan semua tulisan di dalam buku itu pada Lin suatu saat nanti. Nara menepuk bahu Laras, dia tahu betapa berat yang harus di hadapi oleh gadis ini.
"Yaudah, lanjutkan saja. Tapi jangan lupa untuk istirahat. Jangan tidur terlalu malam, tubuh kamu belum sebenarnya pulih dari semua luka-luka itu" ucap Nara sampai menatap bekas memas yang masih terlihat di leher Laras, meski sudah mulai memudar.
Setelah Nara keluar, Laras hanya melanjutkan menulisnya. Entah apa yang dia tulis sampai membuat air matanya menetes mengenai buku itu. Bahkan Laras sampai terisak menulis setiap kata di buku itu. Seolah memang begitu menyakitkan baginya.
"Ayo kuat Laras, kamu sudah bertahan selama ini dan jangan sampai menyerah begitu saja. Tuhan sedang menguji kesabaranmu"
Semua masalah yang bertubi-tubi seolah selalu datang padanya. Laras yang hanya seorang anak tak di perdulikan di keluarganya, seorang anak yang bahkan selalu takut hanya untuk menggelengkan kepala atau berkata tidak pada setiap ucapan orang tuanya.
Semuanya memang berubah sejak Ibunya meninggal. Laras bukan lagi anak yang ceria seperti dulu, bahkan dia hanya menyukai sendiri dan tidak mempunyai teman selama ini. Semua teman-teman sekolah, kuliah, bahkan teman kerjanya pun seolah menjauhinya.
"Aku tidak sempat mengundurkan diri dari tempat kerja. Tapi tanpa mengundurkan diri pun, pastinya aku sudah di pecat atas kasus pembunuhan itu"
Semuanya memang semakin hancur sejak dia menyadari bagaimana hidupnya mulai berada pada titik terendah ketika dia mencoba menolong adiknya Lin malam itu. Meski nyatanya dia tidak bisa menolongnya.
*
Seperti malam-malam sebelumnya, maka Lin akan selalu tidur di kamar Laras sejak istrinya itu pergi. Memeluk baju Laras dengan air mata yang mengalir. Tidak ada yang terucap dari bibirnya, namun sebuah penyesalan begitu terlihat dari sorot matanya saat ini. Dia menyesali semuanya hingga membuatnya benar-benar terluka.
Reni hanya diam saja di ambang pintu, tadinya dia berniat untuk mengantarkan makan malam untuk Lin. Bahkan pria itu sudah tidak pernah teratur lagi dalam hal makan. Terkadang seharian penuh hanya cukup dengan minum segelas kopi saja. Reni juga tidak menyangka jika kepergian Laras akan membuat Tuannya yang selalu terlihat dingin dan tegas itu, menjadi seseorang yang lemah dan rapuh seperti ini.
"Sepertinya benar apa yang dikatakan orang-orang. Seseorang akan merasakan penyesalan, jika orang itu sudah pergi meninggalkannya. Seolah keberadaan orang itu baru terasa berarti untuknya"
"Seperti aku yang kehilanganmu!"
Deg,, Reni terlonjak kaget mendengar suara bariton itu. Bahkan nampan di tangannya hampir saja terjatuh. Beruntungnya sepasang tangan langsung menahan nampan di tangan Reni, hingga tidak jadi terjatuh. Reni terdiam melihat pria yang berdiri di depannya saat ini. Dia langsung membenarkan posisi berdirinya dan mengangguk sopan pada pria itu.
"Selamat malam Tuan Axel, apa mau bertemu Tuan Muda? Dia ada di dalam" ucap Reni.
Axel menghembuskan nafas kasar, bahkan wanita di depannya ini masih bersikap begitu dingin padanya. "Berbicara saja apa tidak ingin menatap mataku?"
Reni tidak menjawab, dia mengangguk sopan dan langsung berlalu dari hadapan Axel. Pergi kembali ke dapur, dia menyimpan nampan di atas meja. Lalu menghembuskan nafas kasar dengan memagang dadanya yang berdebar kencang.
"Sial, kenapa masih saja berdebar begini! Sadar Reni, kau bukan orang yang pantas untuknya. Ingatlah ucapannya waktu itu!"
Reni mengambil gelas dan menuangkan air ke dalamnya dari teko. Meneguk air itu dengan terburu-buru seolah sedang menghilangkan dahaga dan tubuhnya yang panas. Menyimpan kembali gelas yang sudah kosong di atas meja.
"Ah, sudahlah jangan memikirkan orang itu lagi. Ayo lupakan dia"
*
Axel hanya menghembuskan nafas kasar melihat kepergian Reni. Dia mengusap wajah kasar. "Tidak ku sangka ternyata aku benar-benar memikirkannya"
Axel masuk ke dalam kamar yang ditempati oleh Lin. Dia menggeleng tidak percaya melihat sahabatnya yang terbaring seperti mayat hidup di atas tempat tidur. Axel duduk di sofa tunggal yang berada disana, menatap Lin dengan tidak percaya.
"Ternyata kau benar-benar terluka ya. Kesalahanmu sendiri Lin, kenapa kau memperlakukannya sekasar itu sampai membuatnya tidak tahan lagi denganmu" ucap Axel.
Lin hanya menatap Axel yang duduk di sofa dengan posisinya yang tak berubah. Tidak berniat menjawab apapun, karena apa yang diucapkan oleh Axel adalah kebenarannya. Wanita mana yang akan bertahan bersama suami yang kasar dan kejam sepertinya.
Axel menghembuskan nafas kasar, sekarang dia juga tidak tega melihat tatapan Lin yang benar-benar begitu rapuh. "Kau tidak akan bisa menemukan Laras, jika kau hanya diam dan menangis saja seperti ini. Bergerak! Kau harus mencari tahu informasi apapun tentang istrimu itu. Jangan hanya diam saja dan meratapi penyesalanmu"
Lin menghembuskan nafas kasar, dia langsung bangun dan duduk bersandar di atas tempat tidur. Menatap ke arah Axel. "Aku sudah mencoba mencari informasi tentangnya. Tapi yang aku tahu hanya tentang rumahnya, dan keluarganya tidak pernah bersikap baik padanya. Dia tidak punya teman dekat atau siapapun selama ini"
Axel mengangguk mengerti, dia berdiri dan berjalan mendekat ke arah Lin. "Sepertinya cukup sulit juga. Tapi coba saja kau cari tahu ke tempat kerjanya dulu. Atau kau periksa semua stasiun dan Bandara untuk mengecek apa ada kepergian atas nama Laras disana. Mungkin saja dia pergi ke suatu kota atau bahkan pergi ke Luar Negara"
Lin terdiam sejenak, sepertinya dia lupa akan hal ini. Terlalu rapuh atas kepergian Laras, sampai dia tidak benar-benar bisa berpikir yang benar. Seolah kecerdasannya hilang begitu saja.
"Kau benar. Aku belum mencarinya kesana. Baiklah, aku akan mencarinya kesana, siapa tahu memang benar apa yang kau ucapkan itu"
Axel tersenyum tipis, melihat sahabatnya mempunyai semangat baru untuk menemukan istrinya, sudah cukup lega untuknya. Dia menepuk bahu Lin untuk memberikan semangat padanya.
"Kalau kau butuh bantuan apapun, kau bisa bicarakan padaku"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Pujiastuti
padahal istrimu berada ditempat temanmu Lin cuma temannu dan istrinya pandai menyembunyikan isyrimu biar kamu merasakan dulu penyesalan gimana kamu telah menyiksa Laras
lanjut kak semangat 💪💪💪💪
2024-04-26
0
AlmiraAzniAdzkia🥰🌺
waahhh kok cuman satu thor,,,biasny kan upny dua eps,,,kurang atuuuhhh
2024-04-25
0