Hari kebebasan Laras tiba juga, akhirnya dia bisa keluar dari sel tahanan. Namun, sama sekali bukan sebuah kebebasan yang sebenarnya untuk Laras. Ini adalah awal dari hidupnya. Seseorang sudah menunggunya di halaman kantor polisi ini.
"Nona Laras?"
Laras hanya mengangguk saat pria itu bertanya padanya.
"Mari ikut saya, Tuan Lin sudah menunggu anda" ucapnya.
Sekarang Laras tahu jika pria itu adalah suruhannya pengacara Lin itu. Sekarang sudah tidak ada waktu lagi untuknya bisa hidup bebas. Jelas jika dirinya tidak mungkin bisa bebas begitu saja, saat dia sudah terlibat dengan pria seperti Lin.
Sudahlah Ras, menyerah saja dengan semuanya dan ikuti hidupmu sampai akhir hidupmu tiba.
Laras masuk ke dalam mobil itu, membiarkan pria yang mengemudikan mobil ini membawanya kemana pun. Karena dia juga sudah tidak bisa melakukan apapun saat ini.
"Maaf, nama kamu siapa ya? Aku harus memanggilmu apa?" tanya Laras, sebenarnya dia hanya mencoba untuk mencari bahan pembicaraan di dalam mobil ini, karena terasa sepi dan membuatnya semakin kepikiran atas apa yang terjadi padanya saat ini.
"Panggil saja Dimas"
Laras mengagguk, dia memalingkan wajahnya dan menatap keluar jendela. Pemandangan luar yang sudah satu bulan lebih dia tidak melihatnya. Namun, sama sekali tidak ada yang menarik baginya, karena dia bisa berada disini, bukan untuk menjalani hidup yang lebih baik. Tapi, hanya untuk menebus kesalahan yang sebenarnya tidak dia lakukan.
Mobil berhenti di sebuah halaman rumah mewah di kawasan perumahan elite. Laras menatap sekelilingnya, halaman yang begitu luas dengan rumahnya yang juga mewah dan besar. Dia tahu sekarang, kenapa semua orang begitu tunduk pada pengacara Lin. Mungkin selain dia adalah seorang pengacara handal, tapi dia juga seorang yang terpandang dengan semua kekayaannya.
Pintu mobil dibuka oleh Dimas. "Silahkan Nona, Tuan Lin sudah menunggu anda di dalam"
Laras mengangguk saja, meski dia sangat ingin berlari saat ini jika dia bisa melakukannya. Namun, apa yang bisa dia lakukan saat dirinya sudah terjebak dengan seorang pria seperti Lin. Laras mencoba tersenyum pada Dimas dan mengucapkan terima kasih padanya.
Saat Laras naik ke atas tangga, dan berdiri di depan pintu utama rumah ini. Laras sempat berpikir untuk melarikan diri saja saat ini. Namun, dia sadar jika melakukan hal itu akan menjadi hal yang sia-sia baginya. Pintu tiba-tiba terbuka, sebelum Laras mengetuk atau menekan bel. Seorang wanita dengan seragam pelayan berdiri di depannya saat ini.
"Nona Laras ya?"
Lagi, Laras hanya mengangguk ketika semua orang yang dia temui hari ini selalu bertanya seperti itu.
"Mari ikut saya, Tuan Muda sudah menunggu anda"
Laras hanya menganguk dan mengikuti wanita itu. Dia membawanya ke sebuah ruangan, yang kini Laras tahu jika ini adalah sebuah ruang kerja. Laras melihat punggung lebar dan tegap seorang pria yang duduk di kursi meja kerja, namun dengan posisi membelakanginya. Meski baru dua kali bertemu dengan Lin, Laras bisa tahu jika itu adalah dia.
"Tuan Muda, Nona Laras sudah datang. Saya permisi dulu"
Setelah pelayan itu keluar, Laras hanya berdiri diam di tempatnya tanpa berani mengatakan apapun. Laras hanya diam dan tidak berani melakukan apapun saat ini. Sampai Lin memutar kursinya dan langsung menatap Laras dengan tajam.
"Selamat datang di rumahku, Nona Muda Lin"
Suara itu benar-benar terdengar begitu menakutkan, hingga membuat Laras merasa merinding dibuatnya. Apalagi ketika dia menatap senyuman tajam dari bibir Lin. Membuatnya hanya bisa menunduk saja sekarang.
Lin berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah Laras, berdiri di depannya dengan tatapan yang dingin. Laras semakin menundukan wajahnya, merasa takut dengan berdirinya Lin di depannya saat ini. Namun tangan pria itu meraih dagunya, sampai membuat tubuh Laras bergetar ketakutan. Lin mencengkram dagu Laras dengan kencang, lalu dia mengangkat wajahnya agar menatapnya.
"Selamat datang di rumahmu yang baru. Kau akan menjadi Nona Muda di rumah ini. Apa kau tidak senang? Kenapa wajahmu menunjukan jika kau tidak senang?" ucap Lin dengan senyuman tajamnya.
Air mata Laras sudah menggenang di pelupuk matanya. Menatap Lin dengan tatapan penuh memohon, namun jangan pernah berharap Lin akan melepaskannya begitu saja.
"Apa yang kamu inginkan dariku?" tanya Laras dengan suara bergetar, meski sebenarnya dia sudah tahu apa yang sebenarnya Lin inginkan darinya.
Lin tertawa dengan begitu mengerikan, lalu kembali menatap Laras. Kali ini tangannya turun dari dagu ke leher gadis itu, mengelusnya lembut sebelum elusan itu berubah menjadi cengkraman kuat di leher gadis itu. Hanya butuh satu tangan untuk Lin mencengkram leher Laras.
"Beraninya kau masih bertanya apa yang aku inginkan darimu. Tentu aku hanya ingin penderitaanmu, sebelum aku menginginkan nyawamu!" tekan Lin.
Wajah Laras sudah merah padam, dia mulai sesak dengan cengkraman kuat tangan Lin di lehernya. Laras memegang tangan Lin itu dan mencoba untuk melepaskannya, namun cengkraman tangan itu terlalu kuat.
Lin hanya tersenyum melihat Laras yang hampir kehabisan nafas itu. Setelah di rasa cukup, dia segera melepaskan tangannya dari leher Laras. Gadis itu langsung jatuh lunglai ke atas lantai dengan terbatuk-batuk sambil memegang lehernya yang terasa sakit.
Lin membungkukkan tubuhnya, meraih dagu Laras dan mendongakan wajahnya agar menatapnya. Lin menatap Laras dengan senyuman jahatnya itu.
"Ini adalah sambutan hangat untuk calon istriku!"
Lin langsung menghempaskan dagu Laras dan dia segera keluar dari ruangan itu. Sementara Laras hanya diam dengan air mata yang mengalir deras di pipinya. Tangannya masih memegang lehernya yang terasa sakit. Sekarang dia sudah tahu, kehidupan seperti apa yang akan dia jalani setelah ini.
Pintu kembali terbuka, pelayan wanita tadi yang masuk dan menghampiri Laras. "Nona, mari saya bantu anda ke kamar anda"
Laras hanya menurut saja tanpa mengatakan apapun, rasanya tenggorokannya begitu sakit hingga sulit untuk berkata-kata sekarang. Dia di antar ke sebuah kamar yang cukup luas dan nyaman. Namun sayang, Laras sama sekali tidak merasakan kenyamanan itu saat ini.
"Minumlah Nona, nanti saya ambilkan obat pereda nyeri untuk Nona"
Laras tersenyum tipis pada pelayan wanita itu, dia mengambil segelas air yang di berikannya. Meminum air di dalamnya, dengan sedikit susah payah karena tenggorokannya yang benar-benar sakit.
Setelah sedikit meminum air, Laras merasa lebih baik. Meski rasa sakit di lehernya masih begitu terasa. "Siapa namamu? Aku harus memanggilmu apa?"
"Reni, panggil saja saya Reni"
Laras mengangguk mengerti, dia menyimpan gelas di atas nakas samping tempat tidur yang dia duduki saat ini. "Sepertinya kau lebih tua dariku, jadi aku panggil Mbak Reni saja ya"
Reni hanya mengangguk saja, sebenarnya dia merasa tidak tega dengan Laras yang harus masuk ke dalam rumah ini karena dendam dan kemarahan Pengacara Lin. Tapi dia hanya seorang pelayan di rumah ini, Reni tidak bisa melakukan apapun.
"Semoga suatu hari semuanya akan membaik ya, Nona" ucap Reni sambil menepuk bahu Laras, seolah memberikan kekuatan pada Laras untuk menghadapi kehidupan barunya saat ini.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Mega Mega
g terbayang ya se menderitanya istri..tp anehnya di ajak balikan mau...
2024-10-21
1
Pujiastuti
awal penderitaanmu baru akan dimulai Laras tapi sepertinya mba Reni akan membantu mu jika kamu dalam kesulitan
lanjut kak semangat 💪💪💪
2024-04-16
2