Mengantarkan makan malam ke kamar Lin untuk pertama kalinya. Laras sedikit ragu saat sudah berada di depan pintu kamar suaminya ini. Perlahan tangannya terangkat dan mengetuk pintu kamar Lin.
"Masuk"
Suara Lin yang terdengar, membuat Laras langsung masuk ke dalam kamar Lin. Dia melihat suaminya yang sedang duduk di sofa dengan sebuah laptop di atas pangkuannya. Sejenak Laras melihat ke sekelilingnya. Melihat bagaimana kamar yang ditempati oleh suaminya ini begitu luas dan terlihat nyaman.
"Kau hanya akan berdiri disana?!"
Suara bariton itu membuat Laras mengerjap kaget, dia segera berjalan menghampiri Lin dan menata makanan di atas meja. Namun, karena dia yang merasa terlalu gugup ketika Lin yang terus menatapnya dengan tajam, membuat tangan Laras yang akan menyimpan minum sedikit bergetar dan akhirnya malah menumpahkan air itu pada laptop milik Lin.
Brak.. Lin langsung menggebrak meja dengan keras. Membuat Laras semakin ketakutan saja. Dia mencoba mengambil tisu dan mengelap keyboard laptop yang terkena tumpahan air itu.
"Maafkan aku" lirihnya.
Lin langsung mengambil piring berisi makanan itu dan melemparnya ke arah Laras. Mengenai keningnya hingga berdarah, piring itu langsung jatuh ke lantai dan pecah berhamburan. Laras begitu terkejut, bahkan kepalanya begitu terasa pusing. Darah segar langsung mengalir dari keningnya. Sepertinya lukanya cukup dalam.
Lin berdiri dari duduknya, berjongkok di depan Laras yang duduk bersimpuh di atas lantai. Menjambak rambut gadis itu dengan kasar. "Kau memang perempuan pembawa sial. Baru pertama kali saja masuk ke dalam kamarku, kau sudah membuat kekacauan"
Laras merasa kepalanya sangat pusing dan sakit, tatapan matanya pada Lin pun udah tidak jelas. Dia hanya mampu berkata maaf dengan lirih sebelum akhirnya dia jatuh pingsan.
Lin langsung menghempaskan cengkraman tangannya di rambut Laras dan membiarkan tubuh istrinya terjatuh ke atas lantai. Tergeletak begitu saja.
*
Laras mengerjap pelan ketika cahaya lampu memasuki kornea matanya. Dia memegang kepalanya yang terasa sakit dan pusing, ternyata di kepalanya sudah terpasang balutan perban.
"Nona sudah sadar? Bagaimana keadaan Nona sekarang? Apa yang di rasakan?"
Laras langsung melirik ke sampingnya, ternyata Reni yang berdiri disana. Dia menghela nafas pelan, sejenak dia berpikir jika suaminya yang sudah membawanya kesini dan mengobati lukanya. Tapi ternyata harapannya itu memang tidak akan pernah terwujud sampai kapan pun.
"Nona jangan bangun dulu. Kening Nona terluka cukup dalam, tadi di jahit sama Dokter sekitar 5 jahitan. Sekarang Nona istirahat saja, tapi minum dulu obatnya" ucap Reni saat melihat Laras yang ingin bangun dari tidurannya.
"Mbak, siapa yang memanggilkan Dokter dan membawaku kesini?" tanya Laras.
Reni duduk di pinggir tempat tidur, memberikan obat pada Laras dan minumnya. "Dimas yang menggendong Mbak ke kamar, dan saya langsung menghubungi Dokter. Karena Tuan Muda tidak izinkan anda di bawa ke rumah sakit"
Terdengar nada penuh iba dan kasihan dari cerita Reni ini. Siapa yang tidak akan merasa kasihan dengan nasib Laras saat ini. Reni mengambil kembali gelas berisi air setelah Laras meminum obatnya. Lalu, dia memegang tangan gadis itu.
"Yang sabar Nona, semoga suatu saat kesabaran anda akan bisa merubah sikap kejam Tuan Muda" ucap Reni.
Laras hanya tersenyum lirih, kepalanya benar-benar terasa sangat sakit sekarang. "Aku akan mencoba untuk tetap bertahan, Mbak. Karena ada alasan kuat untuk aku tetap bertahan dengannya"
Reni mengangguk sambil tersenyum, meski sebenarnya dia tidak terlalu mengerti apa maksud dari ucapan Laras barusan. Alasan seperti apa yang membuat Laras bisa bertahan dengan pernikahan seperti ini? Entahlah..
Saat mereka berdua masih saling diam dengan pikiran masing-masing, tiba-tiba saja pintu kamar terbuka dan menunjukan Lin yang baru masuk. Dia melemparkan sebuah gaun tepat mengenai tubuh Laras yang terbaring lemah di atas tempat tidur.
"Bersiaplah, kau harus ikut aku ke acara temanku!" tekan Lin, tentu dengan nada penuh perintah yang tidak bisa di bantah.
Reni langsung terkejut atas ucapan Lin barusan. Bagaimana Tuan Mudanya yang benar-benar berubah menjadi pria yang sangat kejam. Dia langsung berdiri dan mencoba untuk memberanikan diri berbicara pada Tuan Mudanya itu.
"Tuan Muda, kata Dokter Nona harus banyak istirahat. Luka di kepalanya cukup parah. Nona tidak bisa pergi..."
"Diam kau! Ini bukan urusanmu! Kau hanya perlu bekerja di rumah ini sesuai perintahku. Jangan pernah ikut campur urusanku. Kalau tidak mau kau berhenti bekerja disini!" tekan Lin.
Laras langsung memegang tangan Reni, dia menggeleng pelan pada Reni yang ingin terus membelanya. Laras mencoba untuk bangun, dan Reni pun langsung membantunya.
"Jam berapa kita berangkat?" tanya Laras dengan suara lemahnya.
"Jam 9"
Laras mengangguk, masih ada waktu setengah jam lagi untuk dia bersiap-siap sekarang. "Mbak Reni, tolong bantu aku bersiap ya"
Reni menatap Laras dengan prihatin, bagaimana dia yang sedang lemah seperti ini, namun tetap harus mengikuti perintah suaminya yang begitu kejam. Namun, tidak ada yang bisa Reni lakukan karena dia juga hanya pekerja di rumah ini. Keluarganya juga masih membutuhkan biaya darinya. Tidak mudah mendapatkan pekerjaan sekaligus tempat tinggal dan makan gratis. Belum lagi gajinya juga lebih dari cukup untuk seorang pelayan saja.
"Baik Nona, biar saya bantu"
Lin langsung berlalu begitu saja setelah memberikan perintah pada istrinya itu. Sementara Laras mencoba bersiap dengan dibantu oleh Reni. Meski berjalannya cukup sulit karena dia yang masih merasa pusing. Setelah merias wajahnya, dia juga memakai lipstik agar tidak terlihat pucat. Menggunakan sedikit warna merah di bagian pipinya agar dia terlihat lebih segar.
"Mbak, apa aku cantik? Jika aku berdandan seperti ini, apa suamiku akan luluh?"
Reni hanya bisa mengangguk dengan mencoba menahan air matanya. Melihat bagaimana Laras yang begitu kuat setelah perlakuan suaminya yang begitu kasar padanya. Reni membantu Laras menyisir rambutnya dengan perlahan.
"Aw,, itu sakit Mbak"
Reni langsung terkejut, dia melihat kulit kepala Laras yang membiru. Mungkin itu karena jambakan yang sering dilakukan oleh Lin. "Nona, ini membiru. Apa harus beli obat?"
Laras tersenyum dan menggeleng pelan. "Tidak perlu Mbak, tidak akan sembuh jika membeli obat pun. Karena akan terus seperti itu lagi"
Reni mengangguk dengan menahan air matanya, dia mengerti maksud ucapan Laras barusan. Karena jelas Lin akan terus melakukan hal kasar seperti ini pada Laras. Dan mungkin luka di tubuhnya tidak akan bisa sembuh, akan selalu tergantikan dengan luka yang baru.
"Sudah Nona, anda sangat cantik sekali" ucap Reni setelah selesai menata rambut Laras.
Laras tersenyum, dia memegang keningnya yang terpasang perban. "Kenapa terlukanya harus sekarang ya, jadi kurang terlihat cantik karena perban ini"
Reni memalingkan wajahnya, mengusap air mata yang menetes begitu saja mendengar ucapan Laras. "Tidak apa-apa Nona, anda tetap cantik"
"Baiklah, semoga suamiku bisa luluh ya"
Bersambungi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Pujiastuti
tak sumpahin kamu Lin nanti bakalan menyesal se menyesalnya karena sudah menyakitin orang yang tak bersalah
2024-04-17
0