Jemima langsung merutuk dalam hati kala melihat Arion dan Rebecca sedang berjalan ke arah mereka.
“Wah, aku kirain dokter ganteng kita jalan sama siapa, rupanya sama Jemima. Mau nonton juga ya, dok” lanjut Rebecca sembari memandang remeh ke arah Jemima yang membuat Jemima kesal.
‘Jelas-jelas kita udah di bioskop, pake nanya lagi nonton apa engga! Jenis perempuan kayak gini, yang paling aku benci!’ batin Jemima yang sejak tadi memilih berdiam diri.
Arion terlihat acuh saat melihat keberadaan Jemima dan Oscar. Rebecca berinisiatif mengajak Jemima dan Oscar untuk menonton bersama karena mereka memiliki pilihan film yang sama. Jemima ingin menolak, tetapi Oscar sudah terlebih dahulu menyetujui ajakan dari perempuan yang tidak disukai oleh Jemima itu.
Jemima tidak bisa menikmati acara menonton hari itu, karena ulah Rebecca yang membuat Jemima merasa kesal. Tawa Rebecca yang duduk di sampingnya membuat Jemima ingin menyumbat mulut gadis itu agar tidak mengeluarkan tawa yang terlalu dibuat-buat. Di tengah acara menonton, Jemima meminta ijin keluar bioskop dengan alasan ingin ke kamar mandi.
Jemima menghela nafas panjang, ia merasa begitu sial karena harus bertemu dengan Rebecca dan Arion. Sejak awal bertemu dengan Rebecca, gadis itu sudah menunjukkan tatapan meremehkan ke arah Jemima. Sikap bermusuhan yang ditujukan Rebecca kepada Jemima, membuat Jemima merasa tidak nyaman.
“Kamu kenapa?” ujar seseorang yang membuat Jemima terkejut saat ia keluar dari kamar mandi wanita yang ada di mall itu.
“Rion, kamu mau buat aku mati muda ya?! Intro dong, kebiasaan kamu dari dulu belum ilang juga ya?!” gerutu Jemima sambil mengelus dadanya untuk menetralisir detak jantungnya yang berpacu.
“Kamu kenapa?” ulang Arion seolah mengabaikan perkataan Jemima. Jemima menghela nafas panjang dan memandang Arion dengan kesal.
“Aku kebelet pipis, Rion! Kamu pikir aku kenapa?”
Perkataan Jemima membuat Arion mengangguk. Mereka masuk bersamaan ke dalam bioskop yang membuat mata Rebecca menyipit, dan menatap Jemima dengan raut wajah tidak senang. Jemima mengabaikan tatapan sinis Rebecca itu, dan memilih untuk memfokuskan diri menonton film yang terpampang di layar.
***
“Ehm, Dokter Oscar mau ke mana lagi sekarang?” tanya Rebecca setelah mereka keluar dari ruang bioskop dengan suara yang sangat lembut, hingga membuat Jemima mencebik kesal.
“Jemi, kamu setelah ini mau kemana lagi?” tanya Oscar yang membuat Arion menaikkan sebelah alisnya.
“Ehmm, kalo kita pulang aja boleh kan, Kak? Soalnya engga enak sama Tante Miranti kalo pulang kemalaman,” jelas Jemima yang membuat Oscar tersenyum dan mengangguk paham.
Arion juga mengajak Rebecca untuk pulang karena hari sudah menjelang malam. Awalnya Rebecca ingin menolak, karena masih berharap bisa menghabiskan malam dengan Arion, tetapi tatapan tegas Arion membuat Rebecca mengurungkan niatnya. Jemima tertawa dalam hati saat melihat tatapan takut yang ditunjukkan oleh Rebecca.
“Ehmm, kamu udah lama ya kenal sama Pak Arion, Jem?” tanya Oscar saat mereka sudah di dalam mobil.
“Rion itu sahabat kecil aku, Kak. Mama, mama kami juga sahabatan, dan kami lahir juga cuma beda bulan, doang.”
Penjelasan dari Jemima membuat ia menganggukkan kepalanya, beberapa kali. Sejak awal ia sudah menduga bahwa Jemima dan Arion pasti memiliki hubungan lain, di luar hubungan atasan dan bawahan. Ia bisa melihat wajah panik Arion saat menggendong Jemima masuk ke rumah sakit, kala Jemima pingsan beberapa minggu yang lalu.
“Apa ada kemungkinan persahabatan jadi cinta, Jem?” tanya Oscar sambil tersenyum yang membuat Jemima terkejut.
Ia tak menyangka Oscar akan langsung menanyakan hal itu kepada dirinya. Sejak dulu, pertanyaan seperti itu menjadi hal yang sensitif bagi Jemima. Sang ibu dan Miranti bahkan sering menggoda Arion dan Jemima, bahwa saat dewasa mereka berdua akan dinikahkan, karena mereka sudah ditunangkan sejak kecil.
Arion dan Jemima biasanya akan menolak mendengar godaan orang tua mereka, dan memilih menutup telinga masing-masing.
“Kita berdua akan jadi sahabat selamanya ya, kita berdua engga akan pacaran, apalagi nikah!”
Kata-kata yang Arion ucapkan dulu, seolah merupakan janji yang mereka ikat berdua. Jemima tidak menjawab perkataan Arion kala itu, tetapi kata-kata itu masih membekas dalam ingatan Jemima.
“Ehmm, mungkin hal itu engga akan pernah terjadi, Kak!”
***
Beberapa hari kemudian….
“Wah, aku engga nyangka banget loh, seorang Jemima incarannya se-kaliber Dokter Oscar,” sindir Rebecca saat mereka bertemu di toilet wanita yang membuat Jemima memandang gadis itu dengan sinis.
“Wah, ternyata ibu manager kita hobi banget ngegosip ya, trus kalo Dokter Oscar incarannya aku, Arion apanya kamu dong?” balas Jemima dengan nada mengejek, yang membuat Rebecca mencibir.
“Wah, kamu ketinggalan berita ya, neng? Semua karyawan di hotel ini tau, kalo aku punya hubungan special dengan Arion! Yah, aku maklum sih, kamu kan pendatang baru jadi wajar banget kalo kamu engga tau! Jadi jangan berani kamu menggoda Arion! DIA PUNYA AKU!” desis Rebecca sambil menepuk bahu Jemima dan meninggalkan Jemima yang masih mematung di tempat.
Ucapan Rebecca tadi, entah mengapa mengganggu pikiran Jemima. Ia bisa melihat Arion bersikap lembut dan ramah kepada Rebecca, tetapi mendengar kata “special” yang keluar dari mulut gadis itu membuat Jemima merasa ia bukanlah apa-apa di mata Arion. Hatinya seketika menjadi sedih, karena perkataan Arion sewaktu di bangku sekolah menengah pertama dulu, ternyata benar adanya.
Tanpa Jemima sadari, sejak dulu Arion telah lama menempatkan dirinya pada posisi “bukan orang penting” dalam hidup lelaki itu. Sedangkan bagi Jemima yang merupakan anak tunggal, Arion adalah lelaki kedua terdekat bagi dirinya setelah sang ayah. Jemima berusaha menekan rasa sedih itu, dan fokus pada pekerjaannya karena ia harus mendelegasikan beberapa tugas kepada Dante, selama ia dinas ke Lombok.
“Ehmm, sampai di sini kamu paham, Dan?” tanya Jemima yang saat itu sedang berada berdua dengan Dante di ruangannya. Dante mengangguk paham dan meminta Jemima melanjutkan penjelasannya.
Krukkk!
Tiba-tiba sebuah suara memecah fokus mereka dan membuat mereka berdua tertawa geli.
“Ibu lapar?” tanya Dante sembari menatap Jemima dengan raut wajah geli.
Jemima mengangguk dan menatap ke arloji miliknya.
“Ya ampun, Dan. Udah jam tengah delapan, pantas saya udah lapar! Makan dulu yuk!” ajak Jemima yang membuat Dante mengangguk senang. Ia menyukai saat menghabiskan waktu berdua dengan wanita yang menjadi atasannya itu, karena saat mengobrol dengan Jemima waktu terasa begitu cepat berlalu, karena perbincangan mereka selalu terasa menyenangkan.
“Wahhh, Jemima baru masuk tapi udah nempel sana, sini ya?!” celetuk seseorang yang membuat Jemima memutar bola matanya karena merasa jengah.
Dante yang melihat kedatangan Rebecca, menghela nafas panjang. Entah mengapa, ia tidak menyukai petinggi dari divisi Sales itu. Ia merasa Rebecca adalah wanita “high class” yang sangat sombong. Pembawaan anggunnya tidak bisa menutupi sorot mata yang acapkali terlihat angkuh.
“Bu Rebecca, anda punya kebiasaan suka ngurusin hidup orang lain ya?” ketus Jemima yang membuat Dante terkejut. Ia tidak menyangka bahwa Jemima berani melawan Rebeca. Dante mengetahui bahwa banyak orang yang berusaha menghindari konfrontasi dengan Rebecca karena mulutnya yang pedas dan ia mempunyai hubungan yang dekat dengan General Manager hotel mereka.
“Bu, udah selesaikan makannya? Kita balik ke ruangan aja ya?” ujar Dante untuk menyelamatkan Jemima dari mulut berbisa Rebecca. Jemima mengangguk dan meninggalkan Rebecca yang sedang menatap tajam ke arahnya.
“Bu, lain kali Bu Rebecca itu engga usah diladenin mulutnya. Berbisa, bu! Dua orang dari staff sales kena pecat karena dia ngadu yang engga-engga ke GM,” bisik Dante memperingatkan Jemima karena ia tak ingin Jemima bernasib sama dengan kedua orang karyawan yang sudah dipecat itu.
Jemima tidak mengatakan apapun, ia hanya mengangguk pelan sembari memikirkan perkataan Dante. Sejak awal, ia memang tidak menyukai Rebecca karena sikap yang ditunjukkannya kepada Jemima saat bertemu di ruangan Arion, beberapa waktu yang lalu. Ia bisa merasakan sikap dominan yang berusaha ditunjukkan oleh Rebecca kala itu.
‘Ahhh, mungkin keputusanku dulu memang salah!’
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments