Part 13 Paper bag

Mall Royal Arena

Didalam Mall.

Tempat yang mereka tuju ternyata mall dengan papan nama 'Royal Arena' terpampang didepan bangunan di pusat ibu kota tersebut. Sekaligus milik Damian Aditama Sanjaya. Merupakan salah satu proyek besarnya dulu dan tidak salah bila tempat itu dapat menarik perhatian orang-orang banyak untuk berbelanja kesana. Secara sang miliarder itu begitu terkenal di publik.

Alasannya ia membawa Elina kesana bukan lain membuat gadis itu terpesona dengan miliknya. Ini adalah langkah pertama untuk menarik perhatian Elina.

Karena sebelum merencanakan kedekatan mereka. Damian mendapat saran-saran melalui sosmed. Netizen banyak berkomentar dipostingnya. Yang paling dia ingat komentar yang bilang saat pergi bersama wanita yang kita sukai ajaklah dia berbelanja, atau pergi makan bersama di restoran dan yang lebih bagusnya bawa dia ke taman yang indah.

Disitulah Damian mempelajari cara berkencan. Jujur saja ini kali pertama dia mengajak seorang wanita jalan-jalan bersama. Dia sedikit kaku dan untung saja Kelvin bersamanya dan berhasil membantu mengatasi kegugupannya.

Tidak hanya itu Kelvin juga menyiapkan restoran khusus untuk sang sahabatnya itu. Tapi bukan namanya Kelvin kalau tidak menginginkan imbalan dia takkan membantu cuma-cuma. Karena Damian akan berjanji membelikannya tiket ke Jepang. Kelvin tidaklah semiskin yang dikira sebagai seorang putra tunggal Gunawan. Kekayaan ayahnya hampir menyamai keluarga Sanjaya. Namun uniknya adalah Kelvin paling suka caranya sendiri ya seperti sekarang ia tak mau rugi samasekali.

Padahal ia mampu membeli banyak tiket kemanapun dia inginkan.

Di restoran xxx.

Elina cengar-cengir ditempat duduknya. Gadis itu merasa gelisah dia benar-benar ingin pulang rasanya. Apa sebaiknya dia meminta dipulangkan saja kan tidak baik mereka berduaan ditempat umum begini. Apabila ada orang yang mengenali Damian bisa-bisa dia ikut terseret dalam isu yang tak benar.

Itu dapat menimbulkan masalah yang serius kelak. Dan Elina takkan hal itu terjadi dalam keluarganya. Dia harus menjaga dan melindungi orang-orang yang dia sayangi.

"Apa yang membuatmu gelisah El?" tanya Damian tiba-tiba.

Sejak tadi tingkah laku Elina membuatnya terusik. Mungkinkah Elina kurang nyaman dengan perhatian yang dia berikan secara terang-terangan. Tetapi malah lebih bagus lagi karna tujuannya semakin dekat mendapatkan Elina seutuhnya.

Karena gadis itu sudah tahu Damian tak perlu sembunyi-sembunyi lagi.

"Elina saya bertanya padamu!" lanjutnya lagi.

"Tuan ada baik kalau saya pulang dulu saya tidak enak orang lain melihat kita hanya berdua saja," lontar Elina sambil menunduk hormat.

Semoga permintaannya bisa dimengerti oleh bosnya itu.

Damian menutup mata sejak kemudian menghela nafas.

"Kenapa memikirkan komentar orang itu tidak akan menguntungkan bagimu," pungkasnya dengan suara bariton.

Damian hendak berdiri lalu, menghampiri Elina. Tangannya terulur mengangkat dagu gadis itu. Mata tajamnya menatap netral hitam pekat itu intens.

Elina mengerutkan dahinya hingga menyatu. Apa yang dipikirkan pria ini? Dia ingin memicu masalah. Apa hobi barunya adalah pembuat masalah?

"Tuan sebaiknya anda menjaga jarak dengan sa-"

ucapannya langsung terhenti kala sebuah paper bag didepan matanya. Damian menaruhnya diatas meja. Selanjutnya pria itu berbalik ke tempat duduknya semula. Mengabaikan ekspresi keterkejutan dari Elina.

"Apa ini taun?"

"Anggap saja itu bayaran mu setelah menemaniku hari ini."

"Itu tidak perlu tuan saya juga senang menemani anda."

Elina mengembalikan paper bag itu pada Damian.

"Ambillah ini saya tidak suka apa yang saya beri dikembalikan begitu saja," tegasnya singkat sembari menatap lawan bicaranya dingin.

Seakan tembok es yang sedang bicara dengannya Elina hanya tersenyum kaku sambil menggaruk kepalanya tidak gatal.

"Tapi Tuan-"

Lagi-lagi ucapannya terpotong karena hawa dari pria itu mengerikan sekali. Dengan terpaksa Elina mengambil hadiah itu dan tidak berani menolak.

Di penghujung jalan ibu kota tampak ramai dengan kendaraan meninggal satu tempat ke tempat.

Sesaat kemudian mobil BMW berwarna hitam berhenti di taman pinggir kota. Disana, ramai dikunjungi orang-orang untuk sekedar melihat kembang api. Taman itu dekat dengan Danau. Jadi sangat cantik pada malam hari. Tempat itu juga sering di jadikan mengungkapkan isi hati pada pasangan mereka.

Ketika kembang api dinyalakan. Warna-warna cantik menghiasi langit gelap sana. Disana Elina membelalakkan mata dan berkata. "Aowaah!"

"Andai aku jadi kembang api." Elina tiba-tiba berujar harapan konyolnya berhasil mengundang tawa seorang Damian.

"Apa membuat dia tertawa sekeras itu aneh," batinnya heran.

"Tuan sedang menertawakan siapa?"

Astaga kenapa lancang sekali dia bertanya apa dia bosan hidup lagi. Damian tidak akan segan-segan membunuhnya. Duh mulutnya ini tidak bisa dijaga.

Bukannya kesal justru Damian menjawab pertanyaan tersebut.

"Entahlah saya hanya ingin tertawa itu saja," jawabnya singkat sembari tersenyum hangat.

Deg!

Elina tercengang. Jantungnya berdetak cepat. Kenapa Damian harus sok kalem begini tadi dia terus berwajah datar.

***

Gadis dengan baju mandi keluar dari kamar mandi. Mata bulatnya langsung tertuju pada paper bag dimeja.

Hari sudah malam, Elina baru pulang setelah menemani bosnya itu. Ke mall miliknya. Dia tak pulang dengan tangan kosong sebuah hadiah pemberian Damian berupa gaun dengan harga yang ditaksir puluhan juta tersebut. Sebenarnya ia berusaha menolak keras tapi si keparat itu memaksakannya. Hingga Elina dengan berat hati membawa pulang gaun itu ke rumah.

Malas rasanya sekedar melihat isi didalamnya apalagi memakai pemberian si pria yang paling dia benci di dunia ini. Buat apa memberinya hadiah mewah kalau ujung-ujungnya buat pamer kekayaannya saja. Itu tidak berarti samasekali.

"Dasar sombong dia pikir aku wanita gampangan mau terima barang apapun. Enak aja nggak bakalan aku pake nggak sudi banget!" celoteh Elina di kamar seorang diri.

Damian pikir gadis itu akan terbuai dengan kekayaan miliknya. Makanya sejak hari pertamanya bekerja di perusahaan Damian. Lelaki itu tidak pernah memberinya tugas pekerjaan sepanjang hari Elina hanya menemani kemana pun Damian pergi. Dari mall, restoran bintang lima bahkan taman dipinggir kota yang terkenal karena selalu mengadakan kembang api.

Dia lelah bukan karna pekerjaan yang menumpuk tapi sebaliknya Elina harus pergi kesana-kemari cuma buat melakukan hal yang tak berguna. Menurutnya.

Tok!

"Mah… mama! Ada di dalam ya?" tanya Egi seraya mengetuk pintu.

"Kenapa jagoan mama nyariin, hmm?" sahutnya.

Anak laki-laki itu menyodorkan surat undangan dari sekolahnya. Pekan ini sekolah dasar mereka mengundang para orang tua siswa untuk menghadiri acara pertandingan olahraga dengan sekolah lain.

Setiap murid akan berpartisipasi dalam pertandingan itu. Egi memilih salah satu bidang olahraga yakni lomba lari. Dia ingin meminta persetujuan dari ibunya terlebih dahulu.

"Mah, buat pertandingan nanti Egi mau ambil lomba lari gpp kan mah?" tanyanya sopan.

Elina menopang dagunya dia masih mempertimbangkan keinginan sang anak.

"Jangan itu Gi, mama takut kamu bakal pingsan yang lain aja ya," pinta Elina tidak yakin kalau sang anak akan baik-baik saja jika sudah berlari cukup jauh.

"Aku bukan anak kecil lagi aku udah gede, mah," terang Egi sembari menghentakkan sebelah kakinya dan bertolak pinggang sebal.

"Lagi pula lari juga hobi Egi jadi mama nggak usah khawatir," sambungnya memelas mengatup kedua tangannya bermohon.

Betapa mengemaskan putranya sekarang saat mohon dengan ekspresi sedih yang dia buat-buat. Egi memang tidak akan berhenti menyerah jika hal yang dia inginkan belum dia dapat. Dan sifat itu diturunkan oleh sang ayah. Tentunya.

"Baiklah mama bolehin, eysh tapi dengan satu syarat," ujarnya sambil tersenyum jahil.

"A-apa itu mah?"

"Pertama Egi harus bangun pagi seterusnya kalo mama nyuruh kamu harus cepet nggak boleh membantah dan Egi nggak di per bolehin main game lagi."

"Hah? Yang bener aja itu kan bukan satu syarat tapi ada, TIGA!"

Sang anak mengangkat jarinya membentuk 'tiga'.

"Ya udah terserah mama mau tidur," kata Elina dengan trik malas pusingnya.

Matanya melirik kearah Egi yang tampak diam sesaat. Anak itu pasti termakan omongannya. Elina merasa senang menjahili anak semata wayangnya itu.

"Kalo itu mau mama ya sudah Egi usahain memenuhi syarat mama," jawabnya pasrah.

"Nah gitu dong sekali-kali nurut kata mama ya sayang."

Elina tersenyum penuh kemenangan.

BERSAMBUNG…

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!