Part 8. Kita pindah malam ini

"Elina!"

Karina tergesa-gesa masuk kedalam apartemen. Dia rasa sudah tidak aman lagi berada di apartemennya selagi orang-orang kaya itu memiliki banyak orang suruhan diluar sana. Tentu mudah wanita tadi menangkap mereka.

"Elina, kamu dimana!" panggil gadis itu kedua kalinya.

Di dapur Elina menyudahi kegiatan mencuci piring, lalu menyahut dengan suara cukup keras.

"Aku di dapur Kar!"

Karina yang mendengar itu langsung ke dapur. Dengan kening bercucuran keringat dan nafas tak beraturan. Dikarenakan sesampainya disana dia tak henti-hentinya berlari.

Elina terkesiap untuk sesaat mengira Karina berolahraga yang bukan kebiasaan gadis itu, apalagi di malam hari begini.

"Tumben kamu olahraga," ujarnya tetap tenang walau ekspresi wajah Karina tidak demikian.

"Dengarkan aku kita pindah malam ini, kemasi semua pakaian mu dan Egi bawa apa saja yang diperlukan," sahutnya masih was-was.

"Tunggu-tunggu sebenarnya ada apa kenapa kita harus mendadak pindah?" tanya Elina bingung dalam rangka apa mereka pindah setahunya apartemen Karina cukup nyaman dan pemukiman dekat apartemen itu jauh dari keramaian.

Karina spontan mendekatkan tubuhnya pada Elina dan meraut kedua tangan gadis itu.

"Tidak ada waktu lagi Elina nyawa kalian terancam lebih baik kita pergi sesegera mungkin dari sini," ungkap Karina gemetar tangannya berkeringat dingin dia masih dikuasai oleh ketakutan.

Elina mendadak-dadak merasa takut. Apa pria itu tahu tentang tempat tinggalnya, makanya dia menyuruh orang membunuhnya agar rahasia lima tahun lalu lenyap begitu saja.

Tapi ini masih tebakannya belum tentu dia? Lalu siapa orang itu?

Tapi tetap saja tidak mungkin ia memiliki musuh memang apa untungnya orang menaruh dendam padanya, toh dia bukan selebriti.

"Eli! Kenapa kamu menghayal kita ada di situasi genting tahu tidak."

Elina cepat tersadar. Mereka berdua buru-buru mengemasi pakaian dikamar masing-masing.

Dikamar Elina. Gadis itu mengambil pakaian secukupnya dan juga anaknya.

Dikamar Elina.

Anak laki-laki di kasur terbangun. Dia mengucek matanya dibarengi suara khas bangun tidur. Mata bulat Egi menatap sang ibu yang sibuk sana sini mengemasi semua seragam sekolahnya.

"Mama mau kemana dengan semua pakaian dikemasi di tas itu?"

Anak itu menunjuk tas berukuran besar yang ibunya pegang.

"Sayang malam ini kita pindah nanti mama jelasin alasannya, oke."

Tanpa bertanya lagi Egi memahami ucapan ibunya. Dia bersama Elina mendatangi Karina yang sudah siap dengan barang bawaannya.

Ketiganya meninggalkan apartemen itu. Saat mereka berpijak ke jalan beraspal. Tiba-tiba dua wanita itu dikejutkan keberadaan sebuah mobil terparkir diseberang jalan.

Karina dan Elina saling memandang satu sama lain. Dan dalam hitungan detik berikutnya, langkah mereka menjadi sangat cepat.

Sedangkan Egi dalam gendongan Elina dan gadis itu memacu pergerakan kaki jenjangnya secepat kilat.

Jam telah menunjukkan pukul 10 malam.

Elina, Karina dan juga Egi berjalan kaki di trotoar yang tampak sepi. Bahkan lampu jalan tidak ada satupun disana. Disinilah mereka menggunakan handphone untuk menerangi jalan.

Dalam keheningan itu suara mobil terdengar walau jaraknya cukup jauh.

Refleks Karina menghentikan langkah kedua orang di sampingnya.

"Syukurlah ada mobil kita bisa minta tumpangan nih!"

"Ist Kar! Kalau itu mobil pembunuh tadi bagaimana?"

"Mana mungkin kita kan udah jauh banget dari mereka, tenang aja percaya sama filing aku deh."

Karina melambaikan tangannya keatas. Dan benar saja Mobil itu berhenti tepat dihadapan mereka.

Pintu mobil terbuka lebar. Seseorang turun dengan sepatu hak tinggi.

Ketika tatapan Elina menangkap sosok wanita yang dia kenal memiliki hati seperti malaikat berdiri di depannya sekarang.

"Kamu pelayan waktu itu kan?"

Lily berujar sambil tersenyum tipis. Mengingat wajah Elina yang pernah ia bantu tempo hari itu.

Ya ampun sungguh Lily sangat cantik dan menawan. Selain anggun dia juga baik hati.

Dengan malu-malu Elina menjawab. "Betul nona."

"Hahaha… tidak perlu se-formal itu saat kita berdua saja," ujar Lily.

Karina fokus mengamati kedekatan antara sahabatnya dengan wanita modis itu. Apa mereka saling kenal kenapa dia lagi-lagi tidak tahu tentang ini. Oh begitu rupanya Elina mau menyimpan rahasia lagi. Awas saja si Elina itu.

Gadis itu tampak menatap Elina tak bersahabat. Elina yang melihat lagak orang didekatnya itu.

Menampakkan tawa garing kepada Lily.

"Karina pasti mau ngomel-ngomel lagi mati aku!" batinnya.

Mata Lily tertuju pada barang bawaan yang mereka bawa. Jangan-jangan mereka ingin pindah.

"Kayaknya kalian pada mau pindah ya, kalau bisa malam ini kalian tinggal dulu ketempat saya nggak mungkin 'kan dapat kontrakan sudah larut malam juga loh." Lily berujar menyarankan untuk sementara ini mereka tinggal bersamanya. Karena kebetulan dibelakang mansionnya ada rumah yang tidak huni.

"Gimana kalian mau 'kan?"

"Elina kita ikut aja lah ini udah malam banget Egi juga butuh tidur biar nggak ngantuk ke sekolah besok, iya 'kan Egi." Karina mengedipkan sebelah matanya memberi kode pada Egi biar anak itu membujuk ibunya menerima ajakan gadis itu.

"Emang boleh tante cantik aku sama mama dan tante Karina bisa menginap di rumah tante?" tanya Egi sopan.

Lily tersenyum kecil.

"Anak ini kayak mirip seseorang, tapi siapa ya?" batinnya seperti mengenali wajah Egi, entah mengapa ia sangat tertarik mengenal lebih dalam tentang anak lelaki itu.

"Boleh banget anak tampan! Oh iya kalau gitu tante pengen tahu nama kamu, boleh nggak?"

"Nama aku Egi tante cantik!"

***

Mobil Lily berhenti tepat didepan mansion milik keluarga Sanjaya.

Seorang bodyguard yang menjaga depan gerbang bergegas membukakan pintu untuk mereka. "Selamat malam nona Lily," sapa si pria itu seraya membungkuk hormat.

Mereka semua lekas turun dari mobil. Lily melirik garasi di desan sana. Ada satu mobil yang kosong dan lagi-lagi pasti mobil sang suami.

"Apa suami saya belum pulang."

"Begini nona tuan sepertinya tidak akan pulang untuk beberapa hari ini karena ada urusan mendesak yang harus diselesaikan," jelasnya panjang lebar.

Lily nampak menghela nafas sejenak lalu berujar. "Kalau dia akan pulang beritahu saya biar saya bisa menyiapkan kedatangannya," kata gadis itu raut wajahnya tampak berubah setelah mendengar penjelasan dari bodyguardnya.

Untuk sekian kalinya Damian takkan pernah memberitahukan segala urusannya lelaki itu kepada istrinya bahkan saat dia akan pergi Lily juga tidak mengetahui kepergian suaminya. Lily tahu sejak kehadirannya di mansion ini dirinya sudah tak dianggap. Dia bagai pajangan tak ternilai ditempat megah itu.

Kayaknya rumah tangga nona Lily sedang tidak baik-baik saja. Elina membatin merasa iba terhadap nasib Lily.

Lily membalik kan tubuhnya.

"Maaf saya jadi lupa kalau ada kalian disini, ayo masuk anggap aja di rumah sendiri."

Gadis itu kembali tersenyum tapi raut wajahnya berkata lain. Dia harus terlihat biasa-biasa saja agar orang lain tidak melihat dirinya lemah.

Elina dan Karina sudah mengerti keadaan Lily, mereka hanya tidak ingin ikut campur urusan rumah tangga orang lain.

Setelahnya mereka memasuki ruang berdesain megah sana. Dua gadis itu tak henti-hentinya berdecak kagum beda halnya dengan Karina karena ia sudah sering kerumah-rumah mewah sebelumnya maklum ia kan seorang pelayan di restoran yang cukup terkenal, namun mansion yang satu ini terlihat lebih super mewah dari tempat-tempat yang pernah ia datangi.

Dari arah dapur seorang wanita yang tidak tampak seperti wanita tua berjalan menghampiri nyonya mudanya seraya membungkukkan badannya.

"Selamat malam nyonya Lily hari ini tuan Damian mungkin-"

Ucapannya terpotong. Lily mengangkat satu tangannya. Dia langsung paham maksud majikannya itu dan menyudahi penjelasannya. Lalu, beralih ke topik lain.

"Siapa mereka bertiga yang bersama nyonya sekarang?" tanya Nia tegas dengan tutur kata yang dia ucapkan. Dia adalah kepala pelayan di mansion tersebut makanya dia harus tetap siap siaga setiap saat.

"Mereka semua temanku dan siapkan mereka tempat tinggal karena seterusnya mereka akan tinggal disini."

"Bukannya sementara nona kami tidak enak hati tinggal lebih lama disini."

Elina benar-benar tak enak hati pada kebaikan Lily. Karena tujuan mereka hanya menginap untuk menghindari dari kejaran orang suruhan Damian.

"Sudahlah jangan dipikirkan terus lebih baik kalian istirahat dulu ditempat ku," ujarnya sembari mengelus rambut hitam Egi dengan lembut.

Anak itu tampak menikmati elusan tangan Lily. "Tante ini baik banget," gumamnya.

BERSAMBUNG…

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!