RUMAH SAKIT

Pagi itu aku dikejutkan dengan salah satu kabar berita yang menjadi headline di acara infotainment televisi. Aku sedang mengganti-ganti chanel televisi ketika tayangan berita itu membuat aku berhenti untuk menyimaknya. Gadis yang sempat aku kenal di waktu kecilnya itu kembali heboh di pemberitaan.

Setelah awal kemunculannya dengan cerita-cerita dalam bukunya. Karirnya pun berlanjut sebagaimana para artis-artis muda pendatang baru pada umumnya. Ia pun kerap muncul di berbagai acara televisi dan juga di platform-platform dunia digital. Bahkan meski tidak terlalu laku ia pun juga sudah merilis single sebagai seorang penyanyi. Tanpa sengaja mencari-cari aku juga sesekali menemukannya ketika ia sedang muncul di TV atau di media digital. Tapi kabar pagi itu menjadi sebuah kabar yang sama sekali tidak menyenangkan untuk disaksikan. Diberitakan bahwasanya ia harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Dalam tayangan televisi itu penyebab kenapa ia bisa mengalami sakit dan harus dilarikan ke rumah sakit masih belum bisa disebutkan karena memang dari pihak kerabat keluarga atau pun dari pihak dokter yang menanganinya juga belum tahu atau masih enggan untuk memberitahukannya. Ramai orang berspekulasi dengan komentar-komentarnya. Ada yang berpendapat jika itu hanya kelelahan biasa saja karena banyaknya aktivitas yang ia kerjakan. Apalagi kini ia sedang berstatus sebagai seorang mahasiswa baru yang mana menambah jadwal kesibukannya. Ada juga yang menduga kalau apa yang ia alami ada hubungannya dengan teror makhluk gaib. Bahkan ada yang berkomentar ini pasti karena adanya orang yang tidak suka dengannya dengan segala keberhasilannya yang sudah ia raih.

Aku tahu betul dimana rumah sakit tempat ia menjalani rawat inap. Dulu aku kerap pergi ke rumah sakit itu. Aku tidak membayangkan setelah berpuluh-puluh tahun jika aku harus kembali ke tempat itu lagi. Pastinya akan sangat asing dengan segala perubahan-perubahan tempat bangunan dan juga orang-orang yang bekerja di sana.

Lokasi dimana rumah sakit itu berada lumayan jauh dari rumahku. Baik dari rumahku yang sekarang atau pun tempat tinggal ku yang dulu. Bahkan sebenarnya sebelum lokasi rumah sakit itu ada sebuah rumah sakit yang lain yang sebenarnya bisa menjadi prioritas utama karena jaraknya yang lebih dekat. Alasan kenapa dulu aku dan juga keluarga sering ke sana karena adanya dokter favorit yang sudah turun temurun dimana ayah dan ibuku juga dulu sering ke tempat dokter itu. Aku meyakini ini hanya persoalan sugesti dan kebiasaan saja. Tapi waktu itu aku pun tak bisa menolak jika kami harus dengan dokter itu. Semua senang semua pun bahagia. Itu yang jadi niatan ku waktu dulu meski harus menempuh hampir dua kali jarak perjalanan jika dibandingkan dengan rumah sakit yang lebih dekat.

Aku rasa menjenguk Lisa hanyalah alasan pengalihan ku belaka. Belum tentu juga dia masih mengenaliku. Bahkan ada kemungkinan jika dia sudah melupakan siapa aku. Meskipun aku akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah sakit itu untuk menjenguknya tapi aku yakin faktor pendorong utamaku untuk berangkat ke sana adalah sebuah nostalgia yang ingin kembali ku kenang. Jika tidak dengan adanya alasan untuk menjenguk Lisa mungkin tidak ada yang menggerakkan ku untuk pergi ke sana. Bahkan memikirkannya pun sama sekali tidak.

Motivasi terselubung seperti ini tentu saja aku sudah bisa mengenalinya dengan mudah. Pengalamanku di peristiwa-peristiwa dalam perjalanan usiaku membuatku perlahan-lahan membaca dan menyadari apa yang sebenarnya sedang kita lakukan dan apa sebenarnya yang kita inginkan. Bukankah rata-rata semua orang demikian. Mereka terlihat seperti mengerjakan sesuatu tapi apa yang sesungguhnya dimaksudkan justru bukanlah seperti apa yang ditampakkan.

Keesokan harinya aku memutuskan untuk datang ke rumah sakit yang dimaksud untuk menjenguk Lisa. Aku memilih waktu di sore hari dan aku datang beberapa menit lebih awal sebelum jam besuk dibuka. Aku bermaksud untuk bernostalgia dulu dengan lingkungan rumah sakit yang pada masanya kerap aku datangi. Bukannya kelengangan pengunjung yang ku dapati tapi justru aku sepertinya kalah pagi dibandingkan dengan mereka orang-orang yang sudah berkumpul menunggu pintu untuk segera dibuka. Aku bisa mengenali mereka. Ada beberapa dari mereka adalah wartawan pemburu berita dan hanya sebagian kecil orang normal yang ingin berkunjung menengok kerabat atau temannya. Jumlah mereka kalah dengan penggemar-penggemar Lisa yang nampak sangat mencolok. Untung pikirku kalah pagi dari mereka sehingga aku tidak harus bergabung di dalam kerumunan orang-orang itu.

Menunggu kerumunan itu mereda aku menyempatkan diri untuk berkeliling. Jelas dari penampilannya saja sudah jauh berbeda dari terakhir kali aku menginjakkan kakiku di sini. Dari kejauhan saja aku sudah bisa melihat perubahan-perubahan yang terjadi di tempat ini. Tampak depan halaman parkir yang luas membentang di area depan rumah sakit. Masih ada beberapa bangunan-bangunan yang tidak tampak asing bagiku. Selebihnya bangunan-bangunan baru sudah berdiri kokoh dengan segala macam fungsinya. Aku ingat benar dulu warna rumah sakit ini adalah dominan kuning dan coklat muda. Sekarang warna krem menjadi background sebagian besar rumah sakit yang luasnya bisa dibilang dua kali lipat dibandingkan waktu dulu.

Tentu saja aku sama sekali tidak mengenali siapa-siapa saja mereka yang sekarang bekerja di sini. Bukannya juga aku lupa tapi karena memang aku juga tidak mencari-cari. Tidak hanya luas lahan dan juga bangunan-bangunan baru yang membuatku pangling tapi juga denah lokasi dan fungsi-fungsi tempat yang sudah sangat berbeda.

Ketika aku melihat denah rumah sakit yang terpajang di depan pintu utama ada satu nama diantara nama-nama itu yang menarik perhatianku. Aku pun berinisiatif langsung menuju ke tempat itu. Mungkin karena jam besuk baru saja dibuka jadi kantin ini masih sepi. Diantara tiga atau empat tempat yang ada baru satu saja yang sudah buka. Aku ingat betul dulu di dalam rumah sakit ini tidak ada kafetaria nya. Dahulu yang ada adalah orang-orang yang berjualan dengan menjajakan makanan jualannya dari satu pengunjung ke pengunjung lainnya. Dan para pedagang itu pun punya jamnya tersendiri untuk berjualan. Dulu ketika merasakan lapar di waktu malam hari aku pun harus keluar rumah sakit melalui pintu depan yang telah dikunci dan dijaga oleh satpam. Tidak boleh sering-sering keluar malam untuk membeli makan waktu itu. Jadi sekali keluar harus membeli sekalian apa yang diperlukan. Lahan parkir yang luas itu yang dulunya adalah tempat para pedagang malam berjualan. Dulu yang menjadi favorit adalah nasi goreng rumah sakit. Begitulah orang-orang menamakannya. Tidak hanya orang-orang di sekitar wilayah rumah sakit saja yang datang untuk membelinya. Bahkan aku dulu juga pernah jauh-jauh dari rumah pergi ke rumah sakit ini hanya untuk membeli nasi goreng tersebut.

“Mari Pak”, suara seorang wanita membuyarkan lamunanku. Rupanya sudah terlalu lama aku berdiri di depan kantin tempatnya berjualan. Aku pun tersenyum malu dibuatnya.

“Ada menu apa saja mbak?”, jawabku kepada mbak kantin.

Nasi pecel menjadi menu makananku sore itu di kantin rumah sakit. Mulanya aku sama sekali tidak berniat untuk makan makanan berat. Tapi ketika mendapati menu nasi pecel yang menjadi menu utama di kantin itu pikiranku langsung kembali menarik waktu mundur ketika dulu nasi pecel jugalah yang sering menjadi menu favoritku ketika di rumah sakit ini diantara para penjual makanan yang lain. Ingatanku kembali tajam ketika rasa dari nasi pecel yang aku makan memiliki kesamaan dengan nasi pecel yang dulu sering aku makan. Atau bisa aku bilang rasanya hampir sama bahkan sangat mirip. Apa jangan-jangan ini nasi pecel yang sama seperti yang ku makan dulu? Pikirku. Aku pun juga tidak tahu bagaimana rasa nasi pecel yang lainnya. Apakah rasanya semua sama? Karena aku sendiri dulu hanya makan nasi pecel di rumah sakit ini saja. Mungkin juga ini hanya sebuah sugesti karena aku makan di tempat yang dimana dulu aku sering memakannya. Bedanya dulu dihidangkan dengan pincukan daun pisang sebagai alasnya. Sekarang pecel ini disajikan dengan piring di atas meja. Jika orang-orang di luar sana punya saus atau mayones. Maka kepunyaanku adalah bumbu kacang ini.

“Sudah lama jualan di sini mbak?”

“Semenjak kantin ini dibangun Pak. Saya termasuk yang pertama jualan di sini”, jawab mbak kantin dengan logat jawanya.

“Mbaknya ini asli Jawa ya?”

“Lho bapaknya kok tahu. Bapak pernah ke Jawa ya?”

“Ya saya tahu. Soalnya nasi pecelnya enak”, jawabku membuat mbaknya tertawa.

“Terimakasih lho Pak pujiannya. Tapi dari tadi itu saya merasa sering lihat bapak tapi dimana ya? Saya merasa tidak asing begitu dengan bapak.”

“Banyak yang bilang seperti itu”, candaku.

“Tapi lha wong saya saja baru pertama kalinya ke sini mbak.”

Begitulah obrolanku dengan mbak kantin sebelum aku melanjutkan petualangan ku di rumah sakit ini. Setelah melihat dengan seksama mbak kantin itu aku tahu siapa dia sebenarnya dan mengapa dia merasa pernah melihatku dan tidak asing denganku.

Dia adalah anak dari penjual nasi pecel gendong yang dulu berjualan di rumah sakit ini. Bekas luka di pelipis kirinya. Itu adalah percakapan pertamaku dengannya sewaktu dia masih kecil dulu. Dia yang tampak muram dengan perban yang membalut bekas luka jatuhnya. Di hari-hari selanjutnya ketika dia turut dengan ibunya untuk berjualan di rumah sakit di situlah kami menjadi sering bertukar cerita. Bahkan sesungguhnya aku masih mengingat namanya.

Setelah selesai dari kantin aku segera menuju ke ruangan dimana Lisa menjalani rawat inap. Tidak terlalu sulit untuk mencari dimana bangsal dan ruangan ia berada. Terdengar dan terlihat jelas kerumunan pengunjung yang merupakan penggemar atau pun pencari berita berada di sekeliling bangsal Lisa berada. Terdapat sebuah antrian yang lumayan panjang jika ingin menjenguk dan bertemu dengan Lisa.

Beberapa hari sebelum kabar Lisa jatuh sakit dan dirawat inap. Aku bertemu dengan Susi. Saat itu di sebuah antrian di bank. Keperluanku adalah untuk meminta buku tabungan nasabah yang baru karena buku yang ku punya sudah habis. Meskipun sebenarnya sebagian besar transaksi keuanganku dilakukan dengan online atau pun menggunakan mesin ATM tapi aku selalu rutin untuk mengupdate dan mengupgrade buku tabunganku. Antrian yang lumayan panjang waktu itu menjadi terasa cepat berlalu ketika Susi duduk di sampingku dan berbincang denganku. Setelah beberapa tahun tidak bertemu bagaimana kamu masih bisa mengenaliku? Itu pertanyaanku padanya. Dan ia pun menjawab, “Kalau masih mengenali tentu saja masih mengenali. Tergantung mau atau tidaknya saja.” “Atau mungkin karena situasi?”, jawabku menimpalinya. Begitulah bercandaan dan obrolan kami waktu itu. Aku pun juga menanyakan bagaimana keadaan Lisa dan juga pertanyaan umum lainnya dan juga sebaliknya.

Aku mengira saat itu Susi ada keperluan juga dengan customer service atau pun teller bank. Tapi ternyata setelah aku selesai mendapatkan buku tabunganku yang baru ia masih berada di sana. Aku pikir dia masih mengantri menunggu giliran nomornya untuk dipanggil. Tapi ternyata Susi berjalan bersama ku untuk keluar dari bank. Ternyata keperluannya saat itu hanyalah dengan mesin ATM. Kami pun keluar dari bank. Setiba di parkiran aku diperkenalkannya dengan suaminya yang baru beberapa bulan yang lalu mereka menikah. Susi sempat bertanya kepadaku kapan-kapan ia mau datang ke rumah. Tentu saja aku mempersilahkannya. Dia juga sempat bercerita bahwasanya Lisa sempat beberapa kali memimpikan ku dan mengajak untuk berkunjung ke rumahku. Aku pun mengiyakan semua perkataannya kala itu sebelum akhirnya ia dan suaminya berlalu dengan mobil mereka. Aku sudah berburuk sangka pada Susi ternyata ia benar-benar melihatku dan memang berniat untuk berbincang denganku. Aku rasa mereka sekedar kebetulan saja lewat dan menggunakan mesin ATM di bank yang sama denganku. Pertemuan dengan Susi itulah yang memberikanku alasan untuk menjenguk Lisa di rumah sakit. Jika tidak ada pertemuan itu kemudian aku berkunjung rasanya sungguh aneh.

Tapi antrian yang lumayan panjang itu membuatku kembali berpikir. Apakah aku akan lanjut atau balik badan lalu pulang? Aku jadi teringat ketika mengantri membeli tiket untuk bedah buku Lisa waktu itu. Sesaat sebelum aku memutuskan apakah aku akan pulang atau jadi menjenguk Lisa tiba-tiba saja dari arah belakang ada yang memanggil namaku. Rupanya dia adalah suami baru Susi atau ayah angkat dari Lisa. Dia pun merangkulku dan mengawal ku menembus barisan antrian mengantarkan ku langsung masuk ke kamar dimana Lisa dirawat.

Ramai yang ku dapati di ruang VVIP itu. Ada beberapa orang yang sedang mengabadikan momen mereka menjenguk Lisa. Ada juga yang sedang berfoto dengannya. Ada Susi juga di sana yang juga nampak sibuk bercengkrama dengan para penjenguk yang aku yakin adalah para penggemar dari anaknya. Bunga-bunga dan pernak-pernik banyak terlihat sejauh mata memandang ruangan yang luas ini.

Ketika Susi menyadari kehadiranku ia langsung menyalamiku dengan senyum ramahnya. Aku sedikit terkejut dengan sikap Susi yang sebelumnya tak pernah sehangat ini terhadapku. Ia pun memperkenalkanku sebagai mantan tetangganya kepada orang-orang yang berada di ruangan itu. Aku heran dengan sambutan ini. Mereka menyalamiku dan ada sebuah camera yang terus menyorot padaku. Aku hanya cengar-cengir saja menyambut mereka. Setelahnya aku pun beralih ke Lisa. Aku menghampirinya di tempat tidurnya. Dengan sedikit terperanjat dia menyambut ku dengan pelukannya ketika aku hendak menjulurkan tanganku untuk menjabat tangannya. Aneh sekali perasaan ini. Aku melihat Lisa ia tampak baik-baik saja. Tidak ada selang infus dan tampangnya segar-segar saja. Sakit apa bocah ini?

Setelah berbasa-basi dan juga memenuhi ajakan berfoto bersama mereka. Aku pun pamit untuk pulang. Kunjunganku ke rumah sakit dengan segala kenangan yang aku punya di sana adalah sebuah kegiatan yang kurasa tepat dan terbayarkan. Tapi mengunjungi Lisa dan Susi aku rasa bukanlah suatu keputusan yang tepat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!