RUMAH KOSONG
Komplek perumahan yang aku tinggali ini bukanlah perumahan dengan ukuran skala yang besar. Total hanya ada 23 unit rumah yang terdapat di komplek ini. Alasan kenapa aku dulu memilih tinggal di sini adalah karena lingkungannya yang asri yang jauh dari keramaian kota dan cukup dekat dengan tempatku dulu bekerja. Selain itu harga promosi yang lumayan gila waktu permata kali dibukanya perumahan ini juga menjadi alasan kenapa waktu itu aku memilihnya. Tidak hanya aku saja yang tertarik dengan apa yang ditawarkan dari perumahan ini. Kalah cepat dengan yang lainnya aku pun harus mendiami satu diantar tiga rumah yang letaknya memisah dengan bangunan rumah-rumah lainnya.
Jika rumah di depan rumahku sekarang ditempati oleh Susi dan anaknya. Berbeda dengan rumah yang tepat bersebelahan dengan rumah mereka yang sudah sejak tiga tahun yang lalu dihuni oleh penghuni yang sama. Rumah yang tepat menjadi ujung belokkan keluar dari kawasan tiga rumah ini adalah rumah yang ditempati oleh Pak Burhan. Menyebutnya sebagai rumah yang ditinggali agaknya tidak nampak seperti itu. Pria paruh baya itu hanya sesekali saja mengunjungi rumahnya dengan kurun waktu yang sama sekali tidak menentu. Aku lebih suka menyebutnya rumah kosong.
Satu atau dua minggu sekali akan ada orang suruhannya yang datang untuk sekedar bersih-bersih dan mengecek kondisi rumah yang terlihat cukup horor itu meskipun di waktu siang hari. Tapi ketika Burhan tua datang bersama dengan teman-temannya seketika suasana di rumah itu berubah bak klub malam. Musik-musik up beat mulai terdengar bersamaan dengan suara tawa perempuan-perempuan muda yang ia perkenalkan sebagai teman-temannya. Saat itulah aku lebih memilih menggunakan earphone untuk mendengarkan musik-musikku sendiri.
Sosok tetanggaku yang satu itu memang masih menjadi tanda tanya. Tapi sebagaimana tabiatku aku tidak akan mencari-cari ada apa dibalik tanda tanya itu. Aku hanya cukup tahu dari apa yang memang bisa terlihat saja. Yang jelas Burhan bukanlah orang dari kalangan biasa. Menjadi sebuah pertanyaan kenapa orang sepertinya mau tinggal di perumahan yang jauh dari kata mewah ini. Tapi setelah beberapa kali melihat kebiasaan-kebiasaan yang ia lakukan tentu saja itu semua masuk akal kenapa dia memiliki rumah di sini.
Kendaraan-kendaraan yang datang bersamanya bukanlah kendaraan seperti yang dimiliki oleh kebanyakan orang yang tinggal di komplek ini. Bahkan mobil-mobil mewahnya selalu berganti dan selalu dalam keadaan baru sesuai dengan tahun keluaran saat itu. Ia biasanya akan turun dari bagian belakang mobil dengan jalan yang sedikit sempoyongan ditemani oleh teman-temannya. Selanjutnya bisa ditebak rumah kosong itu pun akan memulai kegaduhannya.
Entah dimana dia bekerja dan jabatan apa yang dipangkunya. Terlihat dari cara bagaimana anak buahnya bersikap dan juga berbicara kepadanya pastinya si Burhan tua bukanlah orang yang sembarangan. Ketika suatu kali aku berbicara dengannya pun sudah terasa bagaimana orang-orang seperti itu menguasai obrolan dan terkadang terkesan mengintimidasi dengan nada bicaranya.
ROCCO
Jika kita mendapati orang berbicara sendiri pasti yang paling cepat ada di dalam pikiran kita adalah “dasar orang stress”. Mungkin hal itu benar saja jika kita mendapati orang yang memang secara fisik penampilannya berkaitan akan hal itu. Misal kita bertemu dengan orang yang telanjang dengan kondisi yang tidak terurus sedang berbicara sendiri. Tertawa-tawa sendiri. Bahkan dia akan mencaci-maki orang yang lewat di depannya. “Orang itu tidak waras. Gila.” Itu yang akan kita simpulkan dan memang benar begitu adanya.
Tapi yang patut kita sadari dalam dunia yang luas ini juga memang ada profesi-profesi yang kegiatan-kegiatannya adalah berbicara seorang diri. Ada seorang komedi tunggal. Ada seseorang pemain peran yang harus melakukan monolog dalam adegannya. Atau seorang penyair yang sedang menyuguhkan buah karyanya. Dan masih banyak lagi.
Bagaiman ketika mereka berlatih untuk penampilan mereka? Mereka akan terlihat berbicara sendiri. Seorang aktor yang sedang menghafal dialognya. Seorang penyanyi yang sedang berlatih untuk berinteraksi dengan penggemarnya ketika pentas di atas panggung. Mereka akan berbicara sendiri. Dan bagaimana ketika mereka terlihat oleh orang yang tidak mengetahui apa yang sedang mereka kerjakan? Mereka akan menjadi tampak aneh tidak seperti orang-orang pada umumnya.
Lantas bagaimana dengan orang yang tidak ada kaitannya dengan kedua hal tersebut. Bukan orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Bukan juga seorang berprofesi dimana ia dituntut untuk senantiasa bermonolog. Apakah mereka kurang waras?
Berbicara sendiri biasanya berkaitan dengan pengungkapan perasaan yang dialami oleh seseorang yang melakukannya. Contohnya rasa marah atau kesal yang menjadi sebuah umpatan atau pun sumpah serapah. Tidak melulu berkonotasi negatif berbicara sendiri juga bisa mewujudkan rasa syukurnya ketika mendapatkan sebuah kenikmatan. Sedangkan berbicara kepada diri sendiri biasanya adalah salah satu sikap untuk menstimulus dirinya sendiri untuk suatu keadaan tertentu. Misalnya saat kita sedang lupa dimana kita menaruh sesuatu “Tadi aku taruh dimana ya?”, diucapkan dan terdengar. Ataupun saat kita menyemangati diri kita sendiri dalam mencapai target terhadap apa yang sedang kita kerjakan “Aku pasti bisa.” Hal ini sangatlah wajar dilakukan oleh siapapun. Yang menjadi sedikit aneh adalah ketika seseorang yang secara tidak sengaja dan tidak tahu apa yang sedang kita lakukan melihat tingkah laku kita.
Banyak artikel-artikel yang membahas mengenai hal ini. Diantaranya menyebutkan sikap berbicara sendiri atau berbicara kepada diri sendiri ini banyak juga terjadi pada sosok-sosok luar biasa yang juga dikenal sebagai orang-orang jenius yang namanya sudahlah sangat terkenal karena hasil karya-karyanya. Jadi rasanya tidak perlu khawatir jika kita mempunyai kebiasaan untuk berbicara kepada diri sendiri atau berbicara sendiri. Tapi patut dikhawatirkan jika berbicara sendiri selamanya dan sama sekali tidak berinteraksi dengan orang lain. Bukankah seorang penulis juga berbicara sendiri di kepalanya ketika sedang mengerjakan buku-bukunya?
Lalu bagaimana dengan orang yang suka mengajak benda mati sebagai lawan bicaranya? Atau orang-orang yang berbicara kepada binatang-binatang peliharaan mereka? Jika seseorang berbicara kepada sebuah benda mati biasanya ini terjadi hanya sepersekian detik saja. Hal ini menunjukkan rasa cintanya seseorang kepada benda yang dimilikinya. Misal saja kepada motor kesayangan, “Ayo kita berangkat”. Kepada sebuah poster idola yang tertempel di dinding kamar “Aku bobo dulu sayang”. Terkadang ucapan-ucapan seperti itu juga diikuti dengan sedikit sebuah ungkapan dalam bentuk gerakan. Mengelus, mencium, dan sebagainya. Bagaimana dengan hewan peliharaan?
Sebenarnya kita sudah mengetahui jika seekor hewan yang kita pelihara tidaklah bisa memberikan respon balik layaknya kita seorang manusia yang berbicara dengan bahasa manusia. “Kenapa hari ini mendung. Padahal aku sudah ada janji denganya?” Jika saat kalimat itu disampaikan kepada binatang kesayangan kita dan ada sebuah jawaban dari binatang “Iya ya. Aku juga sudah ada janji untuk main di luar.” Yang terjadi tentu kita akan lari ketakutan. Atau mungkin juga tidak.
Meskipun sudah tahu bahwasanya hewan tidak bisa merespon dengan apa yang kita bicarakan tetap saja sebagian orang terutama yang benar-benar sayang kepada hewan peliharaannya masih saja mengajaknya berbicara. Semua itu karena rasa kasih sayang dan terjalinnya ikatan antara seseorang dengan binatang kesayangan yang dirawatnya.
Memang hewan tidak bisa berbicara seperti layaknya manusia tapi mereka punya caranya sendiri untuk menyampaikan apa yang ingin mereka komunikasikan kepada para majikannya. Dan percaya atau tidak jika ikatan yang kuat sudah terjalin maka berbicara kepada binatang kesayangan menjadi sebuah hal yang menyenangkan dan menenangkan. Jika hewan bisa menyampaikan pesannya mereka juga akan setuju dengan pernyataan ini. Hal ini tentu lebih mudah dimengerti bagi seseorang yang mempunyai pengalaman serupa.
Rocco? Dia adalah kucing oren yang sudah cukup lama tinggal denganku. Rocco bukanlah dari golongan kucing berada layaknya anggora, persia atau pun jenis kucing mahal lainnya. Jika ditilik dari jenisnya dia adalah seekor kucing kampung biasa. Sudah memasuki tahun keempat kucing yang pendiam ini menemaniku menghuni rumah ini.
Rocco bukanlah kucing yang pertama dekat dan tinggal bersamaku. Dulu pun aku juga sudah sering hidup berdampingan dengan kucing. Tapi yang namanya kucing kampung atau kucing rumahan sifatnya datang dan pergi. Biasanya ketika mereka kecil akan akan sangat betah untuk tinggal di rumah. Memasuki umur siap kawin mereka akan pergi merantau. Bisa pulang bisa juga tidak pernah kembali lagi.
Beberapa kali ada juga kisah yang cukup menyedihkan dengan kucing-kucing yang tinggal di rumahku. Ada yang lama tidak kelihatan batang ekornya kemudian terdengar kabar bahwa ia sudah ditemukan mati. Yang paling masih membekas di memoriku adalah ketika kucingku pulang dalam keadaan teracuni. Entah ada orang yang sengaja meracunnya atau hanya dia salah makan makanan yang sudah diberi racun untuk tikus. Ia meraung meronta tidak jelas kemudian berjalan sempoyongan mencari tempat di sudut-sudut ruangan. Waktu itu aku mengikutinya dari belakang ketika ia sedang berjalan gontai tak tentu arah. Tak tega melihatnya akupun membopongnya. Tepat di pangkuanku ia kejang-kejang untuk beberapa saat dengan lidah berwarna biru yang terjulur. Ia pun mati dipangkuanku. Melepas kepergiannya dengan cara yang menyedihkan seperti itu membuatku berkaca-kaca sampai meneteskan air mata.
Rocco adalah kucing dengan tingkat kecerdasan yang paling tinggi dibandingkan dengan kucing-kucing lain yang pernah aku kenal. Tingkahnya tidak hanya lucu menggemaskan tapi terkadang polahnya juga membuatku terkesima.
Berperawakan sedang berisi tidak kurus juga tidak terlalu gemuk Rocco adalah tipikal kucing yang tidak banyak bersuara. Sama seperti kucing-kucing yang lainnya orang-orang pun akan berdatangan untuk Rocco sekedar untuk mengelus bulu-bulunya. Jika datang orang yang belum dikenalnya seekor kucing tentu akan mengendalikan daya dan upayanya untuk segera bisa pergi dari tempatnya yang dirasa sudah tidak nyaman lagi. Rocco mempunyai kebiasaan untuk bermain diluar layaknya kucing-kucing kampung pada umumnya. Ketika matahari sudah bersahabat biasanya dia akan segera keluar untuk berjemur dan bermain di halaman rumah ataupun menunggu atau pergi ke tempat teman-temannya. Mengejar-ngejar serangga, mengigit-gigit rumput itu adalah salah satu kebiasaan-kebiasaannya ketika bermain di luar sana. Terkadang kucing-kucing komplek perumahan yang lain juga datang untuk bermain dan mengajaknya pergi. Setahuku ada dua ekor kucing yang akrab dengannya. Yang pertama kucing putih yang badannya tambun dan kekar. Dengan badan yang lebih besar dan kuat aku suka kasihan kalau Rocco sedang bermain tarung-tarungan dengan si putih. Si putih kadang suka tidak bisa mengontrol tenaganya. Terpaksa aku suka turun tangan untuk menghentikan permainan mereka. Yang kedua kucing berwarna kembang asem. Itulah nama warna pada kucing dengan bulu berwana hitam, putih dan oren. Kembang asem tidaklah lebih besar dari si putih cenderung kurus tapi ia mempunyai badan paling panjang diantara yang lainnya. Sifatnya cenderung ngemong. Usianya yang paling tua membuatnya mempunyai sikap yang lebih tenang dibandingkan dengan si putih ataupun Rocco yang usianya paling muda. Trio kucing jantan inilah yang bisa dibilang menjadi jawara di perumahan ini. Tapi status itu dengan segera bisa terhapus begitu saja ketika ketiga-tiganya lari tunggang langgang ketika datang kucing besar berwarna hitam yang selalu mengincar mereka. Aku heran dengan kucing hitam ini bahkan dia sama sekali tidak ada takut-takutnya dengan manusia. Dibutuhkan intimidasi yang lebih serius untuk mengusir kucing hitam ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Kepo Banget
Besok lagi aku mampir dadah semangat
2024-02-17
1