KEMBALI BERPENGHUNI

Pagi itu aku melihat sebuah mobil terparkir di halaman depan rumah di depan rumahku. Ada dua orang yang terlihat sedang membersihkan rumah itu. Merapikan tata letak tanaman-tanaman yang terdapat di teras dan halaman rumahnya. Dua orang itu nampaknya dari agensi perumahan. Sepertinya rumah di depan rumahku akan kembali berpenghuni.

Setelah selesai dengan rumah yang dulu ditempati oleh Susi dan Lisa kini dua orang itu menuju ke rumah kosong di sebelahnya. Hal yang sama dilakukan oleh dua orang laki-laki itu membersihkan dan merapikan rumah milik agensi mereka tempat mereka bekerja. Dengan waktu yang cukup singkat mereka selesai dengan rumah yang sudah setengah lebih bagiannya habis itu. Salah seorang dari mereka menuju ke mobil yang bertuliskan nama perusahaan mereka. Dari mobil dia mengambil sebuah papan yang sudah dilengkapi dengan stand penyangganya. Dia menghampiri rekannya yang sedang menyiapkan lubang untuk menanam papan yang ia bawa. “Sedang Dalam Tahap Renovasi” itulah yang ku baca dari papan yang mereka pasang di depan rumah kosong tersebut. Setelah selesai dengan pekerjaannya dua orang itu pun segera pergi meniggalkan komplek ini. Sebuah klakson dibunyikan sebelum mobil itu menghilang dari pandanganku berbelok ke kiri menuju keluar perumahan. Untuk apa klakson itu? Apa mungkin mereka berdua melihatku yang sedari tadi melihat mereka dari dalam ruang tamu rumahku?

Jika rumah itu akan kembali ditempati pasti sebelumnya sudah ada survei terlebih dahulu oleh sang pembeli atau orang yang ingin menyewanya sebelum menempati rumah tersebut. Entah kapan itu terjadi disitulah aku melewatkannya. Tapi itu tidak berarti apa-apa. Akan ada tetangga baru lagi yang setidaknya akan menambah suara kehidupan di ruang sempit ini. Karena sudah berbulan-bulan sendiri aku jadi sedikit penasaran seperti apa orang yang akan bertetangga denganku nanti? Cerita seperti apa yang akan ia bawa?

Dua hari kemudian setelah kedatangan dua petugas perumahan barulah rumah di sebrang depan rumahku itu kembali mendapat sebuah kunjungan. Kali ini tidak main-main pikirku. Tiga mobil keluarga datang bersamaan. Lebih dari sepuluh orang penumpang yang turun dari tiga mobil itu. Ada yang berperan menjadi bapak dan ibu. Ada yang menjadi anak dari rentan usia anak-anak sampai usia remaja. Ada juga sepasang kakek nenek diantara mereka. Menarik. Siapakah yang akan tinggal? Tidak mungkin mereka semua satu keluarga besar menempati rumah itu. Hari mulai gelap beberapa saat setelah kedatangan mereka. Aku pun meniggalkan keramaian itu. Lebih baik menunggu sampai besok untuk mengetahui siapa saja mereka.

Keesokan harinya seorang kakek terlihat sedang mengutak-atik tanaman-tanaman yang berada di halaman rumah barunya. Berperawakan kurus sepertiku dengan tinggi yang mungkin hampir sama denganku. Sebuah kacamata yang cukup tebal menghiasi wajahnya. Mengenakan celana pendek dan kaos lengan pendek pembawaannya nampak santai. Aku perkirakan usianya mungkin seusia mendiang kedua orangtuaku.

“Selamat pagi pak”, sapaku. Aku yang lebih muda sudah seyogianya berinisiatif untuk mendekat dan memperkenalkan diri.

“Selamat pagi dek”, terdengar suaranya yang masih jelas sesuai dengan penampilannya yang terlihat begitu segar dan sehat.

“Penghuni baru rumah ini pak?”

“Iya dek. Kemarin sore baru sampai.”

“Saya yang tinggal di rumah depan pak”, aku menunjuk rumahku yang berseberangan dengan rumah barunya.

Perkenalan singkat di pagi hari itu rasanya sudah cukup bagiku untuk mengetahui siapa tetangga baruku ini. Kakek nenek yang diantarkan anak-anak dan cucu-cucunya itulah yang menjadi penghuni baru komplek ini. Dari cerita yang aku dapat sebelumnya kakek dan nenek ini tinggal di salah satu rumah anaknya. Tapi dikarenakan kesibukan sang anak dan juga isterinya yang bekerja dari pagi pulang sore menjadikan mereka seakan terabaikan dan juga malah menjadi beban bagi anak dan menantunya. Terlebih lagi cucu-cucunya yang sudah mulai beranjak remaja sudah membutuhkan privasi, beda halnya saat masih kecil yang masih selalu ingin dijaga dan diajak bermain. Alasan itulah yang membuat kakek dan juga nenek untuk mencari hunian baru untuk menikmati masa-masa tua mereka. Tentunya semua itu dilakukan dengan pemberitahuan dan juga perundingan dengan semua anak-anaknya sehingga tidak ada kesalahpahaman di keluarga mereka. Aku sebenarnya tidak bertanya sejauh itu kepada kakek. Tapi entah kenapa dia menceritakannya panjang lebar kepadaku.

“Sebentar saya panggilkan nenek dulu”, kata kakek setelah aku berniat untuk pulang. Aku memang menolak untuk diajak masuk ke rumahnya. Masih terlalu pagi dan juga karena niatku hanya formalitas memperkenalkan diri saja.

“Tidak usah kek malah jadi repot”, kataku melihat kakek berjalan masuk. Aku pun mengikutinya di belakang.

“Soalnya kalau tidak dari dekat nenek sudah tidak dengar”, kakek menjelaskan.

Kakek masuk ke dalam rumah sementara aku tinggal di depan pintu. Kakek memanggil nenek yang terlihat sedang sibuk dengan bingkai foto-foto keluarganya. Sambil menyentuh bahu si nenek kakek itu dengan suara yang sedikit dikeraskan berkata, “Tetangga kita.” Aku perhatikan juga bagaimana ketika si kakek berbicara ia benar-benar mejelaskan artikulasi di mulutnya dan tepat menghadap kepada isterinya. “Ya disuruh masuk ”, jawab si nenek. “Sudah mau pulang”, sahut si kakek.

Nenek berjalan menghampiriku dengan wajah yang begitu sumringah ia menyambut ku. Setelah sedikit berbasa-basi aku pun pamit kepada kedua tetangga baruku ini. Aku pun melakukan apa yang kakek itu perlihatkan padaku ketika berbicara kepada si nenek. “Saya pamit dulu mau ada keperluan”, itulah ucapanku dengan suara yang agak aku keraskan dan artikulasi kedua bibirku yang benar-benar aku perjelas sehingga nenek tidak salah membacanya ketika si nenek masih mencoba untuk menahan ku.

Sore harinya kakek dan nenek itu berkunjung ke rumahku. Sebuah tradisi dalam bertetangga ketika ada seorang pendatang baru memperkenalkan dirinya kepada orang-orang di lingkungan baru mereka. Sebenarnya aku tidak terlalu mengharapkan mereka melakukannya karena aku sudah terlebih dahulu menyambangi mereka. Tapi tentu saja aku menyambut baik etika kedua orang tua itu.

Berjalan sebagaimana mestinya perbincangan diantara kami di sore hari itu. Saling memperkenalkan diri diselingi dengan sedikit gurauan-gurauan supaya tidak menjemukan dan kaku. Ternyata mereka berdua punya latar belakang sebagai seorang pengajar. Keduanya merupakan mantan guru di sekolah menengah atas di sekolah yang sama. Menjadi tidak terlalu heran melihat bagaimana pembawaan mereka. Kakek punya rahasia mengapa ia di saat umur yang sudah mencapai angka 70 tahunan ini masih begitu bugar. Sudah sejak dari dulu ia hanya mengkonsumsi air putih saja dan ia pun selalu menyempatkan berjalan-jalan pagi meski hanya sebentar. Itulah mengapa sang kakek tidak meminum teh yang aku suguhkan. Aku pun menggantinya dengan air putih hangat.

Berbeda dengan si kakek aku punya penilaian sendiri tentang istrinya yaitu si nenek. Ketika bertamu di rumahku aku benar-benar melihat nenek yang berbeda dengan nenek yang kutemui di pagi sebelumnya. Ia tampak gelisah ketika duduk di kursi tamuku dalam perbincangan sore itu. Tidak terlihat lagi wajah sumringah yang ia perlihatkan seperti di pagi tadi. Bahkan kunjungan mereka terkesan harus diselesaikan karena sikap si nenek yang sudah merengek ingin segera pulang dari rumahku. Meski semua itu mereka lakukan dengan cara yang sopan layaknya orang bertamu tapi gelagat-gelagat itu terbaca olehku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!