SEBUAH BUKU

Tidak ada kelemahan pada sebuah sistem yang sempurna yang sudah diberlakukan selama berpuluh-puluh tahun. Yang menjadi sebuah masalah adalah oknum atau pelaku yang terintergrasi dengan sistem tersebut. Aku lebih suka memastikan apa yang akan aku peroleh dengan gerak usahaku sendiri dari pada harus menggantungkan nasib dari sebuah ketidakjelasan sistem yang menunggu dijalankan oleh orang yang kurang mempunyai tanggungjawab dalam tugas yang diembannya.

Beberapa kali aku harus mengalaminya. Menjemput barang kirimanku sendiri yang seharusnya diantar ke rumahku sesuai rentan waktu yang sudah ditentukan. Tapi dikarenakan alasan yang bisa dari A-Z disebutkan maka akan terjadi sebuah keterlambatan. Awalnya tentu saja aku merasa kesal dibuatnya. Tapi setelah berjalannya waktu kupikir untuk apa aku mengeluarkan energi untuk sekedar marah-marah. Alternatif utamanya adalah tidak menggunakan lagi jasa yang bermasalah itu. Dan jika harus terpaksa menggunakannya lagi maka bila ada permasalahan yang serupa lebih baik aku mengambilnya sendiri. Bagaimana aku serta sikap dan perasaan mereka setelah beberapa kali terjadi seperti ini aku sama sekali tidak mempedulikannya. Karena sejatinya urusanku adalah barangku sampai kepadaku.

Karena sudah terbiasa berhadapan dengan situasi seperti ini aku pun jadi seakan sudah tidak bergeming lagi. Bahkan dengan berbesar hati aku melakoninya. Sebuah kutipan lawas mengatakan dibalik sebuah ketidaknyamanan kadang kala akan ada sebuah kejutan yang menyenangkan. Mungkin aku harus berterimakasih dengan orang yang suka menunda pengiriman barang ke rumahku sehingga aku harus berkendara lumayan jauh untuk menghampirinya dan menemui kebetulan di siang itu.

Aku sengaja berangkat dari rumah di atas jam 10 dikarenakan di jam itu para petugas pengirim barang sudah berangkat dengan berbagai macam alamat yang akan mereka tuju. Di gerainya yang terletak di sebuah mall hanya akan menyisakan dua orang petugas saja. Itu artinya lebih sepi dan tidak perlu banyak mendengarkan basa-basi dari mereka.

Karena memang tidak ada keperluan lainnya setelah aku memarkir mobil aku pun langsung saja bergegas masuk melalui pintu depan mall menuju ke lantai dua dimana gerai ekspedisi itu berada. Ketika aku masuk melalui pintu utama mall aku di sambut oleh banner dengan muka yang tampaknya tidak asing bagiku. Aku rasanya pernah melihat ekspresi wajah aneh seperti itu pikirku.

Sama persis seperti perhitunganku aku bisa lolos dari pengambilan barangku dari gerai ekspedisi itu kurang dari lima menit. Bermodalkan mengangguk tersenyum, mengangguk tersenyum, sedikit tertawa kecil semua terlewati begitu saja.

Sebuah kotak berukuran 15x10x15cm kini sudah berada dalam paper bag yang telah aku siapkan dari rumah supaya aku mudah membawanya. Waktu itu rasa-rasanya ingin sekali aku mencicipi salah satu menu mie yang dijual disalah satu tempat makan yang berada di sana. Sudah berkali-kali aku selalu melewati poster yang terpajang di kaca tempatnya berjualan. Kali ini aku memutuskan untuk berhenti dan memesan menu itu.

Aku sedang menunggu mie original dan juga lemon tea yang sudah aku pesan. Aku mengambil sebuah selebaran dari samping meja dimana aku duduk. Yang kuambil bukanlah brosur dari tempat makan itu. Tapi ada selebaran lainnya yang tergeletak begitu saja di atas meja. Selebaran yang sama persis gambarnya dengan banner yang tadi menyambut ku di pintu masuk mall. Aku penasaran apakah aku betul mengenal perempuan di brosur itu atau hanya perasaanku saja.

Beberapa tahun belakangan ini salah satu yang sedang banyak diperbincangkan adalah tentang fenomena indigo. Hampir di semua media ada saja yang menyorotinya. Di acara-acara televisi dijadikan sebuah acara khusus untuk membahas hal-hal semacam ini. Dijadikan tema pembicaraan di radio-radio. Media-media sosial penuh dengan konten-konten seperti ini. Banyak bermunculan narasumber-narasumber baik yang namanya sudah dikenal publik mau pun nama-nama baru yang masih asing.

Seorang anak yang masih duduk di bangku SMA berhasil membuat jagat media menjadikannya viral ketika unggahan cerita yang berdasarkan pengalaman pribadinya mampu menarik jutaan pembaca. Bekerjasama dengan salah satu penerbit ternama gadis itu pun setuju untuk mengangkat kisahnya dijadikan sebuah buku yang akhirnya menjadi sebuah buku best seller. Itulah info yang kudapatkan dari selebaran yang aku ambil.

Setelah memperhatikan wajah di selebaran itu dengan seksama dan membaca siapa nama dari sensasi muda ini barulah aku benar-benar yakin. Ternyata perasaanku tadi bukanlah prasangka saja. Meski aku tidak langsung mengenalinya ternyata memang benar gadis yang sedang viral dengan buku cerita pengalaman mistisnya itu adalah Lisa Amira Putri.

Jika aku belum punya bukunya aku bisa membelinya dengan harga khusus. Aku juga bisa minta tanda tangan dan juga berfoto dengannya. Semua itu bisa aku dapatkan jika aku naik ke lantai empat dan menghadiri acara bedah buku yang akan dimulai pukul 1 siang nanti. Apa iya aku ingin pergi ke sana? Bahkan meminta tanda tangan dan juga berfoto dengan anak ingusan itu. Lucu juga pikirku.

Jawabannya adalah ya. Aku naik ke lantai empat dimana acara itu akan dilaksanakan dan aku juga wajib membeli tiket untuk bisa masuk ke sana. Bahkan aku pun juga membeli bukunya dengan harga potongan tentunya. Hanya untuk berjaga-jaga ku baca jika waktu dimulainya acara mengaret.

Ternyata benar-benar diluar dugaanku. Aku pikir ruangan yang sudah disiapkan akan lengang. Tapi kenyataanya penuh. Didominasi oleh usia-usia remaja bahkan masih ada yang mengenakan seragam sekolahnya. Terdapat juga orang-orang yang sudah terlihat dewasa menghadiri acara ini. Ada yang dengan bangga datang bersama dengan komunitasnya dengan sangat mencolok mengenakan kaos bertuliskan nama komunitas mereka. Sedari tadi aku tidak melihat ada orang tua di sini. Cukup aneh juga rasanya berada di kumpulan ratusan orang yang ditempatkan di area yang sebenarnya terlalu sempit untuk jumlah idealnya.

Aku sengaja duduk di barisan belakang yang dekat dengan pintu keluar sehingga nanti aku bisa cepat keluar ketika acara sudah selesai tanpa harus berdesak-desakan atau pun ditengah-tengah acara nanti jika aku bosan. Dengan bantuan kacamata aku bisa melihat panggung depan dengan begitu jelas.

Rasanya aku tidak perlu untuk membaca bukunya sekarang. Aku lebih tertarik memperhatikan bocah-bocah ini yang begitu antusias dengan apa yang sedang mereka perbincangkan. Tentu saja berkaitan dengan tema yang sama dengan tema acara hari ini.

Setelah urutan acara demi acara akhirnya munculah sosok Lisa yang langsung begitu dielu-elukan. Suara jeritan yang meneriakkan namanya. Ada satu dua suara yang menurutku terlalu berlebihan. Dengan seksama aku memperhatikannya. Ya dia memanglah Lisa anak dari Susi yang dulu pernah tinggal di rumah depan rumahku. Semua orang membisukan mulutnya ketika tiba giliran Lisa untuk menceritakan kisahnya.

“Semua ini berawal dari peristiwa yang menimpa saya pada saat saya berusia 6 tahun.”

“Waktu itu di hari minggu dimana ayah saya libur bekerja.”

“Saya ingat betul waktu itu masih jam 8 pagi ketika saya baru saja mulai menyalakan televisi untuk menonton kartun kesukaan saya. Ayah pamit untuk membeli keperluan motornya yang memang menjadi hobinya. Ayah bilang cuma sebentar jadi aku tak perlu ikut. Tapi waktu itu aku ngotot sampai nangis-nangis ingin ikut sehingga saya pun turut bersamanya.”

“Kata mereka dalam perjalanan menuju toko aksesori motor mobil yang kami tumpangi mengalami kecelakaan. Saya tidak ingat apa-apa. Yang saya tahu saya sudah berada di rumah sakit lengkap dengan infus perban dan juga mama disamping saya.”

“Saya beruntung karena tidak mengalami cidera yang serius. Tapi peristiwa itu meninggalkan trauma yang cukup dalam. Saya menjadi gampang menangis ketika teringat segala sesuatu yang berhubungan dengan almarhum ayah saya. Bahkan saya dan mama sampai harus pindah rumah.”

“Dulu saya sangat sensitif jika harus membicarakan apa yang baru saja saya ceritakan. Barulah ketika saya mulai berani menulisnya di sosial media yang ternyata sangat membantu untuk mengatasi trauma masa lalu saya. Saya juga ingin berterimakasih kepada mama yang selama ini telah sabar dan dialah yang selalu ada untuk menguatkan dan menemani saya di saat-saat sulit.”

“Beberapa hari setelah saya pulang dari rumah sakit kejadian demi kejadian aneh mulai terjadi. Dari mendengar suara-suara yang tidak dapat saya temukan dimana dan siapa sumber suara itu berasal. Hingga akhirnya saya menyadari yang saya lihat adalah makhluk-makhluk yang sejatinya tak kasat mata.”

“Awalnya tidak ada orang yang mempercayai apa yang saya katakan. Bahkan mama sendiri juga mengingkari apa yang saya ceritakan kepadanya. Mama mulai mengundang teman-temanya untuk berbicara pada saya. Sampai pada akhirnya ada teman mama yang memang bisa melihat apa yang juga saya lihat. Mama pun membawa saya ke berbagai tempat orang-orang yang memang sudah ahli dalam urusan ini. Akhirnya setelah sekian waktu berlalu mama pun mulai percaya tentang apa yang saya ceritakan.”

“Sebuah blunder yang saya lakukan di kala itu adalah ketika saya menceritakan keadaan ini kepada teman-teman sekolah. Bukannya tertarik mereka malah menjadikan saya bahan olok-olokan buat mereka.”

Lebih kurang intinya itulah yang disampaikan Lisa tentang bagaimana dia mendapatkan kemampuannya dan juga sedikit cerita tentang masa lalunya yang sengaja dikuburnya. Dari tadi aku memperhatikan ke sana kemari. Aku mencari Susi. Tapi tidak kutemukan juga wujudnya.

Setelah Lisa menyampaikan kisahnya kini giliran sesi tanya jawab tentang buku yang sudah habis terjual ini. Ada beberapa jawaban-jawaban yang terlontar dari mulut Lisa menjawab pertanyaan-pertanyaan penggemarnya yang membuatku tertegun.

“Sosok apa yang pernah kakak temui yang paling menyeramkan”, tanya seorang anak sekolah.

“Sebenarnya saya berharap pertanyaan ini tidak ada yang menanyakannya. Tapi karena sudah ditanyakan baiklah saya akan menjawabnya. Adalah sosok perempuan bergaun hitam dengan muka pucat tanpa bola mata dan senyum yang amat mengerikan. Itu adalah sosok yang tinggal di rumah tetangga saya dulu. Bahkan waktu itu karena energinya yang jahat dan juga sangat gelap saya sama sekali tidak berani untuk mendekatinya. Waktu masih kecil pun saya sama sekali tidak berani untuk masuk ke rumah itu,” jawab Lisa.

“Apakah itu rumah yang terbakar sehingga kakak dan mama memutuskan untuk pindah rumah lagi?”, anak sekolah itu mengajukan pertanyaan lagi.

“Bukan”, Lisa menjawab dengan singkat.

“Dimana lokasinya kak?”, ada seseorang yang nyeletuk bertanya.

“Maaf saya tidak akan menyebutkan dimana lokasinya”, jawab Lisa.

“Selamat sore Lisa. Saya ingin bertanya. Di dalam buku dituliskan bahwa kakak sempat tinggal di rumah kontrakan untuk waktu yang cukup lama meskipun saat itu kakak tahu ada makhluk berenergi negatif yang tinggal di lingkungan itu. Kenapa? Terimakasih”, tanya pengunjung lainnya.

“Selamat sore juga. Terimakasih pertanyaannya”, sapa Lisa sebelum menjawab.

“Karena di sana Lisa bertemu dengan seseorang yang mirip dengan ayah Lisa”, jawab Lisa sambil menunjukkan senyumnya.

“Tidakkah Lisa ingin bertemu dengan seseorang yang mirip dengan ayah Lisa lagi?”, pengunjung itu menyambung jawaban Lisa.

“Pasti. Suatu hari nanti saya akan kembali menemuinya dengan cara mengejutkannya”, jawab Lisa. Sebaiknya tidak usah pakai kejutan pikirku.

“Saya mendengar kabar burung bahwasanya anda fobia dengan kursi berwarna hijau dan enggan untuk mendudukinya. Apakah benar demikian Lisa?”, pertanyaan dari seorang penanya lainnya.

Lisa terkekeh sebelum menjawab pertanyaannya, “Itu tidak benar. Saya hanya memastikan cat kursi itu tidak basah.” Jawaban Lisa membuat audience tertawa.

“Kenapa kucing Lisa diberi nama Rocco? Apa artinya?”, orang seperti apa yang menanyakan nama kucing.

“Rocco seperti nama kucingku saat kecil dulu”, jawab Lisa.

Masih banyak pertanyaan yang lain sebenarnya tapi bagiku itu sangatlah tidak penting. Seperti apa makanan yang Lisa suka, apakah Lisa sudah punya pacar, bagaimana kriteria cowok idaman Lisa dan pertanyaan-pertanyaan konyol lainnya.

Setelah waktu berlalu hampir dua jam akhirnya tibalah di sesi terakhir yakni tanda tangan buku dan juga foto bersama Lisa. Berbondong-bondong orang-orang itu memenuhi antrian. Tentu saja aku lebih memilih untuk langsung pulang meniggalkan keramaian itu. Pembahasan mengenai hak-hal ghaib, makhluk astral dan berbagai macam penyebutannya tadi bukanlah tema pembahasan yang membuatku tertarik. Sama seperti ketidak ketertarikan ku akan tema-tema science fiction dan juga komik.

Tapi apa daya. Meskipun sudah keluar dari acara bedah buku itu aku masih belum bisa langsung pulang. Aku tertahan. Aku harus menghabiskan lebih dari setengah jam untuk bersemedi di dalam toilet mall. Bisa disimpulkan semua itu ulah sambal yang terlalu banyak ketika tadi memakan mie. Sesudah hilang beban di perut aku pun langsung bergegas menuju mobil.

Sesampainya di dalam mobil di parkiran aku tersadar akan sesuatu yang seharusnya kusadari ketika berada di tempat bedah buku tadi. Mau tidak mau aku pun harus kembali masuk ke mall dan naik ke atas. Sesampainya di atas aku berterimakasih kepada pelayan warung makan karena telah menyimpan barangku yang hampir saja aku lupa untuk kubawa pulang. Ya paketan yang kuambil tadi tertinggal di warung mie tempat aku makan siang.

Dalam perjalanan aku masuk kembali ke mall dan naik ke atas aku berpapasan dengan Lisa dan seluruh timnya. Bahkan aku tak ragu kalau aku dan Lisa sempat saling bertatap pandang. Mempunyai kemampuan khusus apanya pikirku. Dia tidak mengenaliku sama sekali. Mungkin karena kesibukannya yang membuatnya lelah menjadikan fokusnya tidaklah tajam. Atau mungkin karena penampilanku yang sudah menyesuaikan dengan umur beserta kacamata dan juga rambut yang sudah mulai beruban sehingga ia sulit untuk mengenaliku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!