Aku memperhatikan kalender berulangkali. Dari tanggal yang sudah ku tandai harusnya tidak ada tamu khusus hari ini. Hari rabu dan jam masih menunjukkan pukul 7.30 pagi. Apakah ada urusan mendadak mengenai kerukunan warga di perumahan ini? Ataukah Lisa tidak masuk sekolah? Ataukah si tua Burhan yang tidak masuk kerja? Aku rasa semua hipotesis itu tidaklah mungkin. Apa yang akan mengujiku kali ini?
Aku membukakan pintu setelah beberapa menit aku mendiamkannya untuk sekedar melihat catatan-catatanku di kalender ada apa di hari ini. Setelah kulihat di hari ini tidak ada jadwal yang ku khususkan barulah aku menerima kedatangan dari orang yang tidak ku kenali ini.
“Selamat pagi mas?”, katanya.
Seorang ibu-ibu bertubuh gemuk berkacamata hitam menyapaku tepat setelah aku membuka pintu. Meskipun sudah terlihat usianya yang tidak muda tapi penampilannya begitu modern layaknya wanita-wanita karir yang baru memasuki usia 30an.
“Boleh saya duduk mas.”
“Oh iya Bu silahkan. Mari masuk”, aku sampai lupa untuk menegur balik karena terlalu larut mengamati penampilan si ibu ini.
Di tempat seperti apa orang ini tinggal? Di udara pagi yang masih sejuk seperti ini dia sudah mengibas-kibaskan kipasnya yang sedari tadi selalu berada digenggaman tangannya. Mungkin karena badannya yang besar menjadikannya cepat berkeringat dan merasa gerah. Terlebih pakaiannya yang bisa dibilang cukup ketat bahkan bisa kubilang sesak. Jika ditelusuri dari kasat mata tentu saja perempuan ini bukan orang biasa-biasa saja. Dari pakaian-pakaian yang dikenakannya jelas bukanlah baju-baju dengan harga standar. Perhiasan-perhiasannya aku yakin bukan hanya hiasan palsu-palsuan belaka. Kipasnya yang terlihat mewah dengan motif-motif gambar dan juga bulu-bulu yang terdapat di pinggir ujungnya yang bahkan aku belum pernah lihat sebelumnya. Terlebih lagi ketika tadi sepintas aku melihat mobil mewah yang terparkir di halaman depan rumahku.
“Jadi begini mas. Sebelumnya perkenalkan nama saya Ibu Karina. Maksud dan tujuan saya kemari adalah. Sudah berapa lama mas tinggal di sini?”
“Saya? 10 tahun Bu”, aku menjawabnya singkat dan asal agar dia segera mengatakan maksud dan tujuannya datang kemari.
“Apa anda kenal dengan Pak Burhan?”
Aku sejenak tampak seperti berpikir ketika dia mengatakan Pak Burhan.
“Maksud bu Karina Pak Burhan yang rumahnya di depan itu?”
“Ya benar sekali. Saya ini istrinya.”
Benar saja dugaanku. Ketika nama Burhan disebut ingatanku langsung memutar perkara kejadian malam itu ketika si tua Burhan menginap di rumahku untuk bersembunyi. Jadi sosok wanita inilah yang malam itu kami intip dan kehadirannya dihindari oleh suaminya sendiri.
“Apakah masnya kenal dengan suami saya?”
“Bisa dibilang hanya sekedar tahu sebagai sesama penghuni komplek saja bu. Bisa dihitung jari saya bertemu dengan suami ibu. Itu juga tidak sempat mengobrol panjang. Paling cuma bertegur sapa saja.”
“Yah memang sejatinya rumah di sini hanya dijadikan olehnya sebagai tempat singgah saja”, istri Pak Burhan membenarkan pernyataan ku.
“Lantas apa yang bisa saya bantu untuk ibu?”, pertanyaanku ini sama sekali tidak bertujuan untuk menunjukkan kepedulian terhadapnya. Aku hanya ingin segera dia pergi karena masih banyak yang harus aku kerjakan.
“Sederhana saja dek. Saya ingin kalau sewaktu suami saya berada di rumah sini tolong segera menghubungi saya. Bisa ya? Masnya tidak usah khawatir. Kalau masnya bisa bantu saya kasih bayaran. Ini kartu nama saya”, ibu itu menaruh kartu namanya di atas meja.
Aku tampak berpikir untuk memberikan jawaban yang tepat yang sebenarnya sudah aku ketahui sejak pertama kali ia masuk ke sini.
“Bukannya saya tidak mau membantu Bu. Bahkan tanpa imbalan pun kalau saya bisa saya pasti dengan rela hati akan membantu. Tapi keseharian saya tidak selalu memungkinkan untuk melakukan apa yang ibu tadi pinta. Sama halnya seperti suami ibu saya pun juga jarang berada di rumah ini.”
Entah dia percaya atau tidak dengan alasanku. Apakah dia meminta tolong padaku karena dia sudah lebih dulu tahu kalau aku seharinya kebanyakan di rumah. Dia juga sama sekali tidak menanyakan tentang penghuni rumah yang satu lagi. Kemungkinan sebelum menemui ku dia sudah terlebih dahulu mencari informasi tentang tempat dan penghuni-penghuni komplek ini. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin menolak saja.
“Saya akan bayar berapa pun yang anda minta”, tegasnya.
“Maaf Bu Karina saya benar-benar tidak bisa menjanjikannya.”
Aku pun kembali menolaknya dengan nada yang tak kalah tegas darinya.
“Baiklah mas. Ini saya tetap tinggalkan nomor saya. Jika suatu saat melihat suami saya sedang di rumah sini bisa hubungi saya.”
Dengan sigapnya ia langsung berdiri dengan bahasa tubuh yang masih kesal karena penolakan ku. Istri Pak Burhan yang bernama Ibu Karina ini berjalan keluar rumah menuju ke mobilnya dan bergegas pergi.
Kunjungan di pagi hari yang sama sekali tidak kuduga dan tidak pula kuharapkan. Satu hal yang kusuka darinya adalah ia sama sekali tidak menyinggung tentang perbuatan-perbuatan suaminya yang menyebabkan ia harus mengintai dan memata-matai suaminya sendiri seperti ini. Aku pun meski sedikitnya tahu tidak juga menanyakannya yang nantinya hanya akan menambah waktu kunjungannya saja. Tapi selain itu semuanya benar-benar tidaklah mempunyai etika sama sekali. Meski dia melakukannya dengan mencoba bersikap baik di awal pembicaraan tapi setelahnya semua perkataan dan sikapnya benar-benar mencerminkan wataknya yang dominan untuk mengendalikan apa saja yang berada di dekatnya. Mungkin ini lantaran kebiasaannya menjadi seorang tuan. Tapi bukankah dia datang padaku untuk meminta tolong. Mungkin dia lupa kalau aku bukan salah satu dari anak buahnya. Bahkan wanita itu tidak menanyakan nama dan juga kesedihanku untuk membantunya.
Baik Pak Burhan maupun Bu Karina mempunyai kesamaan dalam hal tergesa-gesa dan rasa ingin menguasai lawan bicaranya. Bedanya Pak Burhan melakukannya dengan halus. Sementara istrinya seperti terkesan terburu-buru dan mengintimidasi. Mungkin itu karena permasalahan tentang suaminya yang sedang di alaminya sehingga ia nampak begitu berapi-api. Tidak heran juga jika si tua Burhan lebih memilih melarikan diri darinya.
Sebuah kartu nama disertai dengan nomor telephone ditinggalkannya. Aku akan menyimpannya untuk berjaga-jaga. Tapi tidak untuk melakukan apa yang diperintahkan olehnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments