20. Bisakah Kau Menginap?

Lumatan itu berubah menjadi sentuhan yang panas. Kedua insan itu akhirnya kembali membakar hasrat mereka disana. Diatas sofa yang cukup sering menjadi saksi percintaan keduanya.

Percintaan singkat itu diakhiri dengan ciuman penuh kasih sayang pada kening wanitanya. Devan membawa tubuh itu dalam dekapan hangatnya dan hendak memejamkan mata.

Namun baru beberapa detik terpejem, matanya kembali terbuka dan melirik jam dinding. Seperti biasa, saat menghabiskan waktu dengan istri pertamanya dia akan lupa dunia.

Devan sudah janji pada Beverly akan pulang malam ini. Sehingga perlahan tanpa ingin membangunkan istrinya ia melepas dekapan mereka. Menyelimuti Kinan sampai ke batas dada.

Lantas pria itu memungut dan mengenakan pakaiannya yang tercecer.

Namun sebuah tangan menahannya yang akan beranjak darisana. Devan menoleh dan mendapati istrinya yang sudah membuka mata.

"Kau mau kemana, kak?" Suara parau Kinan.

Devan mengurungkan niatnya yang akan beranjak, ia kembali duduk di sebelah perempuan itu.

"Aku akan pulang."

Kinan bangkit dan mendekap pria yang sudah berpakaian itu. Sementara dia masih polos tanpa sehelai benang pun. Ia menduselkan wajahnya pada dada pria itu.

Kinan teringat perkataan Vivi, membuatnya enggan sekali ditinggal. Mereka baru bertemu setelah lima hari tak berjumpa dan dia masih ingin menghabiskan waktu bersama suaminya tersebut.

Kinan memainkan tangannya pada dada pria itu membuat pola abstrak, sementara Dev menangkap kegundahan di wajah wanitanya.

"Kenapa?" Tanya pria itu lembut.

"Bisakah kau tinggal malam ini? Menginap disini?" Tanyanya sambil mendekap pria itu lebih erat.

"Kenapa, kau masih rindu padaku?"

Kinan menahan tangan liar suaminya. "Aku ingin tidur denganmu malam ini, Kak. Kita sudah beberapa hari tidak bertemu."

"Bisakan?" Ulang Kinan

"Sayang, kau tahukan aku sangat mencintaimu." Kinan mengangguk.

"Aku sangat ingin tinggal disini, tapi malam ini aku sudah janji padanya akan pulang."

Kinan menunduk, entah kenapa ia tak puas dengan jawaban itu. Ia kecewa karena keinginan nya tak dituruti. Tapi Kinan juga tahu kalau Devan adalah tipe pria yang memegang ucapannya. Namun lagi - lagi perkataan Vivi berputar di kepalanya.

Kinan bangkit dari sofa. Memungut pakaian yang tercecer dan segera memakainya.

"Aku mengerti. Pulanglah, aku akan tidur sendiri saja malam ini."

Kinan berjalan cepat memasuki kamar dan langsung mengunci pintunya. Perempuan itu menyandarkan tubuhnya pada daun pintu dan mengusap pipinya yang basah. Entah mengapa perasaannya menjadi sensitif belakangan ini, padahal beberapa saat tadi ia begitu bahagia dan berpikir kalau dia adalah prioritas bagi Devan. Tapi sekarang Kinan merasa seperti pelampiasan saja, yang hanya didatangi ketika pria itu butuh pelepasan.

"Sayang" Panggilnya seraya melangkah menuju kamar mereka. Saat Devan akan memutar knop pintu, ternyata terkunci. Pria itu mengusap wajahnya, sadar kalau wanitanya sedang marah.

"Kay, buka pintunya." Ucapnya lembut.

Tetap tak ada sahutan dari dalam membuat pria itu kembali bersuara.

"Ayo selesaikan baik - baik, jangan mengunci pintu seperti ini. Biarkan aku masuk." Bujuknya lagi.

"Aku tidak apa - apa kak, kau pulanglah Nona Beverly pasti sudah menunggu." Suara perempuan itu lirih seperti hendak menangis.

Devan menghela napas dan terus membujuk istrinya agar mau membuka pintu untuknya. Menghadapi dua wanita ternyata sangat rumit dan membuat kepala pening. Jika bisa mengulang waktu, Devan tidak akan mau berada dalam posisi seperti ini.

****

Sementara itu di rumah Beverly, wanita yang tengah bersandar diatas ranjang itu meremat ponselnya dengan perasaan kesal. Sebab ia berusaha menghubungi Devan berkali - kali tapi tidak diangkat oleh suaminya tersebut.

Untung saja disana masih ada Brianna yang datang beberapa jam yang lalu. Adiknya itu berusaha menenangkan dirinya yang sudah naik pitam.

"Ini tidak bisa dibiarkan Ann! Aku tidak mau kehilangan Devan, tidak akan!" Pekik perempuan tersebut.

"Aku tahu kak, kau sudah mengatakan itu berulang kali." Balas Brianna yang sudah jengah karena sejak satu jam yang lalu kakaknya itu terus mengatakan hal yang sama.

"Bantu aku Ann, aku tidak mau kalah dengan ja lang itu! Aku harus membuat Devan jatuh cinta padaku."

Beverly marah besar karena Devan tak kunjung pulang dan ia yakin sekali kalau suaminya mengunjungi perempuan penggoda itu.

"Selama ini aku sudah cukup sabar menghadapi ja lang itu! Aku akan memberi dia pelajaran." Geram Beverly.

"Apa yang akan kau lakukan?"

Beverly beralih menatap adiknya yang duduk di sofa, tatapan yang masih diliputi amarah.

"Ann, kau punya kenalan preman kan? Hubungi mereka, aku punya rencana."

Brianna yang tengah mengunyah apel itu berdecak dan menggeleng.

"Apa yang kau rencanakan? Membayar preman untuk mencelakai jalang itu, rencana yang bodoh sekali."

Mata Beverly mendelik menatap adiknya.

"Kalau kau mau balas dendam pada perempuan itu, bukan begitu caranya. Kalau kau mencelakai dia, kak Devan akan segera tahu siapa dalangnya. Dan dia akan membencimu. Bahkan mungkin menceraikan mu."

"Mustahil Devan menceraikan aku, Anderson Group butuh bantuan perusahaan ayah untuk proyek besar mereka."

"Ya, mungkin kalian tidak akam bercerai dalam waktu dekat. Tapi apa kau bisa menjamin lima tahun kedepan Devan masih jadi suamimu?"

Pertanyaan Brianna membuat perempuan itu berpikir keras. Ia menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Untuk mendapatkan solusi atas masalahnya, ia harus berpikir dengan tenang.

Keheningan terjadi beberapa saat sampai Beverly kembali buka suara.

" Ann, apa kau tahu apa yang bisa membuat suami tidak bisa jauh dengan istrinya?"

"S*x" ucap Brianna blak - blakan

"Pria tidak akan bisa jauh dari perempuan kalau kebutuhan biologis nya terpenuhi."

"Selain itu?"

"Bayi."

"Pria yang penyayang pada keluarga akan senang jika punya bayi dari istrinya."

"Aku punya ide, Ann."

"Jangan katakan kalau itu hanya rencana bodoh untuk mencelakai jalang itu."

"Tidak, bukan itu."

"Aku ada rencana yang lebih baik."

"Apa itu?"

"Aku akan hamil. Seperti yang kau katakan, Devan adalah pria yang sayang keluarga. Aku yakin ketika aku hamil anaknya, maka dia akan mulai membuka hatinya padaku."

"Apa kau sudah gila, Kak?" Balas Brianna, menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Banyak sekali ide bodoh dari kakaknya itu.

"Jo!" Panggil perempuan itu saat melihat bodyguard nya tersebut memasuki ruangan.

"Ya, Nona." Jawab lelaki itu dengan sopan.

"Lakukan sesuatu agar Devan pulang sekarang juga, apapun itu!" Perintah Beverly yang sangat yakin kalau bodyguard nya tersebut mampu mewujudkan keinginannya.

"Apa yang harus saya lakukan?" Balas Jo dengan raut datar.

Beverly mengusap wajahnya dengan frustasi, ia juga bingung cara apa yang bisa digunakan untuk membuat Devan pulang. Saat ini di kepalanya tidak ada ide apapun.

"Aku percaya padamu, Jo. Lakukan apapun yang kau bisa." Pasrahnya kemudian.

"Saya akan melakukan yang terbaik, tapi saya tidak janji bisa membuat Tuan Devan pulang sekarang juga."

Setelah berucap begitu lelaki tersebut segera berbalik dan berlalu darisana dengan raut wajah yang sulit ditebak. Jo akan melakukan hal yang menurutnya terbaik untuk Nona Beverly, ia tidak mau melihat perempuan itu terus terluka. Dan Jo sadar mengejar cinta Tuan Devan hanya akan membuat perempuan tersebut kecewa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!