16. Pura - Pura

Hari kedua Beverly di rawat di rumah sakit. Tepat hari minggu, Devan yang biasanya akan menghabiskan waktu dengan istri pertamanya, kini harus menjaga Beverly selama 24 jam di rumah sakit.

Sebab kondisi wanita itu kian memburuk saja, tadi malam bahkan demamnya mencapai titik tertinggi.

Melihat kondisi perempuan itu sangat memprihatinkan, membuat Devan iba. Ingin ia menghubungi keluarga Beverly tapi perempuan itu melarang. Takut membuat ayah dan ibunya cemas.

Namun Beverly hanya mengijinkan Devan untuk memberitahu adiknya saja.

"Adikmu bilang dia akan datang beberapa jam lagi." Ucap pria itu yang tengah duduk di sofa seraya membuka laptopnya. Kerja dari jarak jauh. Walaupun ini adalah weekend tapi tetap saja bagi seorang pemimpin seperti dia waktu adalah segalanya.

Beverly yang berbaring diatas ranjang pasien mengulum senyum. Memperhatikan suaminya yang beberapa saat ke belakang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menjaganya yang tengah sakit.

Kalau seperti ini, Beverly rela sakit terus. Asalkan Devan selalu bersamanya dan tidak menemui wanita itu.

"Terimakasih, Dev." Ujar wanita itu tersenyum lembut. Devan hanya mengangguk kecil.

Mata Beverly beralih kearah makanan yang diantarkan perawat beberapa saat lalu. Devan menyadari hal itu.

"Kau ingin makan?" Tanyanya dan Beverly mengangguk cepat.

Sebelum beranjak dari sofa, pria itu melihat jam pada pergelangan tangannya. Ini juga sudah waktunya perempuan itu meminum obat.

Dev menuju nakas dan meraih piring itu. Membantu Bev untuk duduk. Ia menyodorkan piring berisi menu sehat itu padanya.

"Dev, bisakah kau menyuapiku?" Bertanya penuh harap.

Senyum Beverly terukir pada bibir pucatnya ketika pria itu mengangguk kecil dan mulai menyuapinya.

"Aku senang kau perhatian padaku." Celetuk Beverly di sela - sela suapan.

"Makanlah."

****

"Kak, apa Beverly sudah sembuh?" Tanya Kinan pada sambungan telepon setelah beberapa saat yang lalu ia mencoba menghubungi sang suami.

"Belum, kondisinya malah semakin buruk semalam." Jawab Devan yang kala itu masih sibuk dengan laptopnya.

"Semoga dia cepat sembuh, ya."

"Semoga saja."

"Siapa yang menjaganya disana? Apa mama Aisha ada disana?" Tanya Kinan lagi yang penasaran, ingin tahu apakah mereka hanya berduaan disana atau ada orang lain.

"Tidak, hanya aku."

Kinan terdiam, entah mengapa ada rasa asing yang hinggap di hatinya. Mengetahui suaminya hanya berdua disana dengan Beverly membuatnya cemburu, Kinan rasa normal kalau seorang wanita merasa cemburu suaminya dekat dengan perempuan lain. Tapi masalahnya ia tidak bisa marah pada Devan karena apa yang dilakukan pria itu tidak salah.

"Hanya kau?"

"Beverly melarangku memberitahu orang tuanya. Atau bahkan mama Aisha. Karena takut mereka akan khawatir. Jadi hanya aku yang disini." Jawab pria itu yang belum sadar akan kecemburuan sang istri.

Kebungkaman terjadi diantara keduanya selama beberapa saat sebab Kinan tak tahu respon apa yang harus ia berikan.

"Kenapa kau diam?" Tanya Devan lagi.

"Sepertinya dia hanya ingin menghabiskan waktu denganmu saja kak." Cicit perempuan itu dengan sendu.

"Kau cemburu?"

"Memangnya salah kalau aku cemburu?" Cebik perempuan itu yang agak kesal karena Devan seolah bersikap biasa saja padahal tahu ia tengah menaruh cemburu.

"Baiklah, aku akan datang sore ini. Siapkan menu favoritku." Putus lelaki itu kemudian yang sontak membuat mata Kinan berbinar bahagia.

"Benarkah?" Tanya wanita itu kegirangan.

"Iya sayang, aku akan datang "

"Baiklah sayang, aku akan menunggumu." Ujarnya lalu menutup panggilan itu, lantas Kinan segera menyiapkan apa yang diminta suaminya dan berlari menuju dapur.

***

"Kau mau kemana, Dev?" Beverly yang tengah berbaring diatas brankar mendongak dan melihat suaminya yang nampak bersiap - siap untuk keluar dari ruangan tersebut.

"Aku ada urusan sebentar." Jawab pria itu seraya membereskan beberapa barang dan laptop yang berserakan diatas meja.

"Kau akan menemui wanita itu, kan?" Tebak Beverly dengan wajah datarnya walau dalam hati ia dongkol setengah mati karena Devan tetap mengingat perempuan penggoda itu padahal ia yang merupakan istri sahnya sedang sakit.

"Tidak apa, pergilah. Aku akan disini bersama Brianna. Sebentar lagi dia akan kembali dari kantin." Sambung perempuan itu tanpa menunggu jawaban dari sang suami.

Devan hanya menghela napas dalam, berada diantara dua wanita selalu membuatnya pusing.

"Aku pergi."

Perempuan yang tengah berbaring itu menatap kepergian suaminya dengan senyum kecut, sepertinya ia harus berusaha ekstra untuk merebut seluruh perhatian pria tersebut.

***

Devan yang saat itu tengah mengemudikan mobilnya dan dalam perjalanan ke rumah istri pertamanya, mendadak ponsel canggih miliknya berdering pelan. Lantas ia menjawab panggilan itu dan menyalakan speaker.

"Kak!" Suara panik Brianna, adik Beverly langsung terdengar memekikan telinga.

"Ada apa, An?" sahut pria itu santai.

"Itu, kak Beverly muntah - muntah lagi kak. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan." Ucap Brianna dengan sangat panik.

"Panggilah perawat atau dokter." Jawab Devan yang masih fokus mengendarai mobilnya.

"Sudah kak."

"Apa kau sudah jauh? Kalau belum kembalilah kemari. Kak Beverly sampai pingsan tadi. Kumohon kak aku takut terjadi sesuatu padanya." Mohon Brianna.

Lagi - lagi Devan menghela napas dalam, sebenarnya lima menit lagi dia akan sampai di rumah Kinan dan bisa bertemu perempuan yang begitu ia rindukan selama dua hari ini. Namun ia juga iba pada Beverly karena ia pikir mungkin saja wanita itu sakit karena shock mengetahui hubungannya dengan Kinan.

Sementara itu di rumah sakit Beverly dan Brianna saling pandang, lalu bersamaan tersenyum puas sebab Devan memutuskan untuk kembali ke rumah sakit.

"Kerja bagus, An." Puji Beverly.

Lalu kedua bersaudara itu menatap pada seorang perawat yang dari tadi hanya berdiri diam memerhatikan mereka.

Ya, tadi Beverly memang sempat muntah lagi dan Brianna segera memanggil perawat, namun kondisinya tidak separah yang dikatakan Brianna apalagi sampai pingsan.

"Katakan pada pria yang akan datang kalau kakakku semakin parah ya." Brianna menghampiri perawat wanita tersebut yang sejak tadi menatap mereka dengan pandangan aneh namun keduanya tak menyadari hal itu sebab terlalu sibuk menelpon Devan.

"Maaf Nona, itu tidak benar. Saya tidak bisa berbohong tentang kondisi pasien." Tegas perawat tersebut.

Brianna mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Tangan Brianna menyodorkan sebuah amplop coklat pada perawat tersebut. Ia yakin dengan setumpuk uang orang akan bersedia melakukan apapun untuknya.

"Ini terimalah, katakan pada kak Devan kalau dia harus selalu menjaga kakakku kalau mau istrinya cepat sembuh."

"Maaf Nona, saya permisi." Ujarnya lalu berlalu darisana tanpa mengambil sepeserpun dari uang tersebut.

Brianna menoleh pada kakaknya dan menaikan salah satu alisnya.

"Aneh sekali orang itu kak, diberi yang cuma - cuma malah menolak."

"Sudahlah, lebih baik kita pikirkan strategi selanjutnya agar Devan tidak menemui perempuan penggoda itu lagi." Ujar Beverly.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!