Jam menunjukkan pukul 3 pagi, mata Beverly saat itu sudah terjaga. Ia memandang punggung lebar suaminya yang tidur miring ke samping. Beverly mendekat dan mengelus lembut punggung itu. Lalu semakin merapatkan tubuhnya hingga kini tubuh kekar itu ia peluk dari belakang. Tangan Beverly terus bergerilya hingga sang pemilik tubuh mengerjapkan mata perlahan.
Devan melirik tangan yang bertengger di perutnya dan tersenyum simpul. Dipikirnya itu adalah tangan Kinan. Hingga dengan nyawa yang masih belum terkumpul ia menarik tangan itu, bersamaan dengan tubuhnya yang berganti posisi ia membuat tubuh perempuan tersebut berbaring diatasnya.
Dev sontak terkejut saat sadar siapa yang ada diatas tubuhnya. Ternyata bukan Kinan. Tapi dia masih mengontrol raut wajahnya yang datar.
Jangan ditanya lagi seperti apa perasaan Beverly saat ini. Overthinking nya semalam langsung lenyap, ia begitu berbunga-bunga saat Devan bersikap romantis seperti sekarang.
Tak ingin menyiakan kesempatan, Beverly pun mengikis jarak dan melumat bibir pria itu. Ia berganti posisi menjadi duduk diatas perut penuh otot tersebut.
Setelah beberapa saat bertaut, Devan menyudahi ciuman itu. Entah mengapa rasanya selalu aneh saat ia melakukan hal ini dengan istri keduanya. Seperti tak ada gairah dalam dirinya.
Beverly mengerutkan dahinya, menyadari perubahan sikap Devan. Ia mengelus lembut dada pria itu dan berbicara pelan.
“Dev, bukannya aku menuntut. Tapi selama enam bulan menikah kita jarang sekali melakukannya.”
Mendengar hal itu, Devan menjadi sadar kalau ia juga suami Beverly. Akhirnya saat sinar mentari belum tampak, kedua insan itu melakukan apa yang sudah diidamkan Beverly sejak semalam.
Beverly sungguh bahagia karena keinginannya semalam sudah terpenuhi. Pagi itu ia menyiapkan makanan untuk Devan, hanya roti saja sebab ia tak sempat memasak. Karena terburu-buru, Devan melahap roti itu tanpa banyak kata.
Saat berada dalam mobil yang melaju ke Anderson Group, Devan menyempatkan diri menghubungi istri pertamanya.
“Halo, kak. Kau akan datang pagi ini? Aku akan siapkan makanan kesukaanmu.”
“Maaf, sayang. Aku ada meeting penting sekali pagi ini. Aku tidak bisa datang. Nanti malam aku datang, buatkan seafood kesukaanku.”
“Baik, kak. Selamat bekerja.”
Devan mengakhiri panggilan mereka. Di seberang sana Kinan tersenyum bahagia, suaminya selalu menyempatkan diri memberi kabar meski sedang dalam keadaan terburu-buru.
Sementara di rumah Beverly, perempuan berambut pirang itu menuju tumpukan baju kotor. Tangannya mengacak tumpukan itu, mencari kemeja yang digunakan Devan semalam. Tak dapat dipungkiri ia masih curiga dengan tanda di tubuh suaminya. Awalnya Beverly kecewa saat tak menemukan apa pun. Namun setelah ia mendekatkan kemeja itu dan memerhatikan lebih dalam, Beverly menemukan sehelai rambut panjang yang ia yakini bukan milik Devan.
Masih memegang kemeja bekas suaminya, wanita itu berkaca-kaca. Diraihnya ponsel miliknya dari dalam saku dan menghubungi seseorang.
“Jo, aku punya tugas untukmu.”
Dengan tatapan tajamnya, Beverly menggenggam pakaian itu erat. Tidak, tidak akan ia biarkan wanita mana pun merusak rumah tangganya dan merebut Devan darinya. Siapa pun itu pasti akan ia singkirkan.
“Kak, meeting hari ini berjalan dengan baik. Aku yakin kita akan memenangkan tender kali ini.” Krystal menyejajarkan langkahnya dengan Devan.
Krystal adalah adik kedua Devan sekaligus menjabat sebagai sekretarisnya.
“Kau benar, kita harus memenangkan tender kali ini. Daddy sangat terobsesi dengan proyek kali ini, selain menguntungkan perusahaan tapi kita juga akan mendapatkan atensi dari pemerintah.”
“Iya kak.” Krystal paham, kalau daddy sudah terobsesi dengan apa pun itu, maka kakak sulungnya tersebut akan melakukan segala cara untuk mewujudkannya.
“Krystal.”
“Ya, kak?”
“Suruh Atlas mengawasi Kenny, dia terdengar mencurigakan saat aku meneleponnya tadi pagi. Aku yakin ada yang dia rencanakan.”
“Kenapa merepotkan Atlas terus kak? Cobalah memberi kepercayaan pada Kenny juga. Dia akan makin memberontak kalau dikekang seperti ini.”
“Aku belum bisa mempercayai gadis nakal itu.”
Devan menutup laptop yang selalu menemaninya. Dari pagi hingga malam. Bisa dikatakan benda itu menghabiskan waktu lebih banyak dengan dia daripada keluarganya.
Pria itu tampak memijat pelan pangkal hidungnya. Ambisi untuk mendapatkan proyek besar kali ini sungguh memeras otaknya dalam berpikir. Ia butuh istirahat sejenak untuk mendinginkan pikiran. Dan hanya ada satu orang yang bisa mengembalikan moodnya hari ini.
“Kau dimana?” Tanya Devan saat panggilan itu terhubung.
“Aku di mall dengan Vivi, kak. Apa kau mau kubelikan sesuatu?”
“Tidak, aku hanya ingin mendengar suaramu. Teruslah bicara.”
Kinan di seberang sana terpaksa menjeda kegiatannya yang sedang makan di sebuah restoran. Ia paham kalau suaminya sedang lelah, pasti akan kembali semangat setelah menghubungi dirinya. Hingga ia terus berbicara tentang apa yang dilakukannya bersama Vivi hari ini. Sampai Devan merasa cukup dan mengakhiri panggilan itu.
Langkah kaki Kennyra mengendap-endap saat melewati area parkir. Ia tahu kalau kakaknya akan mengirim Atlas untuk menjemputnya, sedangkan dia sudah ada janji untuk bertemu Brandon hari ini.
“Aku tidak boleh ketahuan, pokoknya kali ini harus berhasil.” Gumamnya pada diri sendiri sambil melihat kanan kiri. Kennya menggunakan topi untuk menutupi wajahnya.
“Apanya yang berhasil?”
Kenny mendelik dan seolah jantungnya berhenti sejenak. Ia menoleh pelan ke belakang dan menemukan wajah lelaki yang menatapnya datar.
“Hehe, kak Atlas.” Sapanya kikuk, mulai memikirkan alasan agar ia bisa kabur.
“Ayo pulang.”
“Ehm, aku masih ada kerja kelompok dengan temanku, kak.” Elaknya.
“Sejak kapan kau pernah mengerjakan tugas?” Pria itu melipat tangannya di dada dan menatap gadis itu tak percaya.
“Eh, jangan sembarangan ya. Aku sekarang mau berubah jadi anak rajin agar tidak merepotkan kak Devan terus.”
“Baik, aku tunggu disini. Cepatlah kembali.”
Kenny tersenyum puas dalam hati, sepertinya rencananya kali ini akan lancar.
Dari mulai pukul sembilan pagi hingga hari mulai siang, Kinan dan sahabatnya mengitari hampir seluruh mall. Kaki wanita memang ajaib, sudah berjalan berjam jam tapi tidak juga ada kata lelah bagi mereka.
Sebab kedua wanita itu menghabiskan banyak waktu bersenang-senang.
Kinan belum bekerja sejak satu tahun lalu setelah ia tiba di Amerika. Dulunya ia bekerja pada sebuah butik milik temannya saat masih ada di negara kelahirannya. Tapi sekarang, ia hanya menganggur sebab Devan pun melarangnya bekerja.
“Biar aku yang bayar, sebagai ganti karena aku tidak datang kemarin.” Saat di kasir, Kinan menawarkan untuk membayar seluruh belanjaan keduanya. Perempuan itu mengeluarkan black card dari dompetnya yang sontak membuat mata Vivi berbinar.
“Wow, kau punya kartu itu?” Tanyanya takjub, karena selama ini tak pernah melihat Kinan mengeluarkan kartu sakti tanpa batas itu.
“Kak Devan memberikannya bulan lalu.”
“Wah wah dia royal sekali. Beda dengan pacarku yang pelit itu.”
Selesai membayar seluruh belanjaan mereka, Kinan dan Vivi memutuskan makan di sebuah restoran Jepang.
“Aku harus segera pulang Vi, suamiku akan berkunjung.” Ucap Kinan seraya memasukan sushi kedalam mulutnya.
“Aku bingung, kamu kan istri pertamanya, seharusnya dia tinggal denganmu lah. Tapi ini, dia malah mengunjungimu setiap pagi dan sore lalu malamnya kembali ke rumah istri kedua. Aneh.”
“Sudahlah Vi, berapa kali kita membahas ini. Aku tidak keberatan kak Devan tinggal disana dan hanya berkunjung saat pagi dan sore. Setidaknya dia bisa membagi waktu dengan adil.” Sanggah wanita itu membela sang suami.
“Adil? ck ck, sadar Kinan, dia paling mengunjungimu hanya beberapa jam, bermesraan denganmu lalu melampiaskan hasratnya saja. Tapi dia tetap tinggal dengan istri keduanya. Itu yang namanya adil?” Ucap Vivi menggebu-gebu.
Kinan urung memasukkan sushi kedalam mulutnya, ia menatap intens temannya tersebut.
“Vi, yang dunia tahu istri Devan adalah nona Beverly, bukan aku. Dan aku juga tahu kalau kak Devan tidak mencintai nona Beverly.”
“Ya ya aku tahu, tapi cinta bisa tumbuh karena terbiasa kan? Ingat pepatah yang diucapkan kakekku?”
“Dengarkanlah perkataanku kalau kau tidak mau menyesal. Jangan biarkan Devan menghabiskan waktu lebih banyak dengan ulat bulu itu daripada denganmu, atau kau akan kehilangan cinta suamimu.”
Kinan tak punya sanggahan lagi untuk pernyataan panjang lebar sahabatnya. Perempuan itu bungkam dan fokus menghabiskan makanannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments