15. Abang pertama

Setelah Devon melakukan penyekapan terhadap Amora, di sering diam dan melamun memikirkan ucapan Amora.

Cintanya kepada istrinya membutakan mata Devon untuk membenci darah dagingnya, sedari ia lahir.

Amora kecil yang tak mengerti apapun, dia harus merasakan kejamnya dunia di mana ia tak pernah di anggap oleh keluargan besarnya.

Tuan Devon menangis di hadapan foto istrinya yang berada dalam kamar miliknya.

"Maafkan aku sayang tak melakukan wasiat terakhirmu, untuk selalu menyayangi putri kita," ucapnya lirih.

Ia mengingat pesan terakhir istrinya.

Anak dalam kandunganku perempuan di pasti sangat mirip dan cantik seperti diriku, jika suatu saat aku di panggil tuan terlebih dahulu, sayangi dia Devon karena dia tak bersalah.

Aku sudah lama mengidap penyakit kanker hati dan jantung ku juga lemah.

Devon mengacak rambutnya frustasi, ia melanggar janjinya dengan almarhumah istrinya.

BRAK

Dobrakan keras membuat Devon menatap tajam siapa yang berani masuk kamarnya tanpa izin.

Iya melihat putra sulungnya yang dengan wajah merah padam, ia berjalan ke arahnya.

BUGH

Axel memukul keras rahang papanya.

"Jika kau tak mau mengakuinya sebagai anak, kau tak perlu menyiksanya lagi, apa belum cukup kau memberi penderitaan padannya," ucapnya Axel marah.

Axel yang belum sempat bertemu dengan adik kecilnya, karena mengurus beberapa kantor cabangnya yang sedang ada masalah.

Namun orang yang sengaja ia suruh untuk menjaga Amora dari jauh memberinya kabar jika adiknya di culik oleh orang-orang suruhan Papanya sendiri.

"Banyak orang mengatakan cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya, namun menurutku semua itu salah." ucapnya dingin.

"Kau, penyebab semua luka anak perempuanmu sendiri," ucapnya lalu berbalik melihat keterdiaman papanya.

"Jaga anak pungutmu itu, jika sekali saja ia mengusik adikku! jangan salahkan aku jika aku berbuat nekat padanya!" peringatnya.

Devon yang sedari tadi diam ia merasa bersalah dengan anak yang di telantarkannya, namun saat anak sulungnya menyebut Alena anak pungut ia sangat marah.

"Jaga bicaramu Axel! Alena gadis polos jangan kau menyamakan dia dengan gadis pembawa sial itu!" sarkasnya dengan rahang mengeras.

Katakan saja Devon buta akan kasih sayangnya kepada Alena.

Axel tersenyum miring mendengar itu.

"Kau memang papa terbodoh yang aku kenal, kau terlalu naif gadis polos, cih." desis Axel sambil berjalan keluar dari kamar papanya.

Devon yang tersulut emosi mengikuti anak pertamanya itu.

"Apa maksudmu mengatai papamu sendiri bodohnya, Hah!" bentaknya.

"Memang kenyataannya seperti itu, kau tak bisa mengenali sifat dia dan anakmu sendiri, jadi bersenang-senanglah bersama anak kesayanganmu itu," ucapnya serasa berjalan menuruni tangga.

"Jika sudah saatnya aku akan mengungkap kebenarannya dan boom, semua berakhir.

Kau akan menyesal saat itu juga," ucap Axel sambil tersenyum miring ke arah papnya.

Setelah melampiaskan kekesalannya pada papanya Axel pergi dari rumah terkutuk itu.

Ia ingin segera menemui Amora gara-gara penghianat dalam perusahannya membuat ia menunda pertemuannya dengan sang adik.

Sedangkan di sisi Devon ia masih merenung memikirkan ucapan anak sulungnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di sisi Amora ia hanya berdiam diri di balkon kamarnya, setelah pertemuan pertama dengan papa pemilik raga yang ia tempati.

Amora sedari tadi mengumpati pria yang menjadi papanya itu.

"Ck, dasar pria tua kurang ajar, anak orang lain di belai giliran anak sendiri di abaikan," ucapnya dia berdecih sinis.

Amora tersenyum devilnya.

"Baiklah jika itu mau kalian, jangan salahkan aku jika membuat kalian sangat menyesal." ucapnya menyeringai.

Jika keluarganya tak menganggapnya, Amora akan bersikap seperti orang asing jika bertemu dengan mereka.

Bukankah itu adil, apa dia boleh jahat dalam hati.

Suara ketukan keras membuat kekesalan Amora meredam, ia menuju ke arah pintu.

"Ada apa, Bik?" tanyanya saat melihat pelayan rumahnya berdiri di ambang pintu.

"Maaf, Non. Ada seorang pria menunggu Non, di ruang tamu." ujarnya.

Amora mengangguk. "Siapa, Bik?" tanyanya heran.

Karena dia tak memiliki teman pria, selain Ethan namun pria itu tak pernah masuk ke rumahnya.

"Saya tidak tau, Non." ucapnya.

"Baiklah bik, ayok kita temui kasihan kalau menunggu lama," ucap Amora sambil berjalan turun dan di ikuti Bik Imah.

Tuk

Tuk

Amora turun saat di ujung tangga dahi Amora mengkerut saat melihat pria dewasa berumur sekitar 28 tahun, Amora akui dia tampan.

Amora berjalan mendekat ke arah sofa yang di tempati pria itu.

"Ehem, maaf sudah menunggu lama," ujarnya.

Membuat pria itu langsung mendogakan kepalanya.

Deg

Wajah itu wajah yang amat mirip dengan mamanya, ya pria itu adalah Axel ia ingin menemui Amora segera.

Axel langsung berdiri memeluk Amora erat, tak perduli wajah heran Amora.

"Maafin Abang, Dek. Abang jahat meninggalkanmu di rumah itu, maafkan Abang Dek," ucapnya sambil terus mintak maaf.

Amora yang sedari tadi hanya diam, sekarang ia faham pria yang memeluknya adalah Abang pemilik raga ini.

Amora mengingat Alurnya lagi, bukankah Abang Amora cuma Abang kembar.

Kenapa sekarang ada Abang lagi fikirnya, Amora mengenyahkan fikirannya dulu.

Amora tersenyum smirk waktunya berakting.

"Lepas!" titahnya dingin.

Axel mau tak mau melepas pelukannya, menatap adiknya dalam.

"Kau siapa? datang-datang asal peluk?" tanyanya dengan ekspresi datar.

"Ini, Abang Dek. Abang pertamamu maaf jika Abang telah menemuimu," ucapnya lembut hendak meraih tangan Amora, namun Amora mundur.

"Jika kau Abangku, kenapa kau meninggalkan aku di rumah itu, aku sendiri tidak ada siapa pun yang menginginkanku! terus sekarang tiba-tiba kau datang ingin menjemputku?" tanyanya dengan mata berkaca-kaca.

"Maafkan Abang, Dek karena Abang pergi saat kau lahir, Abang harus menjadi kuat dulu untuk menjagamu," ujarnya penuh sesal.

"Kau tau aku menderita di rumah itu, saat melihat kedua abang kembar yang sangat di sayang papa, aku juga ingin merasakan itu, apa aku tak berhak bahagia," ucap Amora sudah mulai ikut terbawa suasana.

Axel langsung membawa tubuh rapuh adiknya ke dalam pelukannya, ternyata keputusannya di masalalu berdampak adiknya.

"Maafkan Abang Dek, Abang janji akan menebus semua penderitaanmu, Abang akan menjaga dan menyayangimu," ucapnya ikut menangis.

Amora yang sudah tak mampu berucap menangis dalam pelukan Abangnya, pelukan hangat pertama kali yang ia rasakan.

"Apa ucapanmu bisa ku pegang?" tanya Amora yang sedikit dingin.

Jiwa Amora asli menginginkan ia memaafkan Abang pertamanya itu, karena dia tak bersalah dalam hal ini.

Axel menganggukan kepalanya.

"Abang janji Dek," ujarnya menyakinkan adik kecilnya yang sang ia rindukan.

"Jangan janji jika suatu saat kau tak bisa menepati." ujar Amora yang tak ingin merasakan sakit kedua kalinya.

Axel melihat raut wajah adiknya yang sedikit takut jika kebahagiaan yang ia beri hanya sementara.

"Aku akan membuktikannya," ujarnya lagi untuk meyakinkan adiknya itu.

Amora mengangguk kepalanya.

Terpopuler

Comments

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Kamu gak sendiri Amora,selain klrga Dokter Ray,ada Vanessa,Ethan,dan skrng Abang tertuamu Axel,,,,ayo kuak kebusukan Alena Si Rubah betina,kecil2 liciknya udh ky penjahat klas kakap ingin ngeruk harta orng lain dngn cara halus 🤦🤦🤦

2024-03-13

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!