5. Rumah bak neraka

Vanessa yang baru saja pulang dari sekolah, menatap rumah besar keluarga gradian dengan sendu.

Vanessa menghela nafas panjang, saat kakinya hendak melangkah masuk ke rumah yang sudah bertahun-tahun ia tinggalmu.

Hening, sepi membuat kening Vanessa mengkerut menatap sekeliling.

Plak

Sebuah tamparan keras mengenai pipi mulusnya, membuat dia mengusap pelan pipinya dan melihat siapa pelakunya.

Vanessa yang melihat siapa pelakunya terkekeh miris, ya Ayahnya yang melakukannya.

"Dasar anak tak tau di untung, dari mana saja kamu, hah! jam segini baru pulang?" Bentaknya membuat Vanessa tersentak kaget.

Vanessa setelah pulang mampir ke markas Black rose, alias markas geng motornya hingga pulang jam enam sore.

"Lihat Alena dia sudah pulang, gak seperti kamu keluyuran saja, mau jadi apa kamu!" bentaknya.

Vanessa menatap ayahnya jengah selalu saja dia di banding-bandingkan dengan Alena.

"Stop ayah, aku bukan Alena, kenapa ayah selalu saja membandingkan aku dengan gadis tidak jelas asal usulnya," teriak Vanessa yang sudah lelah dengan drama keluarganya.

Plak

Plak

Dua tamparan Vanessa dapatkan lagi dari ayahnya.

"Anak sialan, dia sepupu kamu, jangan pernah katakan hal omong kosong lagi," ucapnya dengan emosi yang mengebu.

Alena yang mendengar itu menangis di pelukan si kembar.

Vanessa terkekeh sinis.

"Siapa dia?" tanyanya sambil menujuk Alena.

"Dia bukan sepupuku, sepupuku hanya satu Amora hanya dia bukan yang lain," sarkasnya.

Devon ayah si kembar yang mendengar nama anak yang ia amat sangat di benci di sebut membuat dia murka.

Dengan cepat ia menghampiri keponakannya.

Plak

"Jangan pernah kau menyebut nama anak pembawa sial itu di sini!" bentaknya.

Wajah Vanessa yang sudah memerah akibat tamparan dari ayah dan pamannya, masih terkekeh sinis.

"Anak pembawa sial itu, juga masih mengalir darah dari Om, dari pada gadis yang gak jelas itu." ucap Vanessa tanpa rasa takut.

Devon yang mendengar itu benar-benar marah.

"Dia bukan anakku! setelah ia pergi dari sini dan membawa semua fasilitas yang aku berikan bak pencuri," ucapnya sambil mengatur nafas yang memburu.

"Sejak saat itu aku memutuskan hubungan dengannya." ucap sarkas Devon.

Vanessa yang mendengar ucapkan pamannya, hatinya teriris hingga meneteskan air matanya.

"Dia tidak pernah mencuri asal paman tau hiks.." Vanessa mengusap air matanya kasar sambil mengeluarkan dompetnya.

Dia mengeluarkan beberapa kartu kredit dan debit, ia langsung melemparnya ke arah pamannya.

"Itu semua dari pamankan, dia menitipkannya padaku sebelum ia pergi, bahkan jumlahnya masih utuh." ucap Vanessa yang sudah tak tahan lagi.

Devon menatap kartu yang di berikan ponakannya dengan pandang yang sulit di artikan.

"Selamat paman, apa yang kau ingin terwujud, semoga kau bahagian dengan anak barumu itu," ucapnya sambil berjalan menuju ke arah tangga.

"Dia ada di mana, Ness?" tanyanya saat dia mengingat Amora kecil yang selalu ia abaikan.

Vanessa mendengar itu membalik badannya.

"Dia sudah tiada jadi bersenang-senanglah, dengan anak angkatmu itu," setelah itu Vanessa pergi menjauh dari sana.

Deg

Jantung Devon seperti berhenti mendadak.

Entah mengapa rasanya begitu sakit, apa dia harus bahagia atau dia bersedih.

Alena yang melihat itu mengepalkan tangannya.

"Hiks.. siapa sih Amora, kenapa kak Vaness sama kak Axel selalu bicara ini dia," ucapnya dengan tangis pecahnya.

Si kembar yang melihat itu berusaha menenangkan Alena.

"Stt, princess jangan menangis ya, dia hanya anak yang telah membunuh mamanya kak, sayang," ucapnya

Ya dalam diri si kembar hanya di tanam rasa benci kepada saudaranya tanpa tau kebenaran sesungguhnya.

Devon meremas dadanya yang terasa nyeri, ia bangkit dan langsung pergi ke kamarnya.

Dia bingung dengan perasaannya sendiri.

Saat sampai di kamar dia mengambil foto istrinya.

Dia tersenyum melihat wajah cantik istrinya yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu, setelah melahirkan anak terakhirnya.

"Sayang, apa aku salah membenci darah dagingku sendiri?" tanyanya pada foto istrinya sambil menangis.

"Tapi dia telah jahat membuat kamu meninggal, apa salahnya jika aku juga menganggapnya telah tiada," ucapnya lagi.

Ingatannya berputar saat istrinya hamil anak ke empat, ya Devon memilik anak empat.

Anak pertamanya Axel de Gradian berusia 25 tahun seorang CEO muda yang mengembangkan bisnisnya di amerika.

Anak kedua dan ketiganya kembar, Kenneth Billy Gradian dan Kennedy Wily Gradian berusia 18 tahun masih sekolah di sma.

Dan saat mengandung anak terakhirnya Amora, istrinya memilik penyakit yang sangat beresiko jika kandungannya masih di teruskan akan mengakibatkan kematian.

Namun istri Devon tetap bersikukuh mempertahankan bayinya, karena berjenis kelamain perempuan.

Kehamilannya semula berjalan normal hingga usia kehamilan 8 bulan, saat istrinya pergi ke suatu tempat ia mengalami kecelakan, yang membuat dia harus segera melahirkan dini.

Namun setelah melahirkan istrinya meninggal dunia, membuat dia benci dengan anak terakhirnya.

Dia menyebut anak pembawa sial yang membunuh istri tercintanya.

"Maaf, maaf sayang aku tak melaksanakan apa yang kau, mau untuk terakhir kalinya, kebencian dalam diriku terlalu besar, rasa sakitku akan kehilanganmu sangat besar." ucapnya sambil menangis.

"Aku sudah benarkan membenci dia," ucapnya sambil tertawa miris.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di sisi Amora dia sedang berjalan-jalan riang menikmati jalanan ibukota di malam hari.

Dia berjalan tak tentu arah hingga sampai di bangunan yang nampak seram.

"Rumah bagus-bagus malah di biarkan terbengkalai," ucapnya tak sadar memasuki rumah yang nampak seram di depan.

"Dulu boro-boro tinggal di rumah gedongan, tinggal di rumah petak aja usah senang, setelah masuk raga gadis ini baru bisa merasakan masuk rumah besar," ucapnya sambil terus berjalan masuk.

Hingga matanya terbelak saat melihat dalam rumah itu, yang nampak mewah dengan perabotan lengkap.

Amora berjalan melihat semua barang yang ada di sana, membuat ia menatap takjub gedung seram namun isinya seperti harta karun.

Saat ia asik meneliti setiap sudut bangunan itu, suara keras membuatnya terkejut.

"WOY, PENYUSUP!" teriak seorang pemuda berbadan kekar membuat Amora menoleh, saat ia tau yang di maksud penyusup adalah dirinya, ia segera lari mencari tempat persembunyian.

Amora berada di markas utama geng Blood Eagles, mereka tadinya ada pengumuman dari sang ketua membuat mereka semua berkumpul.

Tak mengetahui ada seseorang masuk ke dalam kawasan mereka.

Salah satu dari mereka berlari tergopoh-gopoh menuju aula.

"Ketua hos... hos," ucapnya sambil mengatur nafasnya.

Dua pemuda di sana yang memakai masker dia wajahnya, menatap heran anggotanya berlari seperti orang kesurupan.

"Ada apa?" tanya seseorang dengan rambut berwarna grey itu.

"Ada penyusup," ucapnya setelah berhasil mengatur nafasnya.

Pemuda yang sedari tadi diam sambil menatap datar, mulai menajamkan matanya.

"Penyusup saja kalian tidak bisa menangkapnya." ucapnya dingin dan datar.

Dia menundukan kepalanya saat ketuanya sudah berbicara.

"Masalahnya wanita itu sangat lincah ketua," ucapnya sambil menuduk takut.

Mata orang yang di panggil ketua itu semakin menajam.

"Wanita," ucapnya sambil berlalu dari sana meninggalkan mereka berdua.

"Woy setan, ko kok ninggalin gue," ucapnya sambil menyusul pemuda tadi.

Hanya pemuda itu yang berani mengumpati sang ketua.

Membuat mereka yang mendengar hanya bisa menggeleng kepala pelan.

Terpopuler

Comments

Ayu Dani

Ayu Dani

Ini nih contoh bapak gak ada akhlak bego bner

2024-03-13

1

Lippe

Lippe

sekali goblok ya tetap goblok 😮‍💨😮‍💨😮‍💨

2024-03-04

0

ndaaa

ndaaa

tujuh tahun?
maksutnya gimana thor
amora nya masih 7 tahun kah atau gimana?
kan meninggal saat melahirkan

2024-02-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!