Setelah malam itu, Duan dan Freya telah sah menjadi suami istri.
Gimana caranya aku memberitahu mama, kalau aku menikah karena tertangkap warga. Batin Freya.
Alana gegas menarik tangan Freya kala melihat raut wajah sendu Freya. Telapak tangannya menepuk pelan punggung tangan Freya seraya berkata, "Jangan sedih Frey. Kamu beruntung bisa menikah dengan Duan. Percaya deh sama mama", ucap Alana.
Dia beruntung tapi aku gimana ma? Aku ini anakmu lo ma! Keluh Duan di dalam batin.
"Pak Tyo, kita ke jalan Teratai ya", titah Alana.
"Baik bu", sahut Tyo sopan.
Alana kembali menoleh ke arah Freya. "Kamu tenang ya Frey. Biar mama aja yang ngomong sama mama kamu", ucap Alana kala melihat wajah tegang Freya.
Freya berdehem, kemudian dia menjawab "Baik bu", katanya sedikit ragu.
Sesampainya di alamat rumah Freya, Tyo gegas memarkirkan mobil tepat di depan gerbang rumah Freya.
"Sudah sampai bu", ucap Tyo seraya menoleh ke belakang.
Alana mengajak Freya turun dari mobil. Namun saat Alana menyadari Duan tak kunjung ke luar dari mobil, Alana pun berbalik dan menghampiri jendela kaca mobil tepat di samping Duan. "Ayp, turun!" ajaknya.
Dengan berat hati Duan menuruti perintah sang ibu. Dia pun turun dari mobil. Namun gerak langkah kakinya seakan di ikat beban berton-ton beratnya.
"Cepat dong Duan!"
Desakan dari sang ibu membuat Duan kesal. Dia tidak menginginkan pernikahan itu dan berencana untuk membatalkannya saat berada di dalam rumah Freya nanti.
Ibu Freya kaget saat membuka pintu, putrinya datang bersama Alana dan Duan. "Ayo, silakan masuk bu", ajaknya.
Alana masuk di ikuti Freya dan Duan.
"Silakan duduk bu", ucap Agatha. Lalu dia pun duduk tepat dihadapan Alana. "Frey, kamu siapkan minum buat tamu kita."
"Baik ma."
"Tidak perlu repot Frey. Kami nggak lama kok."
Freya kembali duduk diposisinya semula. Sementara Agatha menanti dengan rasa penasaran.
"Maaf kami datang ke rumah ibu dengan tiba-tiba. Di sini saya akan menyampaikan sesuatu yang sangat penting. Anak saya Duan dan putri ibu telah menikah hari ini", ucap Alana dengan raut wajah bahagia.
Agatha melotot mendengar ucapan Alana. "Apa? Menikah? Kenapa tiba-tiba?"
Alana pun menjelaskan duduk perkaranya dengan santai. Sementara Agatha tampak syok mendengar setiap penjelasan Alana.
"Itu artinya status Freya saat ini adalah istri Duan?"
"Tepat sekali bu. Mengenai pesta pernikahan mereka, ibu nggak perlu kuatir. Biar saya yang atur semuanya."
Agatha membalas dengan mengangguk ragu. "Baiklah bu. Toh semuanya sudah terjadi."
Alana tersenyum bahagia mendengar jawaban Agatha. Dia pun mengizinkan Freya untuk menginap semalam lagi di rumah Agatha. Setelah itu Freya akan di bawa ke rumah keluarga Duan.
"Kalau begitu kami pamit pulang ya bu. Besok kami datang lagi", ucap Alana seraya bangkit berdiri.
Duan pun ikut berpamitan pulang. Dia mencium punggung tangan Agatha dengan sopan. Dia tetap menunjukkan kesopanannya pada sang ibu mertua meski dia tidak menginginkan pernikahan itu,
Setelah kepulangan keluarga Duan, Freya masuk ke dalam kamar dan duduk di tepi ranjang dengan perasaan gelisah.
"Boleh mama masuk Frey?" tanya Agatha saat melihat pintu kamar Freya terbuka.
Sontak Freya mengubah ekspresi wajahnya, lalu dia menoleh ke arah sang ibu. "Masuklah ma", katanya dengan memaksakan senyumannya.
Agatha melangkah masuk, kemudian duduk tepat di samping Freya. "Mama tau kau sedih. Jadi jangan berpura-pura terlihat bahagia", ucap Agatha seraya menoleh ke arah Freya.
Freya langsung menghamburkan dirinya dalam pelukan sang ibu. Tak lama kemudian terdengar suara isak tangis yang tertahan.
"Menangislah sepuasnya. Mama akan menemanimu di sini", ucap Agatha dengan suara parau. Entah kenapa hatinya begitu perih membayangkan Freya akan pergi meninggalkannya setelah 22 tahun dia merawatnya.
*-*
Malam terasa begitu singkat bagi Agatha. Baru saja dia memejamkan matanya setelah Freya tertidur dalam pelukannya, pagi pun mulai menjelma.
"Ah, Frey telat bangun ya ma", ucap Freya panik kala melihat sang ibu berada dikamarnya.
Agatha tersenyum getir mendengar ucapan Freya. Hatinya seakan tak rela Freya pergi hari ini juga. "Bukankah setiap pengantin baru mendapat izin cuti dari perusahaan?" tanyanya yang membuat Freya terbelalak.
"Astaga Frey lupa ma!' seru Freya seraya menepuk jidatnya.
"Wajar kamu lupa nak. Pernikahanmu itu terlalu mendadak."
"Kalau gitu Frey hubungi pak Duan sebentar ya ma."
Baru saja Freya menscroll nama kontak diponselnya, tiba-tiba Duan menghubunginya.
"Halo pak", sahut Freya.
"Frey, tolong kamu datang lebih awal ya. Ada yang harus saya diskusikan dengan kamu di kantor."
"Baik pak", jawab Freya lesu.
"Oke, saya tunggu di kantor", sahut Duan seraya menutup sambungan telepon.
Freya menghela nafas kasar sembari meletakkan ponselnya.
"Kenapa Frey? Apa Duan masih memintamu untuk masuk kerja?"
Freya manggut-manggut dengan wajah cemberut. "Bahkan dia membahas pekerjaan di hari pertama status kami sebagai suami istri."
"Kamu sabar ya Frey, semua butuh proses. Apalagi kalian menikah dengan cara yang tidak biasa. Mama saranin kamu harus berusaha mempertahankan hubungan ini. Mulai sekarang belajarlah mencintai suamimu."
"Frey akan mengusahakannya ma, tapi bagaimana dengan Duan. Dia sudah memiliki tunangan. Saat ini Frey adalah orang ketiga."
"Kamu tidak merebutnya nak, tapi keadaanlah yang membuat hal ini terjadi."
"Perkataan mama akan Frey pertimbangkan lagi. Sekarang Frey harus buru-buru mandi dan segera berangkat ke kantor."
"Baiklah. Mama akan siapkan sarapan."
Tanpa menunda waktu Freya langsung berjalan menuju kamar mandi. Sementara Agatha berjalan menuju pintu keluar.
*-*
.
1 jam kemudian.
Freya telah tiba di kantor dan bergegas menemui sang atasan.
"Pagi pak Duan", sapa Freya.
"Pagi Frey. Coba kamu lihat data ini", sahut Duan seolah tidak ada yang berubah dengan hubungan mereka.
Freya mendekati Duan hingga aroma parfum yang Freya kenakan menyeruak masuk ke dalam hidung Duan.
Aromanya segar banget. Sepertinya dia baru selesai mandi. Ucap Duan di dalam batin. Namun sesaat kemudian dia tersadar kalau fokusnya telah beralih.
"Pak Duan...", panggil Freya dengan nada sedikit keras kala Duan tak kunjung menyahut ucapannya.
"Ya, sampai di mana tadi?" tanya Duan sedikit kelabakan.
"Pak Duan sudah sarapan?"
"Belum. Emangnya kenapa?"
"Tunggu sebentar", ucap Freya seraya beranjak dari posisinya dan berjalan menuju pintu ke luar. Tak berselang lama Freya pun kembali masuk dengan membawa sesuatu ditangannya.
"Kamu bawa apa?"
Freya gegas membuka kotak bekal yang membuat Duan tergiur akan aroma makanan yang keluar dari kotak bekal. "Ini sarapan pagi kamu ya?"
"Ini untuk pak Duan. Bapak bisa sarapan sekaligus kita membahas data tadi", ucap Freya dengan raut wajah serius.
Tanpa pikir panjang Duan menyantap sarapan pagi yang Freya tawarkan. Sementara Freya memeriksa data yang bermasalah.
"Akhirnya selesai juga", ucap Freya saat Duan baru saja meneguk segelas air. Lalu dia menoleh ke arah Duan. "Em... Pfft"
"Kenapa kamu ketawa?"
Freya menunjuk sudut bibirnya. "Ada yang menempel pak."
Duan gegas mengusap sudut bibirnya, namun dia melakukan di tempat yang salah. Freya yang greget setiap kali melihat sisa makanan menempel di sudut bibir seseorang reflek mengusapnya sendiri.
"Eh, maaf pak", ucap Freya kala melihat Duan melotot padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
emekama(♥ω♥ ) ~♪
wkwkw, kena marah gak tuh
2024-02-16
0
emekama(♥ω♥ ) ~♪
benar sekali Bu 😗
2024-02-16
0
Elisabeth Ratna Susanti
eh melotot dia
2024-02-14
0