Mendengar suara teriakan seorang wanita, pria bertubuh kekar dengan tato di lengan kanannya langsung membalikkan badan.
Ternyata di sini ada empat orang pria berbadan kekar. Meskipun ponselku terhubung pada Dika, apa aku dapat menahannya dalam waktu yang lama. Batin Freya.
"Gadis cantik, sekarang belum giliranmu. Kami janji akan bersenang-senang denganmu setelah selesai dengannya", ucap pria berkepala plontos.
"Tutup mulut kotormu! Segera lepaskan dia!" Freya langsung melepas sepatu heelsnya dan merobek sedikit rok yang dia kenakan.
"Hahaha, jangan terburu-buru cantik. Waktu kita masih panjang."
"Ba*cot!" kesal Freya dengan melayangkan kaki kirinya tepat mengenai wajah pria kekar itu.
Mendapat serangan dari Freya, pria itu malah terlihat senang dan kembali menggoda Freya. "Aku suka tipe kasar seperti kamu", ucapnya dengan tertawa keras.
Kayaknya dia cuma gede badan doang, tapi otaknya kosong. Batin Freya. Dia sengaja menunggu pria jahat itu beraksi untuk mengulur waktu. "Lepaskan dia!"
"Nggak perlu teriak. Tempat ini jauh dari pemukiman warga."
Pantes aja dari tadi nggak ada orang yang lewat, bahkan mereka juga tidak menutup mulut wanita cantik ini. Batin Freya seraya beringsut mundur.
"Hahaha, kenapa mundur? Sudah tau takut ya? Kamu terlambat cantik!"
Tiba-tiba terdengar suara isak tangis. "Tolong, jangan tinggalkan aku", mohon wanita cantik yang tengah di ikat tangannya.
"Hahaha, dia tidak akan pergi kemanapun!"
Freya tersenyum menyeringai hingga membuat pria bertubuh kekar itu melongo. "Aku tidak akan pergi ke mana pun. Tapi bukan untuk menuruti na*fsu be*jad kalian!" ucapnya seraya melangkah ke depan dan melayangkan tendangan pamungkasnya.
Brukk.
Keempat pria itu marah kala menerima serangan tiba-tiba dari Freya yang membuat mereka jatuh bersamaan.
Salah satu pria itu gegas menghampiri Freya dan menangkap tendangan berikutnya. "Cukup! Atau kau tidak akan sanggup menerima konsekuensinya!" ancam pria itu dengan tatapan tajam. "Ikat dia juga!" titahnya kemudian.
Baru saja pria berkulit gelap mendekati Freya, kaki kiri Freya kembali menendang hingga terjadi saling beradu kekuatan.
"Angkat tangan! Kalian sudah di kepung!" teriak suara lantang seorang wanita yang tidak asing bagi Freya.
Freya menghentikan aksinya dan menatap Dinda dengan tersenyum. "Terimakasih Dinda."
"Nanti saja kita bahas mengenai terimakasih. Sekarang aku harus menahan para penjahat terlebih dulu."
Dinda dan rekan polisi lainnya menahan keempat pria jahat itu dan melepaskan ikatan wanita yang mereka tahan.
"Ayo, ikut kami ke kantor polisi."
"Oke", jawab Freya seraya berjalan mengikuti langkah Dinda.
Di persimpangan gang, Dika berdiri dengan perasaan cemas. Dia pun buru-buru berlari kala melihat Freya.
'Apa kau baik-baik saja Frey?" tanya Dika.
"Aku punya dua orang sahabat yang hebat, tentulah aku baik-baik saja", sahut Freya dengan tersenyum.
"Lain kali jangan lakukan hal seperti itu lagi! Aku takut terjadi sesuatu padamu", ucap Dika seraya meraih tangan Freya.
"Hm, aku baik-baik saja kok", ucapnya seraya melepas genggaman tangan Dika. Raut wajah murung Dinda membuatnya tidak nyaman dengan sikap Dika padanya.
"Cepat jalan!" tegas Dinda pada tahanan yang dia bawa.
Freya merasa sedih melihat wajah murung Dinda. Dia pun berniat menghibur sahabatnya itu. "Dinda, aku ingin mengajakmu makan malam di tempat favorit kita, tapi setelah semua urusan ini selesai", ucapnya seraya mendekati Dinda.
"Oke", jawab Dinda saat menuntun para penjahat masuk ke dalam mobil patroli.
"Apa aku tidak di ajak?" tanya Dika.
"Tentulah kau juga ikut. Kau salah satu yang paling berjasa membantu Dinda menemukan lokasiku. Jika Dinda tidak segera datang mungkin para penjahat sudah melakukan aksi be*jadnya."
"Itu cuma perkara kecil. Aku tau kau bahkan lebih hebat dariku mengenai pelacakan lokasi."
"Intinya kau tetap berjasa menolongku hari ini."
"Jangan kebanyakan ngobrol. Sekarang kita harus ke kantor polisi dulu."
"Kalau gitu Freya naik motor bareng aku aja. Sepertinya di dalam mobil sudah tidak muat lagi."
Freya melirik ke arah mobil yang tampak sempit. "Hm, baiklah", jawabnya pasrah.
*-*
.
Setelah semua urusan di kantor polisi selesai. Freya gegas mendatangi wanita yang di culik para penjahat.
"Tadi aku mendengar kamu menyebut nama Givan. Apa kamu adiknya Givan?"
"Kakak kenal dengan kak Givan?"
"Tidak begitu kenal sih. Tapi aku sering bertemu dengannya di kantor."
"Kakak sekantor dengannya ya. Apa dia punya pacar di kantor?"
"Hm, berhubung karena aku baru bekerja satu hari, jadi aku kurang tahu mengenai itu. Tapi besok aku coba bantu tanya pada rekan kerja lainnya."
"Kakak emang terbaik. Kalau sudah dapat infonya, jangan lupa langsung kabari Dhita ya. Ini kartu nama Dhita. Apa kakak punya kartu nama juga?"
Freya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Tidak ada."
"Kalau gitu aku akan menyimpan kontak kakak di ponsel."
Setelah Freya dan Dhita saling bertukar nomor telpon, Freya pun mengajak Dhita untuk ikut makan malam bersamanya.
"Maaf kak. Lain kali Dhita pergi makan malam bareng kak Frey. Keluarga Dhita sebentar lagi sampai di sini."
"Oh, kalau gitu kami akan menunggu keluargamu datang. Setelah itu kami pergi."
"Tidak perlu kak. Dhita aman kok di sini."
Baru saja Dhita menyelesaikan ucapannya, Givan dan seorang wanita paruh baya datang mendekati Dhita.
"Sayang, apa kau baik-baik saja? Di mana orang yang ingin menyakitimu itu,"
"Dhita baik-baik saja kok ma. Untung saja ada kakak cantik ini yang menolong Dhita."
Ibunya Dhita dan Givan menoleh ke arah ekor mata Dhita.
"Frey!" panggil Givan yang baru saja menyadari keberadaan Freya.
"Kamu kenal gadis ini nak?" tanya ibunya Dhita. Namun dia tak dapat melihat jelas wajah Freya di tempat minim cahaya.
"Dia sekretaris barunya Duan, ma."
Ibunya Dhita tersenyum mendengar jawaban Givan. "Kalau gitu besok mama harus ke kantor. Sudah lama nggak melihat situasi kantor", ucap Alana yang merupakan salah satu pemilik saham di perusahaan yang telah lama di bangun oleh orang tua Alana itu.
"Iya bu", jawab Freya sopan. Dia tidak ingin salah berbicara pada big bos, makanya dia menghemat kata-katanya.
"Kak Frey, sekali lagi Dhita ucapin terimakasih. Kak Dinda dan kak Dika juga. Terimakasih ya kak. Dhita pamit pulang."
Dinda bergegas menghampiri ibunya Dhita. "Bu, saya cuma mau mengingatkan supaya kedepannya jangan membiarkan Dhita sembarangan ke luar rumah. Saya belum dapat memastikan pelaku yang sebenarnya yang mungkin telah membayar para penjahat itu."
"Kamu benar bu polisi. Lain kali saya tidak akan membiarkannya pergi sembarangan", sahut Alana dengan raut wajah serius. "Kalau gitu saya juga harus mengucapkan terima kasih pada bu polisi karena telah menyelamatkan putri saya."
'Sama-sama bu", jawab Dinda.
"Kalau gitu kami pamit pulang."
"Sampai jumpa besok ya Frey", ucap Givan lembut yang membuat Dhita tidak senang. Tatapan dan senyum yang diberikan Givan seolah mengisyaratkan rasa sukanya pada Freya.
Sementara Alana tampak sedang berusaha mencari kacamatanya di dalam tas. Dia sedikit penasaran dengan paras cantik Freya yang membuat Givan terpesona.
"Kamu!" tunjuk Alana kala dirinya telah melihat jelas wajah Freya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Vincar
sangat ramah sekali y guys 🤣
2024-06-10
0
mama Al
keren Freya
2024-04-17
0
Dewi Payang
Apakah Alana mengenal Freya juga?
2024-02-09
0