Dalam perjalanan pulang, Alana tidak banyak bicara. Netranya fokus menatap pepohonan yang sedang kejar-kejaran.
"Mama lagi mikirin apa sih?" tanya Duan seraya melirik sang ibu.
"Em, bukan apa-apa."
"Mama bohong! Dari raut wajah mama terlihat jelas kalau mama lagi mikirin sesuatu."
"Kamu fokus nyetir saja! Jangan liatin mama terus!"
"Mama pasti kepikiran Freya kan? Mama kecewa karena Freya bukan putrinya tante Diva. Duan tebak, mama pasti sedang memikirkan cara untuk melakukan tes DNA antara Freya dan ibunya."
Alana langsung menjewer telinga Duan. "Sudah mama bilang fokus nyetir aja!" kesalnya.
"Iya ma. Tapi jangan di jewer juga dong", protes Duan seraya mengusap telinganya.
"Tadi kamu bilang apa?"
"Jangan di jewer ma."
"Bukan itu! Tadi kamu sempat bilang tes DNA. Kenapa mama nggak kepikiran sebelumnya."
"Tuh kan ma. Duan bisa kasi mama solusi", kesalnya.
"Iya deh, mama minta maaf. Kamu memang selalu mengerti mama", sahut Alana dengan mencubit gemas pipi Duan.
"Aww", ringis Duan. "Kenapa masih di cubit sih ma?"
"Mama gemes lihat kamu! Ayo, lebih cepat lagi nyetirnya. Mama mau kasi tau Givan soal ini. Biar besok dia langsung ambil sampel rambutnya Freya untuk dilakukan tes dengan rambut Givan."
"Oke, ma", jawab Duan seraya menambah laju kecepatan mobilnya.
Dalam waktu kurang dari 20 menit mereka tiba di depan gerbang rumah.
"Kenapa wanita itu masih datang ke rumah kita?" tanya Alana kala melihat Calista menunggu di depan gerbang rumah mereka bersama dengan seorang pria.
Duan menghela nafas berat seraya turun dari mobil.
"Sayang..." pekik Calista seraya mendorong kursi rodanya menghampiri Duan.
"Apa yang terjadi padamu?"
Calista tersenyum mendengar pertanyaan Duan. "Terimakasih kau masih sangat perhatian padaku", ucapnya seraya meraih tangan Duan. "Luka kaki ini bukanlah apa-apa sayang. Asal kau tetap berada disisiku, itu cukup bagiku."
Pria yang datang bersama Calista berjalan mendekat. "Kakinya terpelecok saat mengejar pak Duan di lokasi syuting. Dokter menyarankannya memakai kursi roda selama seminggu."
Calista menatap tajam pria yang membantunya bicara.
"Kenapa harus ditutupi? Ini semua karena dia, jadi aku mau dia bertanggung jawab."
"Duan sayang, jangan dengarkan dia. Aku datang kemari ingin membicarakan kembali apa yang kita bahas tadi di lokasi syuting."
Duan menghela nafas berat seraya menatap wajah memelas Calista. "Maaf, Tidak ada yang perlu kita bahas lagi!"
"Aku bersedia menikah denganmu!" tegas Calista yang membuat Duan dan sang ibu tersentak kaget.
Tak lama kemudian para wartawan datang dan langsung menyodorkan mic pada Calista. "Calista, apakah benar anda dan pak Duan akan segera menikah?"
Calista menampilkan raut wajah sedihnya. "Awalnya kami akan menikah, tapi tiba-tiba muncul orang ketiga dalam hubungan kami... Hiks, hiks."
Para wartawan langsung beralih pada Duan. "Pak Duan, mohon penjelasannya."
"Tidak ada orang ketiga!" tegas Duan seraya berjalan masuk ke dalam gerbang rumahnya, Alana juga mengikutinya masuk.
Tak lama kemudian penjaga keamanan rumah Duan pun datang. "Tolong jangan sembarang meliput di sini pak! Silakan pergi jika tidak ada keperluan lagi!" tegasnya.
Sang wartawan menatap ke arah Calista seolah meminta petunjuk.
"Pak Joko, tolong jangan usir mereka. Mereka juga butuh uang untuk makan sama seperti bapak. Hanya saja pekerjaan mereka dan bapak berbeda jauh. Jadi tolong saling menghargai", bela Calista.
"Non Calista, saya sudah menghargai mereka. Saya meminta mereka pergi secara baik-baik. Jadi jangan fitnah saya", sahut pak Joko yang sudah banyak makan asam garam itu.
Para wartawan pergi dari tempat itu dengan rasa kesal.
"Eh, tunggu dulu", mohon Calista, namun mereka tidak menggubrisnya. "Sial*an! Semuanya jadi kacau!" keluhnya dengan raut wajah emosi.
"Jadi kita harus bagaimana?" tanya pria yang datang bersama Calista.
"Pulang saja! Aku akan memikirkan caranya saat sampai di rumah."
*-*
.
"Mama tebak wartawan itu adalah suruhan Calista", ucap Alana seraya duduk di sofa.
"Duan sedang tidak ingin berdebat ma."
"Mama mengatakan hal itu bukan karena ingin berdebat denganmu. Tapi supaya kamu tahu sifat asli tunanganmu itu."
"Itu sama saja ma."
"Kamu sudah memutuskan pertunangan dengannya, jangan pernah mau kembali lagi!" ucap Alana seraya bangkit berdiri. "Mama sedikit lelah, mama istirahat dulu", lanjutnya sambil melangkahkan kakinya.
Duan bergeming diposisinya. Pikirannya berkecamuk kala menimbang ucapan sang ibu dan Calista. Entah kenapa perasaannya dingin kala Calista mengatakan siap untuk menikah. Padahal sebelumnya dia yang memaksa Calista menikah, agar sang ibu melihat ketulusan Calista.
"Lagi mikiran apa sih sampai tegang gitu wajahnya?" tanya Kenzo yang membuat Duan tersentak kaget.
"Bukan apa-apa pa", jawabnya dengan memaksakan senyumannya.
"Papa mengenalmu selama 26 tahun, apa masih perlu menutupinya dari papa ha?"
Duan menghela nafas berat seraya melirik sang ayah. "Apa papa dan mama pernah putus?"
"Nggak!"
"Itu artinya hubungan papa dan mama selalu baik-baik saja?"
Kenzo tertawa kecil mendengar pertanyaan Duan. "Gimana mau putus, kami nggak pernah pacaran."
"Papa dan mama jodohkan?"
Kenzo menghela nafas seraya menyandarkan tubuh lelahnya. "Sebelumnya papa sudah bertunangan dengan adik mama kamu, tante Alexa. Tapi sesuatu terjadi saat hari pernikahan kami tiba, tante kamu kabur dan digantikan sama mama kamu."
"Kenapa tante kabur?"
"Saat itu papa buta setelah mengalami kecelakaan mobil. Tante kamu nggak mau dengan pria buta, jadi dia pun kabur dengan pria lain."
"Duan paham sekarang", ucapnya seraya manggut-manggut.
"Apa yang kamu paham? Apa kamu berencana untuk buta juga?" tanya Kenzo panik.
"Terimakasih pa buat cerita indahnya. Duan jadi tau apa yang harus dilakukan", ucapnya seraya pergi meninggalkan sang ayah.
"Kau mau melakukan apa? Jangan terburu-buru!" teriak Kenzo kala Duan sudah berada di tangga menuju lantai 2. Namun Duan mengabaikan ucapan sang ayah.
*-*
.
Di tempat berbeda, Freya kedatangan tamu yang selalu ingin dia hindari.
"Silakan di minum Dik", ucap Freya dengan sedikit gugup.
"Terimakasih."
"Sama-sama. Em, kenapa kau tidak mengajak Dinda sekalian?"
Mendengar pertanyaan Freya, raut wajah Dika seketika berubah. "Kenapa kau selalu membahas Dinda saat kita sedang berduaan? Apa karena Dinda mengatakan dia menyukaiku dan kau pun menjauh dariku karena persahabatan kita?"
Freya tersentak kaget mendengar pertanyaan Dika. "Kau salah paham Dik. Aku tidak pernah menjauh darimu."
Dika semakin mencondongkan tubuhnya pada Freya. "Tatap mataku Frey! Dan katakan kalau kau tidak mencintaiku!" tantang Dika dengan tatapan serius.
Freya semakin gugup saat Dika menatapnya dan menantangnya untuk mengucapkan kata yang telah dia coba buang jauh dari pikirannya.
"Kenapa Frey? Kau tidak bisa mengatakannya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
nah, kena bentak kan
2024-02-12
0
F.T Zira
🌹 untukmu frey
2024-02-10
0
F.T Zira
bukan tidak bisa... tapi dia ingin menjaga hati sahabatnya. dia lebih milih sahabat dari pada ego di hatinya sendiri
2024-02-10
0