Tatapan sendu Alana menunjukkan dia begitu rindu pada seseorang yang mirip dengan Freya. "Siapa nama ibumu nak?"
Freya sedikit kaget mendengar pertanyaan Alana. "Apa ibu mengenal mamaku?"
"Kau mirip sekali dengan sahabatku. Tapi dia sudah lama tiada. Dia adalah ibunya Givan."
Ternyata ibu angkat juga merasakan hal yang sama denganku. Tapi mana mungkin dia adalah adikku, karena adikku telah tiada saat masih bayi. Aku juga telah menyelidikinya dan dia sama sekali tidak ada hubungannya dengan keluarga Pratama. Batin Givan.
"Maaf jika wajah Frey mengingatkan ibu pada masa lalu yang sedih. Jika ibu tidak keberatan, apa boleh Frey memeluk ibu."
Alana tersenyum ketir mendengar permintaan Freya. Lalu dia mengangguk sebagai jawaban.
Freya gegas menghamburkan dirinya memeluk Alana.
"Saya merasa seperti sedang memeluk Diva. Kalau gitu kapan-kapan ibu mau berkunjung ke rumahmu ya", ucap Alana seraya melonggarkan pelukannya.
"Kapanpun ibu mau. Frey tunggu kedatangan ibu", jawab Freya sopan.
Alana bersama Givan dan Dhita pamit pulang. Lalu mereka berjalan menuju parkiran mobil. Sementara Freya dan kedua sahabatnya pergi ke tempat makan favorit mereka.
*-*
Di atas motor Freya terus mengingat ucapan Alana. Selama ini dia selalu merasa curiga pada sang ibu saat dirinya bertanya mengenai ayahnya. Sang ibu mengatakan bahwa ayahnya telah tiada, dan sang ayah dimakamkan di tempat yang sangat jauh. Entah itu cuma alasan sang ibu, Freya pun berencana untuk menyelidikinya.
"Sudah sampai non!" seru Dinda kala melihat Freya tak kunjung turun dari atas motor.
"Oh, iya maaf."
"Lagi mikirin apa sih sampai nggak nyadar kalau motor udah berhenti?"
"Bukan apa-apa. Ayo, kita masuk", sahut Freya seraya merangkul bahu Dinda. Lalu mereka berjalan menghampiri Dika yang tengah berdiri di jalan pintu masuk.
"Ini kau yang traktir kan Frey?"
"Iya, aku yang traktir!" sahut Freya saat mereka telah menemukan meja kosong dan duduk di sana.
"Jangan dipaksakan Frey. Kau baru saja di terima kerja dan belum terima gaji. Bagaimana kalau kita bagi dua aja", sela Dika.
"Jangan kuatir Dik. Aku masih sanggup bayar walau kalian nambah beberapa kali."
"Ya, sudah kalau kamu maunya gitu. Tapi jika nanti kamu butuh bantuan, jangan pernah sungkan untuk meminta bantuanku."
Freya membalas dengan tersenyum dan anggukan kepala. "Aku tidak akan sungkan pada sahabatku sendiri."
"Ayo, kita pesan", ucap Dinda yang tidak begitu suka Dika lebih banyak berbincang dengan Freya.
'Pesan saja apa yang kalian mau. Aku mau ke toilet sebentar", ucap Freya seraya bangkit berdiri. Lalu dia buru-buru berjalan menuju toilet. Ini kesempatan buatmu Dinda. Jangan sampai kau melewatkannya. Batin Freya.
Freya sengaja mengulur waktu. Dia pun duduk di dalam toilet sembari mengirimkan pesan pada Dinda. Dia berpura-pura sakit perut dan meminta Dinda memesan makanan untuknya.
Dua puluh menit lamanya Freya berada di dalam toilet. Dia menahan malu atas ocehan pengunjung lainnya yang ingin menggunakan toilet.
"Ah, akhirnya dia keluar juga! Kebanyakan makan pedas ya? Lama amat di dalam toilet!" protes wanita memakai.dress selutut.
"Maaf kak. Aku mengalami gangguan pencernaan", bohongnya.
"Ya sudah jangan dibiarin. Langsung minum obat saja."
"Iya, terimakasih buat perhatiannya kak. Sekali lagi saya minta maaf", ucap Freya seraya buru-buru berjalan menuju pintu ke luar. Dia sudah tidak ingin berlama-lama di sana yang akan membuatnya semakin merasa bersalah.
"Frey!" panggil Dika kala melihatnya berjalan mendekati Dinda.
Freya duduk ditempatnya semula seraya memegang perutnya.
"Din, Dik. Maaf, aku nggak bisa makan bareng kalian di sini. Sepertinya pencernaanku bermasalah, karena telat makan siang", ucap Freya dengan lesu.
"Kalau gitu biar aku yang mengantarmu pulang."
"Tidak perlu repot Dik. Aku sudah memesan taksi online. Mungkin sebentar lagi sampai. Aku pamit ya."
Dika membeku mendengar ucapan Freya. Ada rasa kecewa atas sikap yang ditunjukkan Freya padanya. Meski Freya selalu saja menolaknya, namun dia tahu tujuan Freya sebenarnya.
"Dinda, aku minta maaf. Aku tidak pernah suka padamu. Kau juga pasti tahu siapa orang yang aku suka. Hanya demi persahabatan kita, aku selalu menahan diri.untuk mengatakannya. Dinda, aku harap kau mengerti kalau cinta itu tidak bisa dipaksakan."
Tanpa aba-aba, air mata Dinda mengalir membasahi pipi mulusnya. "Aku memang tidak secantik Freya", ucapnya seraya menghapus air mata dan ingusnya. "Aku menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu. Kau begitu lemah dan mudah di tindas. Sejak itu aku telah berjanji akan selalu menjagamu. Walau saat ini kau tidak menyukaiku, aku akan tetap menjagamu sesuai janjiku!"
Dinda bangkit berdiri dan meninggalkan Dika begitu saja. Langkah kakinya begitu tergesa-gesa, hingga tanpa sengaja dia menubruk seseorang berbadan tegap.
"Ma- maaf", ucap Dinda sambil menunduk. Dia tak ingin orang lain melihat wajah sembabnya.
"Tidak apa-apa. Apa kamu baik-baik saja?"
"Saya tidak apa-apa. Sekali lagi saya minta maaf. Permisi", sahut Dinda dengan buru-buru pergi tanpa melihat wajah pria dihadapannya.
*-*
.
Di tempat berbeda, di sebuah rumah yang tampak mewah. Alana berjalan menghampiri sang suami dengan terburu-buru.
"Sayang, apa kau tau aku bertemu dengan siapa?"
"Penculik Dhita", jawab Kenzo tanpa ekspresi. Lalu dia memeluk putri cantiknya dengan rasa haru. "Kau baik-baik saja sayang? Setelah mendengar beritamu papa khawatir dan langsung meninggalkan rapat."
"Dhita baik-baik saja kok pa. Ada kakak cantik yang menolong Dhita."
"Nah, itu dia pa", sela Alana yang sedari tadi Kenzo abaikan.
"Itu dia apa ma?"
"Wanita yang menolong Dhita mirip Diva."
"Emangnya kalau mirip kenapa ma? Bukankah banyak orang yang mirip di dunia ini?"
"Apa papa lupa kalau keluarga Pratama telah membawa kabur putri Diva?"
"Tapi mereka juga telah mengumumkan kabar dukacita saat putri Diva tiada. Mama juga hadir di sana kan?"
Alana duduk di sofa dan menjatuhkan bobot tubuh lemahnya. "Memang aku ada di sana dan melihat langsung saat bayi Diva tiada. Tapi saat itu aku merasa wajah bayi itu sedikit berbeda dengan bayi yang pernah aku gendong."
Kenzo berjalan menghampiri Alana, lalu dia duduk tepat di samping Alana. "Kenapa mama tidak pernah memberitahu papa sebelumnya? Kenapa mama baru menyinggungnya sekarang? Itu artinya mama masih mengharapkan putri Diva masih hidup kan? Tapi mama harus sadar, kalau dia bukanlah putri Diva!"
Jadi ibu angkat curiga kalau bayi itu bukan adikku. Sepertinya aku harus mencari tahu kebenarannya. Batin Givan.
"Mama akan datang ke rumah Freya dan mencari tahu kebenarannya."
"Givan ikut ma", sela Givan.
"Itu bagus nak, karena hubungan darah biasanya lebih kental."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Vincar
ku tinggalkan 🌹
2024-06-10
0
Vincar
Dika, terima aja cintanya Dinda. Sepertinya cintanya tulus kok...
2024-06-10
0
mama Al
persahabatan yang keren
2024-04-17
0