"Sepertinya kamu hobby jatuh ya", ucap Givan yang tidak sengaja menubruk Freya.
Freya berdiri dengan rasa malu. Ini adalah hari pertamanya bekerja, namun dia telah mengalami banyak kejadian yang mempermalukan dirinya sendiri. "Maaf pak Givan. Tadi saya buru-buru."
"Kenapa harus buru-buru sih? Bukankah jam kerja masih panjang?"
"Ada urusan apa kemari?" potong Duan yang tidak senang mendengar ucapan Givan.
"Jangan galak-galak dong. Nanti sekretaris kamu nggak betah."
"Cukup basa basinya. Katakan ada urusan apa?"
"Saya pamit pak", sela Freya dengan buru-buru. Dia ingin menghindar dari perdebatan Givan dan Duan agar tidak menunda pekerjaannya.
"Frey, tunggu dulu."
"Jangan ganggu sekretarisku!" ketus Duan.
"Kapan kau melihat aku menganggunya? Dari tadi aku cuma memperhatikannya, kalau-kalau kamu tidak menyukainya, maka aku siap menjadikannya sekretaris pribadiku."
Duan menatap Givan dengan tatapan membunuh. "Aku tidak akan pernah memberikannya padamu!"
Givan tertawa dengan keras, hingga membuat Duan semakin kesal. "Sebagai saudara yang baik aku akan mengingatkanmu. Tunanganmu nggak suka kau punya sekretaris yang cantik. Jadi aku harap kau mau memberikannya padaku, sebelum tunangan galakmu itu mengganggunya."
"Itu urusanku!"
"Kau tidak pernah medengarkan ucapanku. Kalau gitu aku pergi saja."
"Tunggu dulu!"
"Hm, kenapa lagi? Bukannya tadi kau tidak senang aku ada di sini?"
"Duduklah sebentar."
Givan gegas berjalan mendekati meja kerja Duan. "Cepat katakan! Aku juga bukan karyawan santai!" ucapnya galak saat berhasil membuat bokongnya menempel di kursi.
"Bagaimana kerjasama dengan PT Sinar Jernih? Apa kau sudah mendapatkan kontrak kerjasamanya?"
Givan menatap Duan dengan menyeringai. "Apa kau ingin mengambil alih tender yang telah ayah angkat berikan?"
"Jangan lupa! Aku presdir di kantor ini. Pekerjaanmu juga harus aku ketahui!"
"Iya aku tahu. Kau bahkan pemilik saham terbesar di perusahaan ini."
Duan merasa kesal mendengar nada bicara.Givan yang terkesan tidak puas. Dia tahu Givan marah pada sang ayah karena hanya memberinya posisi sebagai wakil presdir atas keberhasilan yang di capai Givan saat mendapatkan tender dengan perusahaan besar. Padahal Givan sangat menginginkan sang ayah memberikannya sebagian saham padanya.
"Kalau begitu aku tidak mengganggumu lagi", ucap Givan seraya berdiri dari tempat duduknya.
Duan hanya bisa melihat kepergian Givan dengan perasaan sedih. Hubungannya dengan Givan sangat baik setahun yang lalu. Namun rasa cemburu Givan membuat hubungan mereka mulai retak.
"Apa aku harus memberikan sebagian saham milikku padanya, agar hubungan kami kembali membaik?"
Duan menghela nafas berat seraya menyandarkan punggung kekarnya pada kursi. Lalu dia memutar kursi menatap jendela kaca yang menampilkan hamparan langit biru. "Huft, apa aku setujui saja permintaannya? Sepertinya dia menyukai sekretaris baruku."
Tok. Tok.
"Masuk!" ucap Duan seraya membalikkan kursinya.
"Permisi pak."
"Ya, ada apa?"
"Ada yang ingin saya tanyakan pak", sahut Freya sembari berjalan menghampiri Duan. Tangannya sibuk membuka lembaran kertas ditangannya dan langsung bertanya beberapa poin yang tidak dia pahami.
Duan pun mulai menjelaskan dengan wajah serius. Sesekali Freya mengangguk sebagai reaksi atas penjelasan Duan.
"Oke, apa ada lagi yang tidak kamu pahami?"
"Tidak ada pak. Saya pamit pak", sahut Freya dengan antusias. Langkah kakinya terlihat penuh semangat kala berjalan menuju pintu keluar.
Duan merasa senang melihat semangat Freya. "Apa aku benar-benar akan memberikannya pada Givan?" gumam Duan ragu.
*-*
.
Jam kerja berlalu begitu cepat. Bahkan Freya harus menghemat jam makan siangnya untuk mengejar deadline yang diberikan Duan.
"Ah, akhirnya selesai juga."
Freya merenggangkan otot-otot kakunya seraya menyandarkan punggungnya. Netranya hampir saja memerah kala berjam-jam lamanya menatap layar laptop dihadapannya.
"Coba aku periksa lagi sebelum mengirimkannya ke pak Duan. Mana tau masih ada yang kurang", gumam Freya seraya menatap layar laptopnya. "Hm, sudah oke. Kalau gitu aku masuk keruangan pak Duan."
Freya bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu ruangan sang bos.
Tok. Tok.
Tangan Freya baru saja mengetuk pintu. Tak lama kemudian terdengar suara Duan. "Masuk!" katanya dengan suara lantang.
"Permisi pak. Saya sudah menyelesaikan tugas yang bapak berikan. Filenya saya kirim ke mana pak?"
Duan tersentak kaget mendengar ucapan Freya. Dia tidak menyangka Freya mampu menyelesaikannya walau dia baru saja masuk kerja.
"Kamu email ke sini saja", sahutnya seraya memberi secarik kertas pada Freya. "Berkas yang tadi kamu simpan dulu. Besok saya minta balik."
"Baik pak. Kalau begitu saya kirimkan filenya dulu. Permisi pak."
"Oke."
Freya gegas keluar dari ruangan Duan dan berjalan menuju meja kerjanya. Jemari terampilnya langsung mengotak-atik laptop dan berhasil mengirimkan file presentasi.
"Selesai!" ucap Freya dengan raut wajah bahagia. Lalu dia menonaktifkan laptop.
Setelah menunggu lima menit lamanya, Duan pun keluar dari ruangannya. "Saya sudah terima emailnya. Kamu sudah boleh pulang."
"Terimakasih pak. Kalau begitu saya pamit pulang pak."
"Oke", sahut Duan seraya masuk.kembali ke dalam ruangannya.
Sementara Freya bergegas merapikan mejanya. Lalu dia meraih tas kerjanya dan berjalan menuju pintu lift.
"Bagaimana hari pertama kerja jadi sekretaris pak Duan?" tanya Givan tiba-tiba yang membuat jantung Freya hampir copot.
"Bapak ngagetin saya", ucap Freya seraya memegang dadanya.
"Emangnya saya nyeramin ya?"
Freya mengibas-ngibaskan tangannya dengan gugup. "Mak- maksud saya bukan gitu pak. Saya cuma kaget karena bapak muncul tiba-tiba."
"Saya cuma bercanda kok Frey", ucap Givan dengan tersenyum. "Ayo masuk", ajaknya kemudian kala pintu lift terbuka lebar.
Freya berjalan masuk di susul Givan dibelakangnya.
"Bapak juga mau pulang?"
"Iya", jawabnya sambil mengangguk.
Canggung banget. Aku harus ngomong apa ya. Batin Freya gelisah saat pintu lift tertutup. Bahkan dalam benaknya muncul khayalan yang tidak seharusnya dia pikirkan.
"Apa kamu merasa nyaman kerja dengan pak Duan?"
"Sejauh ini masih nyaman pak."
"Tidak perlu ditutup-tutupi. Kalau kamu merasa tertekan, ceritakan ke saya. Percayalah, saya tidak akan pernah memberitahukannya pada Duan."
"Tapi saya benar-benar nyaman kok pak."
Givan tampak sedikit kecewa mendengar jawaban Freya.
"Saya duluan ya pak", ucap Freya seraya buru-buru keluar. Awalnya dia mengira Givan sosok yang baik. Namun saat Givan terus menyudutkan bosnya, dia curiga Givan memiliki motif tersembunyi.
"Frey, tunggu saya!" teriak Givan, namun Freya terus berlari menjauhinya hingga Givan menyerah untuk mengejarnya.
"Untung saja berhasil kabur", ucap Freya sambil menetralkan nafasnya. Namun sesaat kemudian dia tersadar kalau dirinya salah memilih arah. Alhasil dia terpaksa melewati gang yang tampak sepi.
Tiba-tiba terdengar teriakan seorang wanita dengan isak tangis. "Lepaskan!"
Freya pemegang sabuk hitam Taekwondo tak takut jika berhadapan dengan beberapa orang pria. Namun dia khawatir dengan heels dan rok yang sedang dia kenakan akan menyulitkan pergerakannya.
"Hei, lepaskan dia!" teriak Freya dengan sedikit gugup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Vincar
Freya gadis sederhana namun banyak kelebihan 👏
2024-06-10
0
S R
Keren👍
2024-02-17
0
Dewi Payang
5 iklan buat kak author.
2024-02-09
0