"Ah begitu yah," gumam pelan Lucas.
"Kalian bisa bicara berdua, aku akan menyiapkan hidangan untuk kalian berdua," ucap lembut Lania yang langsung berdiri dan pergi menuju dapur sambil membawa lentera di tangannya.
Sesampainya di dapur
Koki di yang bekerja untuk Lania hanya bisa diam melihat keterampilan tuannya yang bahkan bisa bersaing dengannya dalam memotong beberapa sayur, dan rempah-rempah. Lania dengan terampil meracik daun bawang dan bawang putih dan merah dengan sangat cepat menggunakan pisau.
Lania meminta koki menyalakan api, "Gourge, tolong nyalakan api dalam ukuran sedang dan masukkan panci berukuran sedang dan jangan lupa masukkan air kira-kira 1 setengah liter, dan jangan lupa masukkan potongan daging ayam ketika airnya mendidih untuk mendapatkan kaldu yang bagus," pinta Lania yang sudan menyiapkan potongan ayam. Ia juga terlihat sedang menghaluskan beberapa bumbu, seperti ketumbar dan lainnya.
"Nona ini sudah mendidih," ucap sang koki sambil memasukkan beberapa potong daging ayam.
Lania pun mengambil alih dengan mengaduk ayam yang direndam dalam air mendidih, ketika aroma kaldu ayam sudah tercium. Lania memasukkan bumbu dan rempah yang sudah ia haluskan ke dalam panci.
Selanjutnya Lania memasukan daun jeruk purut ke dalam panci berserta daun serai untuk menambah aroma kuah Rawon ayam, yah meski Rawon harusnya menggunakan daging sapi ataupun kambing. Namun, karena Lania ingin proses masaknya dipersingkat makannya ia menggunakan ayam yang tergolong lebih cepat matang dari pada sapi ataupun kambing. Selain itu ia tak punya waktu untuk menyembelih atau membeli daging kambing.
Gourge yang pertama kali melihat masakan yang mengeluarkan harum yang sangat menggoda dan dipenuhi rempah jadi terdiam, ia merasa kalah wawasan dengan tuannya ia juga merasa malu karena sebagai Koki ia kalah dari majikannya dalam hal memasak.
"Lady, dari mana anda dapat ide masakan seperti ini dan bagaimana caraku menjelaskan ini pada guruku? Kemampuan memasakku ada dibawah majikanku, aku benar-benar tidak pantas," ucap sang koki merasa sedih.
"Kau hanya kurang pengalaman dan tak berani mencoba membuat sesuatu yang baru, jika kau mencoba dan terus mencoba hingga mengalami kegagalan berkali-kali dan mempelajari apa yang membuatmu gagal, aku yakin suatu hari kau akan melampauiku," ungkap Lania sambil tersenyum dan menatap para pelayan.
Para pelayan langsung mengangguk paham dan memasukkan hidangan Rawon ayam itu ke mangkok besar, mereka juga mengambil beberapa potong roti yang dimasukkan ke dua piring berbeda, yah di Kerajaan Grander mereka tidak memiliki beras, sehingga makanan pokoknya terbuat dari gandum.
Sehingga roti keras dijadikan pengganti nasi untuk menemani lauk apapun, terutama yang menggunakan kuah.
Lania kemudian berjalan bersama para pelayan yang mendorong kereta atau troli makanan menuju ruang tamu.
Setelahnya, pada malam itu mereka makan dengan bahagia, semua pikiran berat lepas begitu saja. Lania juga masih merahasiakan penyelidikannya, karena merasa belum perlu dilaporkan jika tidak ada bukti atau orang yang bisa jadi saksi dan tidak takut melawan seorang viscount, karena percuma saja mempunyai saksi jika si saksi tak mau atau tak berani bersaksi di persidangan.
Malam itu berakhir dengan Pangeran Lucas dan Pahlawan Arif meninggalkan kediaman Lania dengan senyuman, meninggalkan aroma harum rawon yang masih tercium di udara. Lania pun kembali ke kamar dan menutup hari dengan pikiran penuh harap dan tanggung jawab yang semakin menguat.
"My Lady, sepertinya perjamuan yang anda buat berjalan dengan baik," ucap Wiliam.
"Yah, aku benar-benar lelah bertingkah menjadi bangsawan, aku tidak terlalu suka aturan ketat para bangsawan dalam banyak hal, kalau saja bukan karena permintaan Kaisar Nero, aku akan jauh lebih menikmati kehidupanku sebagai pelayan tuan putri," ungkap Lania mengenai masa lalunya yang hanya seorang pelayan.
"Lady Guardina, aku mungkin bukan yang pertama kali mengatakan ini padamu. Namun, aku rasa Kaisar Nero telah melakukan hal yang tepat, dimana ia mengutus anda menjadi bangsawan di sini," gumam pelan Wiliam.
Lania hanya mengangguk mendengarnya dan akhirnya kembali ke kamarnya untuk tidur. Hingga esok harinya. Lania terbangun dan melihat dua maid yang menghampirinya. Seperti biasa mereka membantu Lania dalam mandi, berganti pakaian dan berias diri.
Seperti biasa Lania menolak bedak putih dengan alasan ia tidak mau berlama-lama, selain itu para pelayan juga tak bisa berbuat apa-apa ketika Lania bersih keras ingin memakai baju pelayan bukan gaun bangsawan yang indah.
"Tapi Lady Guardina, anda adalah bangsawan, kami bisa dipecat jika kami membiarkanmu berpakaian seperti itu!" seru mereka.
"Siapa yang bisa memecat kalian tanpa seizinku, kalian di sini untuk melayaniku, hanya aku yang bisa memecat kalian, bangsawan lain tidak berhak untuk itu," tegas Lania.
Mendengar jawaban Lania, para pelayan hanya bisa mengangguk patuh. Mereka kemudian melanjutkan tugas mereka, membantu Lania memakai baju pelayan dan merapikan rambutnya. Meskipun Lania memang memiliki keberanian dan kepribadian yang kuat, tetapi sikap tegasnya tidak membuatnya kehilangan rasa hormat di kalangan para pelayan.
Setelah berpakaian, Lania pergi menuju ruang makan untuk sarapan. Di sana, ia menjumpai Wiliam yang sudah menunggu.
"Selamat pagi, Lady Guardina. Bagaimana tidur malammu?" tanya Wiliam sambil melirik Lania yang malah memakai pakaian atau seragam yang sama dengan para Maid.
"Tidurku cukup nyenyak sampai akhirnya aku teringat akan sesutu yang harus aku kerjakan dipagi ini," gumam pelan Lania.
"Ah begitu, dan kalian berdua, berikan aku alasan kenapa kalian mendandani Lady kita seperyi ini?" tanya Wiliam selaku kepala pelayan.
Nampak dua pelayan itu menunduk takut, mereka sepertinya tak berani menjawab.
"Wiliam, itu perintahku sendiri jadi itu bukan salah mereka," tanggap Lania.
Wiliam terdiam dan menatap ke arah Lania, "Kalau boleh tahu untuk apa anda berpakaian seperti pelayan? Saya tahu kalau dulu anda adalah pelayan pribadi seperti saya. Namun, bukan berarti anda harus kembali berpakaian seperti itu ketika anda sudah menjadi bangsawan," ucap Wiliam.
"Jawabannya cukup sederhana. Wiliam aku tidak suka memakai korset yang menjadi fondasi gaun bangsawan, itu menyakitkan," ucap Lania.
"Ah .... tapi apa kata bangsawan lain pada anda jika mereka melihatmu berpakaian seperti ini?" tanya Wiliam.
"Biarkan mereka berkata apa, padaku, mau mereka senang atau tidak saat di dekatku itu bukan urusanku. Aku bukan badut yang harus menyenangkan banyak orang," jawab Lania.
Wiliam hanya bisa menggelengkan kepala karena sikap tak peduli dari Lania.
Ia akhirnya hanya bisa menuntun Lania menuju ruang makan, di sana Lania di hidangkan Rawon ayam yang dibuat oleh koki di tempatnya berdasarkan pengamatan si koki saat memasak bersamanya.
Lania langsung memakannya selagi hangat dan tersenyum, "Katakan pada koki, aku menyukai masakannya," ucap Lania sambil tersenyum tipis.
Wiliam memberikan isyarat pada koki untuk memberitahu tentang kesukaan Lania terhadap masakan yang disajikan. Sementara Lania menikmati hidangan tersebut, suasana di ruang makan terasa tenang.
"Oh iya, Wiliam, aku cukup penasaran mengenai pendapatmu soal Viscount Loupestro, seperti apa dia dan bagaimana orangnya," ucap Lania.
"Lady Guardina, daei mana anda mengetahui soal Viscount Loupestro?" tanya Wiliam dengan wajah yang berkeringat dingin.
Lania kemudian menghentikan suapannya dan menatap Wiliam,"Dari hasil investigasi malam itu, aku ingin mendengar pendapatmu sekarang," ucap Lania.
"Haaaah, Viscount Loupestro dulunya adalah orang yang sangat berjasa bagi kerajaan Grander. Yang Mulia Julius Roman Lidrigan X, raja Kerajaan Grander saat ini memberikan penghargaan pada keluarga besar Loupestro sebagai pahlawan nasional, karena kepala keluarga Loupestro yang sebelumnya mengorbankan diri demi keselamatan Pangeran ketiga yang saat itu masih bayi. Dulu mereka adalah keluarga terhormat. Namun, karena terlalu banyak disanjung membuat mereka menjadi jumawa dan lupa diri, apalagi kepala keluarganya sudah berganti. Dan daei semua keluarga Loupestro, anak laki-laki pertama dari Viscount Loupestro yang paling buruk tabiatnya," jawab Wiliam.
Lania mendengarkan dengan serius, "Sepertinya rumor yang aku dengar bukan tanpa alasan. Sial sekali jika sebuah keluarga yang dulu dihormati berubah menjadi seperti itu."
Wiliam mengangguk, "Iya, Lady. Tapi tetap berhati-hatilah, berurusan dengan bangsawan bisa berbahaya. Terutama Viscount Loupestro yang memiliki pengaruh dan kekuasaan di wilayahnya."
"Pertanyaanku, bagaimana bisa mereka begitu kebal hukum, apakah orang-orang tidak ada yang berani membawa keluarga mereka ke persidangan?" tanya Lania.
"Sebenarnya ada, dulu sekali, kisaran 5 tahun lalu. Bahkan mereka membawa bukti dan saksi yang banyak. Namun, entah kenapa Hakim, jaksa dan orang-orang peradilan Grander tidak menganggap serius bukti dan saksi sehingga tak ada hukuman yang diberikan dan si penuntut mendapat sanksi atas pencemaran nama baik dan dipenjara bersama orang-orang yang membantunya bersaksi di peradilan," jawab Wiliam.
Lania yang mendengar itu tatapan matanya menjadi sangat dingin ia juga nampak meminum tehnya secara perlahan, "Kebal hukum huh.... Kira-kira siapa saja yang menjadi hakim dan jaksa penuntut saat itu?" tanya Lania penasaran.
Wiliam memberikan beberapa nama orang yang menjadi hakim, jaksa, dan penentu keputusan dalam kasus tersebut. Lania mencatat dengan saksama dan memikirkan rencana-rencana selanjutnya.
Lania memandangi daftar-daftar nama orang-orang itu beserta foto mereka dalam waktu lama dan sangat fokus.
"Apa diantara orang-orang peradilan ada yang mencoba mendukung penuntut?" tanya Lania.
"Ya satu orang, tapi jaksa penuntut itu sudah jatuh miskin, keluarganya dikucilkan para bangsawan, akhirnya ia hanya hidup sendirian di jalanan sebagai gelandangan, anak dan istrinya juga meninggalkannya karena tak mau hidup bersamanya, sekarang istrinya sudah menikah dengan orang lain dan hidup enak," jawab Wiliam.
"Hoooh, yang manakah kiranya dia?" tanya Lania.
"Penasehat hukum, Kevin von Barbartos," jawab Wiliam sambil menunjuk sebuah foto, pria yang nampaknya masih berusia 30 tahunan dengan brewok tipis di wajahnya.
"Jadi hanya dia yang mendukung penggugat," gumam pelan Lania yang berjalan pergi keluar ruang makan dengan hanya mengenakan baju maid, ia juga membawa tas belanjaan sekaligus uang.
"Lady Guardina, anda ingin kemana!" seru Wiliam yang ingin mengikuti Lania.
"Wiliam, aku ingin melihat semuanya sendiri, tak usah mengikutiku," ucap Lania.
"Tapi ...."
"Will kau hanya menggangguku jika kau mengikutiku, aku terbiasa bekerja sendiri," gumam Lania.
Dalam perjalanan Lania di siang hari, is hanya jalan-jalan berbicara dengan orang-orang, bertanya ini itu, ia juga membeli beberapa makanan di pasar, lalu Lania berjalan dan memberikan beberapa makanannya pada para pengemis yang nampak lusuh, selain memberi makan Lania juga bertanya pada para gelandangan yang ia beri makan.
Beberapa dari mereka tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Namun, Lania tidak menarik kembali apa yang sudah ia beri saat ia tak mendapatkan jawaban yang ia inginkan.
Hingga akhirnya ia mendapatkan jawaban dari apa yang ia mau, meskipun gelandangan itu menjawab sambil marah-marah dan mengucapkan sumpah serapah saat menjawab. Lania hanya tersenyum dan fokus pada hal penting yang ingin ia dengar.
"Terima kasih infonya. Ngomong-ngomong siapa namamu?" tanya Lania.
"Kevin," jawabnya singkat.
"Kevin, apa kau mau bekerja untukku?" tanya Lania.
"Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Kevin aku ingin kau menjadi informan untukku, karena sepertinya kau sangat berpengetahuan, sebagai imbalan aku bisa memberikanmu rumah dan gaji bulanan yang lumayan, pekerjaanmu hanyalah memberikan informasi apapun yang aku butuhkan," ucap Lania dengan nada datar.
"Baik, aku setuju," ucap Kevin.
"Bagus, karena kau setuju, besok temui aku di kediaman Baroness Guardina," ucap Lania yang langsung berdiri dan berjalan pergi meninggalkan Kevin, hari mulai sore dan Lania melihat beberapa suvenir yang ada di satu kios, diantara semua barang, pandangannya terfokus pada satu objek yaitu topeng wajah iblis.
"Paman, berapa harganya?" tanya Lania menunjuk topeng iblis yang terbuat dari kayu itu.
"Ini? Ah harganya hanya 3 tael, tapi nona dari sekian banyak yang aku sediakan kenapa kau tertarik pada topeng menyeramkan?" tanya penjual di kios itu penasaran sambil memandangi Lania yang sangat cantik meski mengenakan baju pelayan atau maid.
"Paman semua orang punya hobi masing-masing, tuanku sangat menyukai aksesoris bertema setan seperti ini jadi aku membelinya untuk menyenangkan hatinya," ucap Lania bebohong karena ia membeli itu untuk dirinya sendiri.
"Ah begitu, ini ambilah," ucap pria itu.
Lania hanya tersenyum sambil memberikan tiga tael dan menyimpan topengnya di dalam tas belanjaan. Tak lama setelah itu keributan terdengar dan hal itu menarik perhatian banyak orang termasuk Lania yang tengah jalan-jalan dengan menyamar sebagai pelayan bangsawan.
Lania kemudian melihat seorang nenek tua yang memohon-mohon pada seorang pria untuk tidak membawa anaknya dan anak perempuannya juga nampak meronta-ronta untuk bisa kembali ke pelukan sang ibu.
Namun pria muda itu dengan tega menendang sang nenek dan meludah, "Makanya kalau minjam lunasi sebelum jatuh tempo!"
"Tapi tuan tolong jangan anak saya yang dibawa!"
"Ah bacot kau!" serunya yang mulai memegang tongkat kayu dan bersiap memukul si nenek.
"Ibu! Jangan! Jangan sakiti ibuku! Hentikan!" seru gadis itu mulai menangis.
Dan saat tongkat itu di ayunkan. Seketika tangan pria muda itu digenggam erat oleh seorang gadis dan lengan gadis itu menarik tangan pemuda itu, menggunakan energi kinetik dari gerakan tangan si pemuda untuk mengendalikan tubuh si pemuda dalam sebuah Harmoni. Si pemuda itu tertarik dan berjalan maju membentuk lingkaran dan ketiaknya di dorong ke depan ditekan ke bawah dan itu terjadi sangat cepat hingga membuatnya bergelinding di tanah.
Dan pelaku dari penggagalan pemukulan itu adalah Lania yang berpakaian maid, ia menggunakan teknik Aikido yang pernah ia pelajari di kehidupan sebelumnya sebelum ia bereinkarnasi menjadi Lania.
Semua orang terkejut akan hal itu, Lania kemudian menghampiri si nenek dan menanyakan kondisinya.
"Bu, anda tak apa-apa, apa ada bagian yang sakit?" tanya Lania pada nenek tua yang tertunduk di tanah.
"Sialan siapa kau berani sekali kau menggangguku!" seru pemuda itu pada Lania dan terliah nenek tua itu ketakutan dan berlindung di punggung Lania dengan tangan yang gemetar ia menggenggam seragam maid yang Lania kenakan.
"Aku tidak akan mau mengenalkan diriku pada orang yang main tangan pada seorang nenek tua yang lemah!" seru Lania dengan tatapan tajam.
"T-tolong pergilah, i-ini masalahku, k-kau tak boleh terlibat, d-dia anak viscount Loupestro, Julian von Loupestro," ungkap si nenek.
Lania yang mendengar nama Loupestro langsung menatap pemuda yang tiba-tiba memasang wajah angkuh padanya.
"Apa kau tak dengar itu? Aku akan memaafkanmu jika kau pergi dan tidak ikut campur. Namun, jika kau masih menghalangiku aku akan membawamu keperadilan!" seru Julian.
"Berapa hutang ibu tua ini padamu?" tanya Lania.
"1 juta tael," jawab Julian, "Tapi dengan bunganya yang terus naik selama setahun dan dia sudah berhutang lalu menunda pembayaran 10 tahun. Maka total hutangnya 100 milyar Tael," jawabnya.
Lania cukup kaget dengan jumlah segila itu, kalau ia membantu membayarnya itu memang bisa-bisa saja, tapi setelahnya ia tak bisa menggaji pegawainya. Dengan pertimbangan ini itu. Lania akhirnya terpaksa pergi meninggalkan si nenek.
"Oi, apa kau pikir kau bisa meninggalkanku begitu saja setelah membuat masalah satu kali, kau harus dipukul oleh pengawalku satu kali untuk menerima ampunan dariku," ucap Julian sambil menjentikkan jari.
Lalu tiba-tiba pria berotot kekar datang menghampiri Lania dan tampak sangat mengancam, ia juga sepertinya sangat-sangat siap untuk membunuh Lania jika mau.
Lania nampak berkeringat dingin, karena menerima pukulan dari pengawal Julian, akan berakibat fatal pada tubuhnya yang lemah, meski hanya menerima satu pukulan, ia mungkin saja akan menerima cedera yang berat.
"Bagaimana sebagai permintaan maaf aku akan mengajak kalian minum teh di rumahku?" tanya Lania pada Julian. Soalnya ia tidak mau menerima luka berat dari pukulan orang berbahaya.
"Minum teh di rumah seorang pelayan? Huh! Penawaranmu sama saja penghinaan untukku!" seru Julian, "Habisi dia dalam dua tinju!" titah Julian pada bawahannya.
Lania yang mendengar itu langsung berlari ke dalam kerumunan. Tentu saja bawahan Julian akan mengejarnya habis-habisan. Namun, karena Lania ada dalam kerumunan warga Julian berbadan besar itu kesulitan untuk bergerak dan mencari Lania yang berbadan kecil di tengah kerumunan.
Hingga akhirnya, "Aaaaaaaaaaaaaa!" Julian menjerit tiba-tiba dan ia langsung tertunduk tak bisa bergerak semua orang menyingkir dari pengawal Julian untuk melihat apa yang terjadi, ternyata pengawal Julian yang bertubuh besar itu lumpuh dan tak bisa menggerakkan kedua kakinya karena tendon di kedua kakinya putus oleh tebasan seseorang.
"Aaaaaaaah! Bajingan mana yang berani melakukan ini pa-"
Belum selesai ia bicara sebuah paser beracun menancap di lehernya dan pelakunya adalah Lania yang bersembunyi di balik keramaian.
Yah Lania punya keahlian membunuh dalam diam, sebuah bencana jika kau mengejarnya dan dalam pengejaran tiba-tiba kehilangan jejak maka hanya ada dua hal yang terjadi, ia bersembunyi dan mengincar titik butamu atau ia berhasil melarikan diri.
Melihat si pengawal Julian sudah mati. Lania pun berbaur dalam keramaian dan pergi dari sana dengan tenang sambil menandai wajah Julian dalam ingatannya, ia sangat benci pada orang yang bertindak kejam pada orang tua.
Namun, untuk saat ini Julian bukanlah targetnya karena ia kekurangan informasi, untuk sementara ia tidak akan mengincar Julian.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Frando Kanan
btw next Thor 😃
2024-02-03
0