Arumi, sepupu yang aku cintai dalam diam dari sejak kelas ia kelas 4 sd. Saat itu ia masih kelas 4 sd dan aku udah SMP. yah Saat ini aku dan arumi sedang membayangkan kembali saat kami main sepeda bersama dan arumi terjatuh. Aku spontan mendekatinya.
Flashback On.
“ Arumi..” hafidz berteriak kecil. Ia kaget dan melemparkan sepedanya ketanah.
Arumi memegang kakinya sambil mengerang kesakitan “ mas, tolongin.. kaki arumi sakit “
Hafidz berjongkok lalu menyentuh kaki arumi.
"rum – rum, lain kali kalo naik sepeda hati – hati , liat nih kamu jadi jatuh kan? jangan bikin mas hafiz cemas ya, dimana yang sakit?”
Diperiksa nya bagian kaki arumi dan tanpa sadar, hafidz memegang kaki sepupu kecil nya itu dengan kuat.
“ ini, disini mas.. aduh jangan kuat - kuat megang kakinya! Sakit tau!” Arumi mengaduh kesakitan
“ maaf.. maaf mas nggak sengaja ! Bengkak rum ini kakinya! kayaknya terkilir.. kita pulang aja yuk, mas obatin dirumah “ ia berdiri dan mengulurkan tangannya.
Arumi mendongak, menatap tubuh jangkung kakak sepupunya “ gak bisa jalan mas, kaki rum sakit”
Hafidz tersenyum lalu kembali berjongkok “ iya mas hafidz tau, berdiri dulu makanya”
Mas Hafidz mengulurkan lagi tangannya, aku meraihnya dan berdiri dengan menahan rasa sakit. Ada ngilu yang terpatri disana.
“sekarang, taruh tangannya disini rum, dibahuku!” hafidz menepuk pundak nya memberi isyarat agar aku meletakkan tanganku dipundaknya.
Aku menurut, dengan wajah malu aku bertanya“ gak di gendongkan?”
Ia menggeleng “ gak! mas mana sanggup gendong kamu, arumi kan gendut!” hafidz meledek arumi.
Arumi mendaratkan sebuah hadiah dikuping hafidz, dia jewer dengan kuat kuping sepupunya.“ body swimming!”
Hafidz bukannya kesakitan tapi malah tertawa keras “ bukan body swimming rum tapi body shamming!”
Arumi pun tertawa “ alah, beda swim dan sham doang ,, kira sama aja lah artinya”
Hafidz dan Arumi masih tertawa terbahak - bahak tapi sesaat kemudian wajah mereka masing – masing jadi sendu, sama seperti irham dikamar ibunya.
Flashback Off.
Sekarang mereka bersandar di dinding dengan wajah sedih, tenggelam dalam pikiran masing – masing.
tiga orang dengan takdir yang sama tapi dengan alur cerita yang berbeda. Tak merasakan kasih sayang seorang ayah!
***
Pagi ini Irham bangun dan melanjutkan aktivitas seperti biasa. Ia mandi dan sarapan terlebih dulu bareng dengan dua sahabatnya, Hafidz dan Zayn. Mereka adalah sahabat suka dan duka Irham.
“ gue duluan ya ! mau liat ibuk kekamar!” irham bangkit dari duduknya.
“ ok, ntar lagi gue nyusul ya !” Hafidz yang hampir menyelesaikan makanannya menyahut sementara Zayn tak menjawab karena mulut masih penuh dengan nasi goreng buatan mbak Wina.
“its oke! Gapapa lu santai aja, mau nambah lagi juga gak apa ! lu jarang kan cicipin nasgor buatan mbak wina?! Makan aja yang banyak karena ntar lo bakalan kangen nasi goreng mbak wina, kalau ibu udah sembuh ya mereka bakal balik kekota! Kasian Bang Nawir harus bolak – balik kekota udah tiga hari ini.. bosnya cuma kasih izin cuti cuma berapa hari!”
Irham menjelaskan dengan ekpresi yang tadi ceria berubah jadi sedih melihat keadaan abangnya, Nawir namun kondisi ibu yang sakit mengharuskan abangnya pulang dan pergi padahal jarak antara kantor dan rumah mereka lumayan jauh. Ibunya irham hanya tinggal sendirian karena dua anak lelakinya, Irham dan Nawir memilih merantau. Nawir bekerja diluar kota dan Irham sekolah sambil kerja di cafe di tangerang. Irham kerja dicafe bareng Hafidz dan Zayn , mereka bertiga bekerja sebagai musisi reguler alias penyanyi cafe, itu adalah bahasa sederhananya.
Oke, back to topic ke alur cerita ke Irham yang masih mengobrol dengan dua sohib terbaiknya!
“nggak lah! G!la lu ya, gue disuruh ngabisin segini banyak! Bisa meledak perut gue !” hafidz mengangkat wadah kaca berbentuk bulat mengarah ke Irham. Hafidz berbisik agar tak mbak Wina tak mendengar ucapannya. Hafidz khawatir mbak wina sakit hati jika mendengar ucapannya.
“ ya kali aja, porsi makan lu gede idz!” ledek Irham.
“nggak lah! Walau gue nyambi juga jadi kuli bangunan tapi porsi gue masih kek manusia pada umumnya, bro! kecuali si zayn nih! Liat aja, dari tadi makan mulu padahal badannya kurus loh hahaha! Tawa hafidz pecah disambut dengan tawa Irham yang juga membahana.
Zayn yang merasa sedang jadi bahan tertawaan dua sahabatnya, angkat bicara dengan mulut yang masih penuh dengan nsi goreng. “ kayian..jang.. ghan.. ber..iikhik nan.. ti tante kebang.. uhuk... uhuk!” Zayn tersedak sebelum menyelesaikan kalimatnya.
“ selesaikan dulu kunyahan nasi dimulut lo zayn baru ngomong”hafidz mengingatkan sambil menepuk – nepuk pelan punggung Zayn.
“ nih minum dulu” Hafidz menyodorkan gelas berisi air putih ke hadapan zayn yang langsung menenggak habis air yang diberikan hafidz.
“ lagi ?!”
“hm ya!” Zayn menepuk dadanya setelah agak reda .
Irham hanya geleng – kepala melihat tingkah kocak sohib sekaligus sepupunya itu.
“ya udah gue liat nyokap dulu ya kekamar”
“oke!” hafidz mengacungkan jempolnya.
Irham beranjak dari meja makan dan mengambil bubur yang dimasak mbak wina untuk ibu. setelah itu ia menuju kamar.
“buk, kita sarapan ya, am suapin..” katanya sambil membuka pintu kamarnya yang sedari tadi tertutup. Sejak ada hafidz dan zayn menginap, ibunya memang selalu meminta Irham, Nawir atau Wina, menantunya untuk selalu menutup pintu kamar nya. Segan begitu kata ibunya Irham.
“ he’em, yang banyak ya buburnya.. ibu lapar am”
Irham mengernyitkan dahi, ia terheran kenapa kali ini sang ibu meminta bubur dalam porsi yang banyak padahal dari kemarin dia tak berselera makan.
“ iya boleh kalau ibu mau yang banyak bubur nya tapi nanti ya bu kalau bubur yang ini abis biar nggak mubazir” bujuk irham agar ibunya mau menghabiskan bubur yang dibawa Irham.
“ iya udah, boleh..” sang bunda membuka mulutnya lebar – lebar. Netra Irham berbinar bahagia. Ya dia bahagia melihat ibunya mulai makan dengan lahap.
Tak terbayangkan bagaimana perasaannya jika kehilangan wanita yang melahirkan Irham kedalam dunia ini. Mungkin perasaan Irham akan hancur – sehancurnya. Akan terpuruk jauh didasar samudra rindu dan kehilangan. Mungkin perasaannya terlalu berlebihan saat nanti kehilangan ibunya. Orang lain juga kehilangan orang tuanya, orang lain juga kehilangan seseorang mereka sayang namun mungkin takkan selebay Irham.
Ya tak mengapalah dianggap lebay! Toh mereka tak ada di posisi Irham yang sedari umur dua tahun sudah kehilangan ayahnya dan sama sekali merasakan kasih sayang sang ayah dari sejak Irham berusia dua tahun. Ia tak tau bagaimana rasanya dipeluk dengan hangat oleh ayahnya, ia tak tau bagaimana rasanya menengadahkan minta uang jajan sekolah pada ayahnya.
Tak merasakan bagaimana suapan tangan kekar sang ayah, digendong dan diterbangkan seperti pesawat diatas pundak sang ayah.
Semua itu tak Irham rasakan dari sejak ayahnya meninggal !
Tanpa terasa airmatanya meleleh dan bubur dalam mangkuk yang masih ada di genggaman Irham tinggal satu sendok lagi. Ibunya menyeka bulir – bulir kristal yang jatuh dipipi anak bungsunya.
“ kamu kenapa nangis nak? kamu teringat ayahmu ya?” seolah faham apa yang sedang dipikirkan Irham.
“ nggak buk, bukan! “ Irham menggelengkan kepalanya mencoba menghindari pertanyaan ibunya.
“ terus apa nak? apa yang kamu pikirin sampe kamu nangis gini?"
“ nggak ada buk ! am nggak mikirin apa – apa ! “
“ ibu ngerti kamu takut kehilangan ibu setelah kamu kehilangan ayah nak tapi namanya kematian dan kehilangan itu pasti hadir dalam baik cepat atau lambat”
“ehem!” Irham berdehem, menahan sesak yang ingin menyeruak dari dalam dadanya. Berkali – kali menghembuskan nafas dan meraupnya kembali. Setelah agak tenang barulah Irham menyodorkan suapan terakhir pada ibunya.
“ ini bu satu suap lagi, abis ini ibu minum obatnya ya biar cepat sembuh dan tidurnya tenang”
Ibunya menurut dan membuka mulutnya. Selesai makan, Irham memberi ibunya minum juga obat. Setelah berbincang sesaat, efek samping dari obat yang diminum ibunya mulai bereaksi. Ibunya menguap berkali – berkali.
“ udah ibu tidur ya, oke.. am mau keluar dulu naruh piring kotor!” am segera bangkit namun ibunya menarik tangan irham.
“ am , ingat permintaan ibuk ya ! kalau ibuk meninggal, ibu mau dikuburkan persis disebelah kuburan ayahmu ya nang!”pinta sang ibunda dengan wajah sendu. Ibunya benar – benar memohon agar Irham mau meluluskan permintaan ibunya hingga Irham bingung harus menjawab apa.
“ehm, soal itu nanti kita obrolin ya buk ya, oke! Sekarang ibuk harus tidur dulu”bIrham meletakkan mangkuk bubur ke atas nakas , membaringkan ibunya ke tempat tidurnya lalu menutup nya dengan selimut.
Ibunya tak menjawab apapun ia langsung memejamkan mata. Mungkin merajuk karena Irham seperti enggan memenuhi keinginannya.
**
Tiga hari sudah berlalu sejak ibunya irham mulai kembali selera makan , ibunya berangsur sembuh. Banyak perubahan yang terjadi. Nawir memperhatikan perubahan pada sang bunda.
“ hm, hidungnya mulai turun kalo diliat dari samping kayak tanda – tanda..?!” gumam nawir menganalis kondisi tubuh ibunya.
“ am, kamu sini dampingi ibuk , nggak usah beranjak kemana – mana ya, abang takut nanti kamu..”kalimat bang nawir menggantung, tak tega ia memberitahukan ciri – ciri dari orang yang akan meninggal.
“Takut apa bang?"
“ oh gapapa, nanti juga kamu tau sendiri”
Irham menaikkan kedua bahunya belum mengerti makna takut yang dikatakan oleh abangnya.
Detik waktu terus bergulir kemudian berubah menjadi menit juga jam. Hening hanya deru dari helaan nafas yang terdengar . dua jam berlalu dan tiba – tiba mata sang ibu terbuka, keringat bercucuran dari pelipisnya. Aneh, tubuhnya dingin dan kaku tapi mengeluarkan keringat, irham membatin. Panik pun melanda Irham saat nafas ibunya mulai tersengal – tersengal.
“bang, ini kenapa bang? Ibuk kenapa?!”
“tenang am tenang, sekarang kamu bantu bacain talqin ditelinga ibu! bimbing ibu untuk ikuti semua ucapan kamu, ya!”
“ hm, ya bang!”
Irham membacakan talqin ditelinga ibunya dengan perasaan sesak , tangisnya tak bisa disembunyikan Irham.
“ buk, ikuti ucapan Irham ya”
Ibunya pun mengikuti semua ucapan Irham lalu dengan perlahan hembusan nafas terakhir pun meninggalkan raga sang ibunda tercinta. Irham memeluk tubuh kaku ibunya.
“ buk! Bangun buk! Ibuk udah janji kan mau sembuh tapi kenapa malah ibuk ninggalin am?!” diguncang – guncang kan nya tubuh ibunya. Semua yang hadir dan menyaksikan itu semua ikut menangis. perlahan nawir menepuk bahu adiknya.
“ am , udah! jangan nangis lag i! nggak baik nangis depan jenazah ibuk ..! Sekarang kita harus urus proses penguburan mama”
Irham hanya mengangguk lemah tanpa bangkit dari sisi ibunya. Nawir akhirnya membiarkan Irham untuk tetap disisi ibunya.
Nawir bergerak cepat menyiapkan semuanya, mulai dari menyiapkan kain kaf*n, kain panjang serta menyambut orang – orang yang datang melayat.
Sementara Irham masih terus menangis,kedua kakinya seakan tak mampu untuk menyangga tubuhnya. Tapi ia harus kuat hingga proses menshalatkan jenazah dan memakamkan jasad ibu mereka ke peristirahatan terakhir.
Irham memapah jasad ibunya masuk keliang lahat dan melihat detik – detik jasadnya ibunya tertimbun tanah dengan sempurna!.
Irham tak jua beranjak dari sisi kuburan ayah dan ibunya padahal hari sudah sore dan para pelayat yang mengantarkan jenazah ibunya sudah berpulangan dari sejak tadi.
“ am, udah yok pulang! Udah sore ini, nggak enak kalo diliat orang kalo kita masih disini!” Nawir membujuk adiknya.
“iya, bro! udah yok pulang !”Hafidz juga ikut membujuk Irham.
Irham akhirnya mau meninggalkan area makam. Perlahan ia beranjak menjauh dari sisi makam ibu dan ayahnya, diikutin oleh nawir, hafidz dan zayn. Sebelum benar – benar irham kembali menoleh menatap kuburan ibunya yang masih merah.
“ apa Irham bisa ngelewatin hari – hari tanpa ibuk disamping Irham buk!? Apa bisa?! ”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments