Keesokan paginya, aku bangun ceria .. seolah tak ada apapun yang terjadi kemarin malam. Aku bersiap-siap berangkat sekolah, memasukkan buku-buku kedalam tas usangku. Kupandang tas usang itu, aku mengelusnya dengan perasaan sedih.
Tas usang ini telah menemaniku sejak lama , entah kapan aku bis a membeli yang baru.
‘sabar ya rum, nanti kalo punya uang, pasti dibeliin tas baru sama mama”aku bersiap keluar dari kamar menemui mama. Diruang tamu mama tengah bersiap akan pergi kerja. Terukir seulas senyum dibibirku. Aku berdiri sambil memandang mama.
“ galak sih tapi tetap aja mama yang paling tulus kasih sayangnya” aku terus memandang mama yang terus merapikan jilbabnya didepan kaca.
Kutanyakan tentang yang terjadi semalam “ ma, semalam baba nyakitin mama lagi kan?”.
Mama menoleh padaku “ ndak kenapa-napa, ini cuma lebam sedikit nanti juga sembuh”
“ma, usah bohong, arumi tau pasti sakit, kalau arumi jadi mama .. udah arumi balas itu lelaki brengsek! Arumi ndak bisa sesabar mama!”
Nafasku memburu, emosiku naik turun.
Tapi amarah ku yang menggelegak hanya di balas dengan sikap santai. Bidadari tanpa sayap dihadapanku ini terus meyakinkanku bahwa ia baik-baik saja.
“ iya, benar! mama mboten nopo-nopo.. nanti juga sembuh”.
See ! saat udah babak belur kayak gini pun, mama masih membela suami tercintanya itu !
Bucin nya terlalu ugal – ugalan ! aku nggak akan kayak gitu kalo udah nikah !
Aku masih bersikeras bahwa mama tak baik –baik saja.
“ tapi ma, ini lebamnya parah loh..arumi obatin dulu ya “
Tapi aku malah dikacangin sama mama, beliau malah nyiapin mukenanya untuk dibawa ketempat kerjanya. Dilipat – lipatnya mukenah lusuh dan yang sudah warnanya kedalam kantong kresek hitam.
Aku cuma bisa bergumam “ tuhkan dikacangin, emang boleh se - dikacangin itu ?!”
Setelah selesai melipat mukenanya, pandangan mama beralih padaku “ Arumi, hari ini mama pulang agak malam, kamu kalo laper ngutang endog atau indomie dulu ya di warung buk ida”
Kubalas dengan anggukkan kepala, baru saja aku selesai menganggukkan kepala .. mama bangun dari duduknya dan melangkah dengan tergesa – gesa, mama jadi kayak dikejar-kejar hantu. Ia buru-buru keluar dari ruang tamu.
Aku hanya melongo. Kenapa sekarang kayak tergesa – gesa gitu ? tadi semua nya dilakukan secara santai seolah kayak nggak ada apa – apa! Ah aneh emang !.
Kukira mama akan meninggalkan ku sendirian bersama baba tapi ternyata tidak, mama tak pergi meninggalkanku. ia menungguku didepan pintu.
Aku masih melongo sibuk dengan pikiranku sendiri.
“ wes tho ndang lungo.. nanti kamu telat kesekolahnya, ayok!” suara mama mebuyarkan lamunanku.
tak langsung kuturuti apa yang barusan mama katakan, aku malah celingak –celinguk mencari baba “ baba mana ma?”
“sek turu.. wes, ndak usah ngurusin urusan babamu, ndang cepat kesekolah biar ndak telat, ayok”titahnya lagi.
Aku masih berdiri mematung ditempatku berdiri karena tak kunjung beranjak , kali ini mama benar-benar pergi keluar rumah dan berjalan pelan di halaman rumah.
“ yah .. yah main langsung pergi lagi si mama..bukannya ditunggu”.
“tunggu ma, kita bareng aja ya perginya” teriakku lalu menyusulnya “
Saat keluar rumah, aku dan mama bertemu dua tetangga kepo sejagat raya datang. Bu Rowo dan Bu Marni.
Mulu mereka yang bau sampah mulai menebar racun dari kalimatnya “ hm.. pasti semalam digebukin lagi kan karo bojonya? Kan.. kan? Liat tuh wajahnya udah buk ningsih udah lebam-lebam gitu! Makanya buk ningsih , cari suami tu yang jelas bibit –bebet dan bobotnya.. jangan kayak beli kucing dalam karung.
Mama hanya bergeming menatap mereka. Malas untuk merespon, mama terus berjalan ingin meninggalkan tetangga serba kepo tapi bu rowo terus mencecar dan semakin merasa diatas angin Melihat lawan bicaranya tak merespon, buk marni yang otor { otak kotor } tak mau kalah dengan kehebatan bu rowo, bu marni semangat empat lima membuli mama lewat ucapannya ..
“ ih, iya ya kasian ya ?! tapi bener sih buk, kalo cari pasangan itu harus bibit, bebet dan onderdilnya “ ia tertawa genit.
Aku tau arah ucapan buk marni kemana saat menyebut kata *onderdil*, agak lain emang tetangga satu ini . ok, akan kubalas mereka dengan kata –kata pedasku.
“ ya Allah, bu.. tua – tua gini mesum banget ya otaknya”
Buk rowo mendengus kesal kearahku tapi tak berhenti menyindirku dan mama “ udah miskin, gak tau diri ! ya kan buk marni?!”
Wanita dengan menor itu meminta dukungan temannya yang tak kalah heboh dandanannya.
mama beristighfar melihat kelakuan mereka. Buk rowo dan buk marni tetap tertawa sinis menatap mama, kubalas juga mereka dengan tatapan sinisku “iyalah, si paling tau sama kehidupan orang.. kayak hidup dia udah sempurna aja “.
Buk rowo memonyongkan bibir nya lalu ia menoleh ke arah buk marni . kembali menyindir “eg, buk marni tau gak sih ?! sebenarnya buk ningsih ini keliatannya aja polos tapi sebenarnya suhu ! pura-pura jadi tukang cuci tapi sebenarnya ani-ani hahaha“
Tawanya menggelegar.
mama masih hanya bergeming menatap tetangga yang super peduli dengan kehidupan kami. Alangkah baik mereka hingga mengulik urusan rumah tangga kami sampai ke akar – akar nya.
“eh, maaf ya buk ningsih.. emang kadang mulut saya ni ndak bisa di rem” permintaan tak tulus di lontarkan oleh bu rowo.
“ dirumah gak ada kaca ya buk ? makanya gak bisa ngaca.. mukanya kayak walang sangit gitu!” kuserang dengan kalimat pedas sepedasnya. Wanita yang dandanannya seperti ondel – ondel mendelik kesal. Aku puas dan merasa menang karena berhasil membuat rowo kesal sejadi-jadinya.
Tak ingin pertikaian berlanjut , mama mengajakku pergi
“ arumi, ayok kita pergi nduk,, nanti kamu telat , ayok !”
Aku hanya bergeming , menunggu sindiran buk rowo selanjutnya “ bentar ya ma, kita tunggu dulu si tetangga budiwati ni ngomong apa lagi, arumi mau dengar” kataku dalam hati.
Dan benar saja ia terus menyindir mama “ kerja lembur bagai kuda, eh buk ningsih.. kumpulin dong buat beli rumah yang lebih bagus dari gubuk kalian! Ya kan buk marni ?!”
Buk marni mengangguk. mama tak merespon satu kalimat pun..
ia pergi melangkah kearah jalan. Memang ada benarnya apa omongannya buk rowo, rumah kami memang hanya gubuk yang hampir reot tapi bukan berarti dia bisa seenaknya saja menghina kami..
Dan cara mama menghadapi orang seperti buk marni dan buk rowo udah tepat, memang harus dengan cara tak mendengar apapun omongan mereka. Karena meladeni ucapan mereka sama saja akan membuat sakit hati.
Alih-alih berhenti menyindir mamaku yang semakin pergi menjauh , sekarang giliran buk marni yang menyindir “ buk ningsih, opo ndak sekalian suruh anak wedhok’e jadi buruh cuci , biar ndak puasa senin-kamis terus.. atau itu yang kerja diwarung remang-remang “ teriak bu marni dari jauh. Kini mereka tak lagi mengikuti mama yang sudah jauh.
“bener” sahut buk rowo meledek.
mama gak peduli, di pekak kan nya kupingnya seolah tak mendegar apapun dan terus berjalan semakin menjauh. Aku jauh tertinggal , masih berdiri disamping dua orang tak berperasaan.
Aku yang sedari tadi fokus menghujamkan pandangan ku pada mbu marni dan bu rowo, mulai beralih menoleh ke mama dan memanggilnya.
“ ma, tunggu arumi”
Tapi mama tak menggubris panggilanku. Kukembalikan lagi pandanganku pada dua makhluk jadi – jadian disampingku dan melontarkan kalimat penutup.
“ buk marni, miskin harta boleh tapi jangan miskin adab kayak kalian! Permisi!”
Setelah berkata demikian aku berlari mengejar mama yang sudah jauh dari tempatku sekarang. Masih sempat kudengar omongan terakhir buk rowo.
“ih, mulutnya.. buah tu emang ndak jauh dari pohonnya “sengaja ia membesarkan volume suaranya.
Aku tak memperdulikannya lagi, kutinggalkan duo biang gosip yang masih terus lanjut makan daging bangkai saudaranya semuslim.
“anggap aja anj*ng yang lagi menggonggong “ kataku, aku sudah malas meladeninya karena pasti takkan ada habisnya
Perlahan aku berjalan mendekati mendekati mama yang menungguku agak jauh. Tak ingin lama aku berlari biar cepat sampai ke sama , pada yang sedang menatapku sambil lari tergopoh –gopoh. Dengan nafasku yang masih tak beraturan, aku berdiri didepan mama mendengar semua nasihatnya.
Mata mama menatapku dengan tatapan seperti marah dan kecewa “ kamu ndak oleh ngomong kayak gitu , ndak sopan bicara ke orang yang lebih tua kayak gitu! Ndak sopan nduk! mama ndak senang!”
aku kuusap keringat yang ada dipelipisku “ ndak papa ma biar jadi pelajaran karena gak semua orang semudah itu ditindas, kita gak salah”aku membela diri.
Mama menghela nafas mendengar ucapanku “ pokoknya kamu harus jaga omonganmu nduk! Karna mau sesopan apapun kita kalau yang namanya masih miskin ndak kan pernah dipandang oleh siapapun! Eling seng si mbok wulangke sampai kapanpun.” Tegasnya.
Aku mengangguk dan menunduk takzim seraya menangkupkan tanganku didada “ iya mbok, cah ayumu bakal nuruti opo sing wes diwulangke “
Mama mencubit pinggangku sambil berkata “ malah diguyoni “
Aku tertawa dan tanpa terasa kami sudah sampai diujung gang rumah kami. Aku mengulurkan tangan.
“udah sampai gang ma, saatnya kita berpisah.. salim dulu?!”
mama mengulurkan tangannya.
Aku mencium takzim
“ arumi pergi sekolah ya bund, assalamu’alaikum”
“wa’alaikumussalam” ia memandangi langkahku yang tergesa “ ojo terburu buru nduk, nanti jatuh!”.
“ sip ma” ku acungkan jempolku tanpa menoleh.
Disekolah , Aku keluarkan buku tanpa banyak bicara ke teman – teman kelasku, bukan sombong ..
tapi im introvert!
Kalimat itu udah ngewakilin semuanya tentangku.
Pukul setengah satu siang.
Bel sekolah berbunyi, waktunya pulang.
Kusandang tas dan pulang.
Disepanjang perjalanan, aku merenungi lagi kalimat mama tadi “pokoknya kamu harus jaga omonganmu nduk! Karna mau sesopan apapun kita kalau yang namanya masih miskin ndak kan pernah dipandang oleh siapapun!”
Omongan mama kayak doktrinisasi untuk aku , sometimes aku jadi seseorang yang ‘highly sensitive person dan gak enakan sama orang lain. Kadang juga aku jadi seseorang yang ‘kesabarannya setipis tisu dibelah seribu’.
“ hm, capek karena harus memenuhi mimpi dan ekspetasi orang disekitarku. Bahkan mimpiku hancur karna effort ku untuk memenuhi mimpi dan ekspetasi orang lain. Tapi mau gimana lagi ya jalani aja !.
hari - hariku benar - benar melelahkan, kuhembuskan nafas
Ku tengadahkan wajah ku menatap matahari terik, hari ini benar – benar panas. Sepanas hatiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments