Kusandarkan tubuhku pada dinding, kuraup sebanyak mungkin oksigen kedalam ruang dadaku yang terasa sesak. Sesak karena memikirkan perlakuan kasar baba pada mama, mama yang bak boneka patung saat dipukuli, di di zalimi suaminya, dikata- katai tak becus urus suami.
“Ah, ternyata pernikahan itu terlalu menyakitkan!” kuluapkan kegusaran itu dalam hati. Pikiran yang melayang tatapan pun ikut melayang mengikuti gerakan duduk tahiyat akhir mama, dia menolehkan kepalanya kekanan lalu kekiri pertanda shalat nya telah selesai.
“ngelamunin apa nduk?” tanyanya lembut seraya mendekat duduk disampingku.
“nggak ngelamunin apa – apa !”
“hm, yakin nggak ada. Kok kusut gitu wajahnya?"
“beneran ma, arumi nggak ngelamunin apa – apa !”. kutekan kalimat ku bahwa aku tak melamun kan apa – apa walaupun sebenarnya ada tapi tak mungkin kan aku jujur pada mama apa yang kulamunkan. mama terdiam tak lagi bertanya sepertinya mama mengerti jika aku tak ingin ditanya lebih lanjut.
Hening untuk beberapa saat..
Tak ada yang bersuara
“ rum, minggu ini kita ke bintaro ya kerumah si mbah dan tante!” suara mama memecah keheningan.
“ iya ma”
**
Weekend tiba aku dan mama sudah didalam bus menuju rumah nenek dan tante. Sesampainya disana segera kusalami si mbah dan tante ku. Si mbah memuji ku yang semakin besar semakin tambah cantik, aku tersipu mendengarnya. Setelah berbincang – bincang sesaat bertanya tentang sekolah, kabarku dan mama. Wajah si mbah yang semula ceria mendadak berubah sendu demi melihat luka pada wajah dan tangan anak perempuan sulungnya alias mamaku.
Sebenarnya si mbah sudah menyadari luka diwajah putrinya tapi dia tahan ekpresi sedihnya karena tak ingin menyambut anak dan cucunya dengan kesedihan. Sekarang si mbah memberanikan diri untuk menyapa luka yang tertoreh pada wajah anaknya.
“iki rai mu mesti digebukin bojomu kan nduk?” si mbah menatap wajah anak yang dia lahirkan penh kasih masih dengan sendu
mama hanya diam dan menghela nafas.
Simbah pun ikut menghela nafas kemudian ia bersandar didinding “dulu kan si mbok ndak setuju kamu nikah karo bojomu iku! Wes bener opo batinku kalau bojomu itu bukan laki – laki yang baik
mama menunduk, seperti menyesali pilihan hatinya. Kembali mama menghela nafas.
Si mbah masih tetap terus mengungkit semua masa lalu mama “ dulu si mbok jodohin kamu sama anak lanang dari solo, udah hampir nikah eh ndak jadi karena dia udah meninggal”
“wes to mbok, udah berlalu itu”mama menatap ibunya dengan tatapan penyesalan dalam.
Si mbah mulai melunakkan suaranya “ si mbok bukan bermaksud menyakiti hati kamu nduk tapi coba kamu ingat lagi , udah berapa banyak kebohongan yang dilakukan bojomu termasuk kebohongannya yang jadikan kamu istri kedua!”
Saat ini nenek mulai menangis.
“oh ternyata mama dulu pernah dijodohin sama orang solo, kenapa nggak terima dan mau aja ya? Siapa tau yang dijodohin si mbah lebih baik dari baba ku yang brengs*k ! “
protes dan geram yang kuutarakan dalam hati.
Tante menyadari suasana mulai tak nyaman pun menyela “ wes mbok, mbakyu sama arumi datang dari depok kesini mau ada * perlu * sama kita.”
Si mbah menggangguk seakan mengerti ucapan bungsunya, diusapnya air mata yang bergenang dipipi nya keriput. “ aku yo cuma sedih anakku disakiti bojonya, anak yang aku lahirkan dengan mempertaruhkan nyawa kok bisa setiap kali marah selalu anaku yang jadi pelampiasan amarahnya! “serak suara si mbah terdengar saat mengucapkan kalimat itu.
“wes lah aku tak ambil duit dulu “ si mbah bangun perlahan dari duduknya. Tante mengangguk dan menatap si mbah yang melangkah kekamar. Setelah si mbah pergi , tante menoleh ke mama dan aku.
Diraup kasar udara yang ada disekitarnya, agar mengurang sesak didadanya. Setelah tenang dan bisa mengendalikan gugupnya ,tante meminta maaf karena ini terakhir kalinya bisa membantu ku dan mama karena suaminya memberikan pilihan jika masih tetap membantu mbakyunya maka mereka akan bercerai. Suaminya akan balik ke ponorogo.
Tante memilin jemarinya seakan merasa bersalah “ Mohon maaf banget mbakyu, aku udah gak bisa bantu lagi mbak,, mas warsi marah - marah sama aku mbak!
“ Kata suamiku gini mbak , * kamu ndak usah bantuin mbak yu mu lagi karena biaya kehidupan kita aja ndak cukup ditambah dengan dua anak, kamu juga wes ndak kerjo jadi kamu harapkan sopo? Aku ? ya ora iso! Wes, kalo kamu masih ngeyel mending kita masing masing ae lah , aku balik ke ponorogo gitu kata mas warsi mbak.”
Tante mengulang kembali apa yang diucapkan suaminya.
Honestly, Pamanku bukan tipe suami jahat .. hanya saja saat itu ekonomi mereka sedang tak stabil dan tante akan melahirkan anak kedua yang otomatis pengeluaran akan bertambah banyak. Plus tante ku pun udah resign dari kerjanya.
Mama tersenyum kecut kearah tante, berusaha memahami kesulitan sang adik. “ oh yo wes rapopo, mbakyu ngerti .. kamu do’akan saja mbakyu mu sehat. Rezekinya dilancarkan Allah.”
“ aaminn. Suwun sanget yo mbakyu wes ngerti posisiku” tante meremas tangannya merasa tak enak.
aku terdiam hanya menatap mereka. Selama ini memang hanya si mba dan tante yang berbaik hati mengulurkan bantuan karena tau kesulitan mama dalam hal ekonomi.
Sementara saudara – saudara lain dari sebelah pihak baba tak ada mau membantu.
“wes ketemu, tak cari kemana – kemana ndak ketemu, ternyata keselip di antara baju “simbah kembali dari kamar. Si mbah memegang lututnya lalu duduk perlahan setelah telapak tangannya menyentuh lantai barulah dia duduk dengan sempurna karena telapak tangannya membantu menopang tubuhnya. mama menatap si mbah yang sudah duduk dengan sempurna.
“ wes tuek iki, yo lali ae naruh barang dimana” si mbah terkekeh sambil mengulurkan selembar amplop berisi uang ke tangan mama.
“nah ningsih, gunakan ini buat modal jualan dan kebutuhan kalian yang lain, nanti kalau ada rezeki si mbok tambah”
Mama menerimanya “suwun yo mbok, maaf karena ningsih selalu ngerepotin simbok dan adek”
“ udah ndak usah ndak enakan gitu! Selagi si mbok mu ada rezeki, inshaAllah mbok kasih!”si mbah mengulas senyum di dibibirnya yang juga keriput.
Aku masih diam namun pikiran tak diam. Aku sedang bermonolog dan bertanya – tanya” Kenapa harus sesakit ini jadi seseorang yang kurang berkecukupan dalam keuangan ya Allah”
Tante mengulas senyuman. “ eh bentar ya tadi tante ada panen ubi di belakang rumah mbah, bentar tante rebuskan ya !”
“ ndak usah repot – repot loh dek, kami udah makan tadi dirumah” mama melarang adiknya agar tak usah repot bikin kudapan.
“ ndak ! ndak repot! Cuma kupas ubi, cuci kasih garam terus rebus” sahutnya sambil melangkahkan kakinya ke arah dapur. Sat set dikerjakan nya ubi itu hingga prosesnya selesai lalu membawa ubi yang masih menguapkan asap panas keruang tamu sederhana.
Sepiring ubi itu tak sendiri, ia ditemani dengan empat gelas teh hangat.
“ nih makanan jaman penjajahannya udah matang! Masih panas tapi, tunggu aja bentar ya! Arumi suka kan sama ubi kayu ?!” tante yang meletakkan sepiring ubi bertanya pada arumi.
“ ehh, suka tante !” kusahut dengan nada ceria.
“ kalo suka diambil dong!” tante memonyongkan bibirnya kearah piring bersi ubi, memberikan isyarat agar aku segera mencicipi ubi yang direbus nya.
“ masih panas tante, belum bisa dimakan!”
“ hah? Oh iya ya, tante lupa! Yowes, tunggu dingin aja!”
Sambil menunggu ubi dingin kami menyeruput teh hangat yang terhidang didepan mata Saat ubi dingin kami segera menyantapnya. Malam ini kami habiskan dengan ngobrol hangat ditemani teh dan ubi rebus yang dihidangkan tante.
Sementara itu dirumah Irham sedang menangis diruang tamu ditemani sahabatnya, Hafidz dan Zayn. Irham menangkupkan kedua belah tangannya dan merapatkannya ke dagunya.
Diantara lelaki bertiga ini akan ada yang jadi jodohnya si arumi.. coba tebak siapa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments