Persiapan Bulan Madu

Matahari sudah menampakkan setengah tubuhnya ketika Sean membuka matanya.

Masih dengan posisi berbaring ke samping, ia menatap dengan penuh kasih pada gadis yang sudah sah menjadi istrinya semalam.

Sudah lebih dari 20 menit ia memandang wajah Alena yang tertidur. Bulu matanya yang lentik, alisnya yang terbentuk rapi secara alami, hidungnya yang mancung, serta bibirnya yang merona semua tidak luput dari pandangan Sean.

...****************...

Flashback

Sebuah pesawat pribadi berlogo LUTHER akhirnya mendarat di Paris.

Pemiliknya dengan cepat melangkah keluar bahkan sebelum ia bisa mengenakan jaket dengan benar.

Dibawah sana sudah ada sebuah mobil yang menunggunya.

Begitu masuk, Sean tidak perlu lagi memberitahu tempat yang ingin ia tuju. Sopir mobil sedan mahal itu langsung menancapkan gas mobil menuju kediaman orang tua Alena Arthur.

Sean pergi mencari Alena yang kabur dari rumahnya. Sean mengira Alena mungkin saja kabur ke negeri ini, mengingat orang tuanya ada di sini.

Herry Arthur dan Nia Arthur, kedua orang tua Alena tentu saja menyambut baik kedatangan menantu mereka jauh lebih layak dibanding mereka menyambut anak kandungnya sendiri.

Tentu saja itu terjadi karena Sean Arthur dan orang tuanya sudah menjadi donatur sekaligus pemilik saham terbesar di perusahaan Arthur, salah satu syarat perjodohan Sean dengan Halini.

Namun, harapannya harus hancur ketika orang tua Alena menjelaskan bahwa Alena tidak ada disini.

Tidak mau usahanya sia-sia, Sean sekaligus menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan Alena sepenuhnya.

Sean merapihkan posisi duduknya, sopan namun tetap memberikan kesan tegas dan berwibawa.

"Ma,pa. Saya sudah menepati janji yang saya buat, sekarang giliran kalian yang menepati janji." Sean memulai pembicaraan yang nantinya akan membuat Alena menjadi miliknya seorang.

"Iya nak, sebut saja apa yang kamu mau Sean, akan kami setujui. Pasti." Balas Nia Arthur dengan yakin.

"Alena. Saya mau Alena menikah dengan saya." Ucap Sean, wajahnya datar mengesankan bahwa ia serius dengan perkataannya.

Lagipula memang sejak awal perjodohan ini terjadi antara Sean dan Alena, bukan Sean dengan Halini.

Herry Arthur tampak sedikit terkejut melihat kegigihan pria di depannya, ia kira Sean tidak se-serius itu dengan Alena, mungkin perasaannya hanya sekadar cinta monyet.

Tapi ternyata tidak, setelah hampir dua tahun. Bocah ini kembali lagi, untuk meminang Alena, anak bungsunya.

Walaupun caranya sedikit terkesan memaksa, Herry akui Sean pria yang gigih.

"Silahkan, beritahu kami setelah kalian menentukan tanggal pernikahan kalian. Biar kami bisa menyisihkan waktu." Balas Herry.

Mendapat lampu hijau dari mantan mertuanya, Sean segera menerbitkan senyuman kecil di wajahnya.

"Baik pa, saya kabari secepatnya. Kalau begitu saya pamit undur diri, saya masih harus mencari keberadaan Alena." Sean berdiri dari duduknya, melangkah bersalaman pada orang tua Alena.

"Hm, hati-hati, jangan sampai mati sebelum menikah, juga jangan mati setelah menikah dengan anakku, aku tidak mau dia menjadi janda." Kata Henry, walau nadanya terkesan bercanda, raut mukanya berkata sebaliknya.

"Iya,pa. Saya pamit pa,ma." Terakhir Sean mendapat pelukkan dari Nia juga tepukkan ringan di bahunya dari Herry.

Flashback End ~

...****************...

Pemandangan yang Alena dapatkan tepat ketika ia membuka matanya membuatnya terkesiap untuk beberapa detik.

Seorang pria dewasa dengan paras tampan yang sedang menatapnya tersenyum geli.

"Pagi Alena." jari telunjuknya menyentuh pelan ujung hidung mancung Alena.

" Pagi juga Sean!" Seru Alena membalas.

"Masih mau baringan atau mau langsung bangun?" Sean bertanya, ia ingin tahu jawaban dari gadisnya agar bisa menentukan agenda mereka hari ini.

"Langsung bangun, aku mau mandi dulu." Alena bangun dari tidurnya, hendak merapihkan kasur.

"Mandi aja langsung, urusan rumah ada bibi yang bantu." Sean menghentikan pergerakan Alena yang baru menyentuh ujung bed cover.

" Kamu?" Alena bertanya, pasalnya ia tidak tahu bagaimana pasangan suami istri membagi waktu dalam membasuh diri.

" Kamu mandi dimana?" Alena melanjutkan ucapannya.

" Habis kamu lah sayang. Atau mau mandi bareng?"

Ketika Sean memberikannya tatapan jahil, Alena dengan cepat berlari masuk ke dalam kamar mandi dan mengunci pintunya.

"Orang gila!" Alena baru berani memaki Sean ketika ia sudah berada di dalam kamar mandi, merasa sudah aman.

Sean tertawa melihat tingkah laku Alena yang masih malu-malu.

Untungnya perempuan itu sudah tidak memiliki keinginan melarikan diri lagi darinya, setelah apa yang ia lakukan sebelumnya.

...****************...

Sop iga sapi menjadi menu sarapan telat mereka.

Baik Alena dan Sean memang terbiasa dengan makanan berat sebagai sarapan.

Keduanya makan dalam hening, bunyi dentingan sendok dengan piring terdengar sahut menyahut.

Tidak ada yang membuka pembicaraan. Alena merasa canggung dan Sean sibuk dengan iPad-nya.

" Besok kita pergi ke Belanda, jangan lupa packing baju secukupnya aja. Sisanya kita beli di sana biar gak ribet, ya." Suara Sean memecahkan keheningan. Ia berbicara pada Alena setelah selesai mengotak-atik Ipad-nya.

"Tiba-tiba ke Belanda?" Alena memelakkan matanya terkejut akibat ucapan Sean.

"Enggak tiba-tiba, emang harusnya begitu kan? suami istri yang baru nikah pasti pergi bulan madu sayang." Sean menatap mata Alena sembari menjelaskan.

Alena tersipu malu, pipinya memerah. Bayangan yang muncul dibenaknya ketika Sean mengatakan bulan madu membuatnya salah tingkah.

Sean yang melihat tingkah Alena, tak tahan untuk tidak mengacak gemas rambut panjang Alena.

"Hahaha, pipi kamu merah Al." Sean beralih mencubit pelan pipi kanan Alena. Membuat pipinya semakin merah.

"Aww" keluh Alena. Sean tersenyum lebar.

...****************...

Siang menuju sore hari itu berlalu dengan cepat. Alena disibukkan dengan persiapan menuju negeri Belanda.

Sean yang baru memberitahunya mengenai perjalanan ini satu hari sebelum keberangkatan mereka, membuat Alena kalang kabut dalam menyiapkan barang.

Belum lagi ditambah baju milik Sean. menyiapkan baju Sean telah menjadi kewajibannya sekarang sebagai istri, walaupun Sean tidak menuntunnya melakukan itu.

Sedangkan Sean, sudah sejak 2 jam yang lalu ia ijin untuk pergi ke perusahaannya sebentar akibat dari urusan mendadak.

Meninggalkan Alena sendirian merapihkan barang mereka. Sebelumnya Sean sudah menegaskan pada Alena untuk menyerahkan sisanya pada bibi.

Namun, Alena merasa kepalang tanggung, sehingga ia menyelesaikannya seorang diri.

"Selesai ! Capek juga beres-in gini doang." Alena berseru, berbaring di lantai merayakan berakhirnya aktivitas merapihkan baju.

" Mandi dulu ah, lengket." Ia memutuskan untuk pergi membersihkan tubuh ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam.

15 menit berlalu ketika Alena selesai bebersih, tubuhnya yang sudah kering ia baluti dengan bathrobe.

Saat keluar dari shower room, Alena menepuk dahinya pelan. Ia lupa untuk membawa baju tidur sangking buru-burunya untuk mandi.

Alhasil ia terpaksa keluar untuk mengambil baju dari ruang *wardrob*e.

Tetapi, siapa sangka jika ternyata Sean sudah pulang ke rumah. Dan entah sejak kapan sudah duduk di tempat tidur mereka.

Tatapannya seketika berubah mendapati Alena keluar dari kamar mandi hanya menggunakan bathrobe.

Ia melangkah berdiri, maju menuju Alena yang terpaku malu didepan pintu kamar mandi.

"A-aku tadi itu, lupa bawa bajunya masuk." Alena menjelaskan dengan terbata-bata, gugup karena tatapan lapar yang Sean layangkan padanya juga jarak tubuh mereka yang semakin terkikis setiap detiknya.

" Too late darling, something has woken up " Ujar Sean, suaranya berubah menjadi jauh lebih berat dan serak.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!