Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

"Alena?"

"Alena, kamu bisa mendengar saya?"

Samar-samar Alena mendengar suara seorang perempuan yang memanggil namanya, penglihatannya juga disinari dengan lampu senter khas seorang dokter.

Begitu sadar Alena sudah mendapati ia berada di atas kasur dikelilingi dua orang tenaga medis dan kakak iparnya.

"Alena ada yang sakit nak?" Tanya dokter Rika, dokter perempuan keluarga Sean sejak kecil.

Alena tidak menjawab, ia masih mencoba untuk mengingat apa yang terjadi semalam.

"Alena, kamu gak apa-apa? , kalau sakit bilang ke dokter Rika sayang." Ucap Sean yang sedari tadi hanya menatapnya dengan tatapan penuh rasa khawatir.

Salah satu tenaga media yang mendampingi dokter Rika terlihat terkejut ketika mendengar panggilan sayang yang Sean lontarkan pada adik iparnya. Dengan sigap dokter Rika menepuk pelan tangan rekan kerjanya, menyuruhnya bersikap profesional.

Alena seketika merasa dunianya runtuh, panggilan sayang itu seolah membuat segala ingatannya akan malam lalu kembali melintas.

Sean, kakak iparnya telah memperk*sanya.

"Brengs*k !" Alena merutuk pada Sean yang berlutut di sampingnya, tangannya terangkat hendak menampar pipi Sean.

Plak!

"Hah-" dua tenaga medis disana terkesiap tertahan, apalagi melihat reaksi yang Sean berikan setelah ditampar.

"Alena, kalau kamu gak bilang sakitnya dimana lagi, nanti dokternya gak bisa sembuhin kamu." ucap Sean penuh dengan intonasi lembut.

"Dokter gak bisa ngembaliin keperawanan aku kak!" Alena kembali meraung marah menangis.

"Keluar!" ujar Alena, ia tidak ingin melihat muka pria di sampingnya. Namun, pria itu malah semakin menjadi-jadi, bukannya beranjak keluar, ia justru mengangkat tubuh Alena. Membawanya ke dalam kamar mandi.

"Kalian boleh pulang." ujarnya pada dokter Rika dan rekannya.

"LEPASIN ATAU AKU-" teriakkannya terpotong oleh ucapan Sean.

"atau apa?" ujar Sean dengan santai sambil memapah Alena memasuki bath up kamar mandi hotel.

"Aku lapor polisi !" Alena mengancamnya. Sean terkekeh gemas, gadisnya, ah bukan wanitanya sangat imut bahkan saat marah.

"KELUAR SI*ALAN! " Alena teriak marah, bisa bisanya Sean tertawa ketika ia sedang tersiksa seperti ini.

Bahkan kata maaf tidak satu kali pun keluar dari mulutnya.

Pria ini sepertinya menikmati waktunya malam tadi. Alena benar-benar ingin memutilasi mukanya.

Muak melihat pria yang semalam mengambil mahkotanya. Alena berdiri dan ingin keluar, pergi dari kamar ini sejauh mungkin.

Baru satu langkah, kakinya mendadak luruh, ia pasti akan terjatuh jika Sean tidak menangkapnya.

Pangkal pahanya bergetar, rasanya sakit sekali ketika ia bawa jalan.

Matanya berkaca-kaca, memicing menatap Sean, "Berapa lama?" tanyanya pelan sekali, bahkan hampir tidak terdengar.

"3 jam " ucap Sean dengan tatapan bersalah.

Kepalanya semakin menunduk lebih dalam lagi, ia malu sekali.

Seharusnya ia melakukan hal ini, pertama kali dengan suaminya nanti. Alena menjaga kehormatannya dengan benar, namun semuanya hilang begitu saja oleh orang yang salah.

"Maaf Alena, kamu mungkin gak bisa jalan untuk beberapa waktu" jelas Sean.

Alena semakin terisak, tangisannya pecah di pelukan Sean.

Ia tidak tahu harus bagaimana setelah ini, nanti jika suaminya mengetahui bahwa ia sudah tidak lagi memiliki mahkota, apakah ia akan menjadi janda di malam pertamanya?

Alena mendorong tubuh Sean menjauh darinya. "Keluar, aku mau bebersih." pintanya tanpa melihat Sean, bahkan Nafa bicaranya sudah menjadi lebih dingin.

Tidak ada lagi kehangatan, atau sedikitpun rasa hormat darinya kepada pria yang pernah menjadi kakak iparnya.

...****************...

Tubuhnya penuh dengan bercak keunguan, sejak tadi Alena terus menerus menggosok bagian tersebut dengan kasar.

Tetap tidak hilang, ia bahkan sudah menghabiskan sabun yang ada di dalam kamar mandi hotel.

Alena meringis, bersimpati pada dirinya sendiri ketika mematutkan tubuhnya pada cermin.

Di bagian atas penuh dengan bercak keunguan, sedangkan dibawahnya memang tidak ada tanda apa pun, namun rasanya jauh lebih memalukan.

Alena menatap lesu pada bayangan tubuhnya di cermin, mahkotanya tak akan kembali pada dirinya entah apa pun yang ia korbankan.

Alena berlatih berjalan sebentar di dalam kamar mandi, walau masih tertatih dan bertumpu pada barang, setidaknya ini lebih baik daripada harus bersentuhan dengan Sean.

Begitu keluar dari kamar mandi, ia langsung dihampiri Sean yang siap menggendong.

"Jangan pegang!" Ucapnya datar.

Sean yang melihat itu, tidak terima keputusan yang Alena ambil. Ia tetap mengangkat Alena dalam gendongannya dan mendudukkannya di kasur.

"sst.. Sakit sayang, jangan Jambak ah " keluhnya ketika Alena menjambak rambutnya kuat saat dalam gendongannya.

"Aku harus ngomong pakai bahasa apalagi kak biar kakak bisa pergi! Aku gak nyaman sama kehadiran kakak, aku muak, benar-benar jijik sama diri aku sendiri. Sudah dibilang jangan pegang masih aja sentuh! Kakak gak merasa bersalah apa udah merenggut mahkota aku?"

Alena akhirnya mengeluarkan suara hatinya.

Balasan yang ia dapatkan dari Sean begitu mengejutkannya.

"Iya, saya akui saya menikmati malam tadi Alena. Saya sudah sejak lama menyukaimu, jauh sebelum menikahi kakakmu. Maaf Alena."

...****************...

Kembali ke kamar tidurnya yang gelap dan tidak ada tanda-tanda kehidupan. Lampunya selalu dibiarkan mati, pendingin ruangan selalu menyala, sedangkan pemilik ruangan selalu menatap kosong jendela.

Rutinitasnya selalu sama sejak kembali dari pesta rekan kerja kakak iparnya. Ia masih tinggal bersama selama dua hari ini, namun bedanya selama dua hari ini ia tidak keluar kamar sama sekali.

Makanannya diantar oleh asisten rumah tangga, itu pun di taruh tepat di depan pintu kamarnya.

Sean?

Sean sudah berpuluh kali mencoba membujuk alena untuk keluar dari kamarnya. Mulai dari berbicara pelan agar Alena mau membagikan perasaannya, membelikan tiket ke luar negeri, memanggilkan dokter Rika, hingga membelikannya dua ekor anak anjing ras Alaskan Malamute.

Sean sengaja membeli dua ekor anak bulu berusia 3 bulan, agar mereka bisa saling menggonggong, memancing Alena keluar kamar.

Tetap tidak berhasil, usahanya terakhir adalah dengan mendobrak paksa kamar Alena, sebab gadis itu tidak makan satu suap pun selama seharian.

Tapi tidak disambut baik, Alena melempar segala barang yang ada didalam. Termasuk kaca dan vas bunga yang berbahaya jika terinjak.

Sean saat itu, tidak lagi memedulikan kakinya yang menginjak pecahan beling. Ia dengan segera menangkup lengan Alena dan memarahinya.

"ALENA ! Dengar kalau kamu benci sama saya, kamu boleh mukul saya kapanpun kamu mau. Kamar saya terbuka buat kamu, silahkan masuk dan pukul sesuka kamu tapi jangan sampai enggak makan begini, kamu bisa sakit lagi, ngerti?!" Ucapnya tegas.

...****************...

Alena memutuskan untuk pergi dari rumah kakak iparnya.

Di tangannya sudah ada sebuah koper kecil, ia juga membawa ransel berisi barang pribadinya.

Alena mengintip dibalik jendelanya, ia segera beranjak keluar kamar ketika sudah memastikan Sean telah berangkat pergi ke kantor.

Darimana ia tahu?

Karena Sean selalu mengetuk pelan pintunya, memberitahu segala kegiatannya jika pekerjaannya mengharuskan ia meninggalkan Alena sendirian.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!