Negara Kincir Angin

Bintang-bintang yang menghiasi langit malam itu menyambut kedatangan Alena dan Sean.

Keduanya baru tiba di bandara Schiphol pada pukul 00:21. Semua barang bawaan Alena dan Sean sudah dibawa masuk ke dalam mobil terlebih dahulu.

Alena yang sudah tidur siang tidak merasakan kantuk, ia begitu semangat keluar dari pesawat, hingga hampir salah langkah.

"Awas!" Sean menahan lengan Alena dengan kuat. Gadis itu, melupakan satu anak tangga terakhir, menyebabkan dirinya oleng.

"Hati-hati kalau jalan Alena! Kamu ceroboh banget."

Ketika mereka sudah duduk didalam mobil, Sean menegur Alena atas sikap sembrono nya.

"Maaf, tadi enggak kelihatan." ujar Alena tidak bergerak. Karena Sean lagi-lagi membantunya dalam mengenakan seat belt.

"Makasih." Ucap Alena.

"Sama-sama sayang."

Sean memang kembali disibukkan dengan pekerjaan kantornya, namun tangan kanannya tetap menggenggam erat jari Alena.

...****************...

"Sean? Makanannya udah datang." Alena menyembulkan setengah badannya dari balik pintu kaca.

Mereka menginap di hotel bintang lima, presidential suite.

Sean sengaja memilih tempat istirahat di hotel dibandingkan sebuah mansion sewa.

Saat ditanya alasannya, laki-laki itu menjawab, agar lebih berasa bulan madu.

Room service yang mereka pesan tadi, baru saja sampai. Alena yang tidak melihat keinginan Sean untuk bangkit dari meja kerjanya pun berinisiatif memanggil.

"Sebentar lagi selesai, kamu makan dulu aja." Ia mengalihkan fokusnya kembali pada laptop setelah tadi menatap wajah Alena.

Alena melangkah masuk ke dalam ruangan, gadis itu duduk di kursi kerja depan meja Sean.

Duduk mereka sekarang berhadap-hadapan.

Sean mengangkat kepalanya dari balik laptop, " Kok duduk? " tanyanya.

"Makan dulu Alena, nanti kamu maag."

"Aku gak makan bisa maag, terus kamu kalau gak makan gak bisa maag gitu?" Alena mencabik kesal mulutnya.

Pria ini mengutamakan kesehatan Alena tapi tidak memperhatikan kesehatannya sendiri.

Sean tersenyum "Bukan gitu sayang, kamu makan dulu nanti aku nyusul ya?"

Sean meraih tangan Alena, ibu jarinya mengusap punggung tangan Alena, membujuk wanita itu agar mau makan terlebih dahulu.

"Hm? Makan dulu ya? bentar lagi selesai kok, beneran." Sean dengan cepat berbicara, sebab Alena menunjukkan raut muka tak percaya.

" Ya udah. Kalau 15 menit belum keluar aku seret ya! " Alena berdiri, berjalan keluar ruangan.

"Iyaaa Alena."

Di meja makan, Alena tetap duduk, ia kekeh tidak makan.

Gadis itu akan menunggu Sean selesai dengan kerjaannya baru makan. Menurutnya rasanya kurang etis kalau makan lebih dahulu meninggalkan suaminya yang sedang sibuk bekerja.

Pipinya bersemu karena pikirannya sendiri.

Suaminya

Alena tidak menyangka bahwa kakak iparnya akan menjadi suaminya.

"OH iya! Lupa nanya maksudnya waktu itu." Matanya membelalak mengingat pertanyaan yang harusnya ia ajukan dari dulu, namun selalu tertunda karena ia lupa.

"Entar deh, nunggu dia selesai makan."

15 menit sudah lewat, Sean tidak kunjung keluar dari ruangannya sesuai dengan janjinya tadi.

Alena yang terlanjur kesal, memutuskan membawa semua makanan yang mereka pesan ke dalam ruangan kerja Sean.

"Eh? Kamu ngapain?" Sean bertanya kaget, saat Alena masuk dengan tangan penuh makanan.

"Kok masih utuh? Kamu belum makan dari tadi?" Sean melihat makanan masih utuh dan tidak tersentuh.

Pertanyaan Sean dibalas dengan tatapan sengit Alena.

"Dasar pembohong! Katanya 15 menit bakal keluar, ini udah lewat 15 menit masih aja gak keluar-keluar!" Oceh Alena, tangannya sudah bertengger di kedua pinggangnya.

"Bahkan posisinya gak berubah sama sekali, pasti gak ada niatan buat keluar kan? Nanti kalau sakit kan enggak enak. Oh atau enggak usah makan aja sekalian sampai besok pagi." Lanjut Alena mengomel.

Ocehannya ditanggapi Sean dengan senyum. Lelaki itu sedari tadi sudah menopang dagu, tersenyum memperlihatkan Alena yang terus mengomel.

"Senyum!? Masih berani senyum?" Alena naik pitam ketika Sean malah memberikannya senyuman ketika dimarahi.

Ditegur seperti itu, Sean malah tersenyum semakin lebar.

Ia kemudian berdiri, memeluk erat tubuh Alena.

"Gak usah peluk-peluk deh! Pelukan aja sama laptop sana!" Keluh Alena, Sean tertawa.

"Iya, maaf sayang, tadi nanggung banget kerjaannya, cuma tinggal di simpan doang. Ini udah selesai kok." Sean merapihkan anak rambut Alena yang menutupi hampir setengah kening istrinya.

"Bohong kan?" Alena memicing tidak percaya.

Sean kembali tersulut, ia tertawa terbahak-bahak.

"Tuh kan! Malah ketawa melulu!" Keningnya mengkerut mengira Sean kembali membohonginya.

"Enggak Alena, kali ini beneran udah selesai. Sumpah demi Pana sama Cota." Sean mengacungkan dua jarinya.

Bahkan sampai membawa-bawa nama anak anjing yang Sean sempat belikan untuk membujuk Alena kala itu.

" Ya udah ayo makan!" ketus Alena. Sean tersenyum geli.

Acara makan berpindah tempat, yang seharusnya di meja makan menjadi di ruang kerja Sean.

Namun begitu, tidak mengurangi intensitas keduanya dalam berbicara.

Baik Sean maupun Alena terus menerus berusaha membangkitkan suasana dengan terus membawa topik baru.

Tadi saat Alena sempat menjatuhkan handphonenya ke bawah meja, ia menangkap tangan Sean melindungi kepalanya agar tidak terbentur.

Puluhan atau mungkin ribuan kupu-kupu terbang terasa di perutnya. Hatinya terasa menghangat. Ia tidak pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya.

Alena menyadari ia mulai jatuh ke dalam pesona seorang Sean Luther, mantan kakak iparnya.

Terpopuler

Comments

Arissa Aliya

Arissa Aliya

Terus semangat untuk berkarya ya author..semangat.../Smile//Smile/

2024-02-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!