Pergi

Masalahnya sisa satu.

Asisten rumah tangga yang Sean rekrut baru-baru ini sangat ketat mengawasinya.

Sean benar-benar memperhatikan keadaan juga keberadaan Alena dengan protektif, segala kebutuhannya sudah dipersiapkan bahkan tanpa diminta.

Alena keluar kamar tanpa ransel dan kopernya. Ia berniat menipu asisten rumah tangga yang baru itu.

"bibi.." panggilnya pelan.

Perempuan paruh baya yang sedang memasak itu setengah terlonjak, kaget melihat nyonya nya pertama kali keluar dari kamar.

"Eh ya ampun non, ada perlu apa?" tangannya yang basah di lap pada apron yang dipakainya.

"anu... aku boleh minta tolong beliin pembalut ,bi?"

tanyanya sambil memilin pelan jemarinya.

"Owalah, pembalut kayaknya masih ada di ruang supplies non, sebentar bibi cariin."

Alena kalang kabut, seharusnya bibi pergi keluar membeli pembalut. Ia tidak tahu ternyata Sean memiliki stok barang kebutuhannya sampai sedetail ini.

Alena mengigit kukunya gelisah, satu satunya cara yang muncul dibenaknya adalah dengan mengunci bibi di dalam ruangan tersebut.

Dengan tangan memegang kunci pintu, Alena berjalan mengendap-endap menuju ruangan supplies, menutup pintu pelan lalu menguncinya.

Tak lupa ia menyalakan pendingin ruangan di dalam agar bibinya tidak kehabisan oksigen.

"eh, eh? Non kenapa dikunci ini? Bibi masih didalam non!" panik bibinya ketika menyadari Alena menguncinya didalam sana.

" Maaf bi, tunggu sebentar ya. Aku udah nyalain AC, di dalam ada stok makanan sama minuman kalau bibi lapar atau haus. Sekali lagi maaf bi!" Ucap Jena merasa bersalah.

Enggan membuang waktu lebih lama lagi. Alena dengan cepat berlari ke atas kamarnya, menarik keluar koper dan ranselnya dari kamar.

Ia segera berlari keluar rumah, memasuki semua barangnya ke dalam bagasi mobil. Lalu pergi mengendarai mobil pribadinya dengan cepat.

Alena saat ini tidak punya tujuan, sedari tadi ia terus menerus menjalankan mobilnya ke sembarang tol. Ia bisa saja kembali ke rumah orang tuanya. Tapi tempat itu pasti akan dengan mudah diketahui Sean.

Ah! Ada satu tempat yang bisa ia tuju sekarang.

Apartemen lama miliknya. Hanya kakaknya dan ia yang tahu apartemen miliknya.

...****************...

Sean melangkah tegas ke arah kamar Alena, mengetuk pelan. " Alena, saya pulang."

Hanya itu saja, ini seperti rutinitasnya. Selalu berpamitan saat pergi dan memberi tahu kepulangannya. Bedanya, jika pada umumnya orang mengabari langsung kepada anggota keluarga, maka Sean mengabarinya secara tidak langsung melalui pintu kamar.

Selanjutnya ia pergi ke dapur, keningnya mengernyit tak mendapati asisten rumah tangga barunya. Biasanya jika hari sudah mulai petang bibi akan berada di dapur menyiapkan makanan.

"Bi?" tanyanya sembari melangkah pelan ke arah ruangan khusus persediaan sebab mendengar suara ketukan pelan dari pintu tersebut.

"Den Sean! Tolong den, bibi di gudang kekunci!" Teriaknya senang ketika mendengar ada orang yang bisa membantunya.

Sean membukakan pintu dan segera menanyai apa yang terjadi.

"Bibi gak apa-apa kan? Gimana ceritanya bisa ke kunci coba bi? " tanyanya bingung sekaligus khawatir pada perempuan paruh baya ini.

"Itu non alena tadi minta bibi beliin pembalut, bibi bilang di gudang masih ada, jadi bibi cariin den, eh taunya bibi dikun-" Sean melirik pada benda dengan bungkus berwarna pink di pelukan bibi Bini.

Ia berlari keatas kamar Alena kencang, bahkan ucapan bibinya belum selesai sepenuhnya. Perasaannya tak karuan, pikiran negatif melintas di benaknya.

Jangan sampai Alenanya pergi melarikan diri dari rumah ini.

Gagang pintu yang biasanya tidak bisa ia buka, kali ini terbuka dengan mudah.

 Tidak terkunci.

Sean menyalakan lampu kamar Alena, memeriksa segala sudut kamarnya, mencari keberadaan pemilik kamar.

"Alena?" panggilnya

"Alena! Jangan main-main! " suaranya semakin menajam tat kala ia tidak menemukan Alena di kamar tidur gadisnya.

Ia kembali berlari keluar, tujuannya sekarang adalah garasi mobil.

Benar saja, mobil pribadi gadis itu tidak ada di tempatnya.

Tidak, Alena tidak mungkin pergi dari rumah. Ia kembali melangkahkan kakinya ke kamar Alena, membuka kasar lemari baju Alena.

Mendapati banyak bagian yang kosong.

"Arghhh, Si*l!" Sean kesal, ia meninju keras lemari didepannya sebagai pelampiasan. Mengakibatkan lemari pakaian bermerk mahal tersebut penyok ke dalam.

"Tunggu Alena, lihat hasil dari kelakuan kamu ini." Sean berbicara dengan tatapan mata yang menyeramkan, ia tidak main-main ketika bersangkut dengan Alena.

Gadis itu hanya akan menjadi miliknya, jika ia harus membangun candi juga dalam waktu satu malam untuk mendapatkan Alena maka akan dengan senang hati ia lakukan.

Apapun caranya akan ia lakukan.

...****************...

Flashback

Sean memandang orang tuanya tidak terima. Ia memang menerima untuk dijodohkan dengan putri keluarga Arthur.

Sebab ia sudah sejak lama menaruh rasa pada salah satu putri mereka. Sehingga, ia berakhir dijodohkan dengan putri bungsunya.

"Sean gak setuju, dari awal Sean udah bilang kalau perjodohan ini hanya dan hanya akan berjalan kalau perempuannya itu Alena!" Protes Sean pada ayahnya.

Namun, bukan putri sulung mereka yang ia cintai, melainkan putri bungsunya.

" Ayah tau Sean, ayah tau kamu mau menikah dengan Alena, tapi ayah gak bisa berbuat apa-apa lagi. Orang tua Alena yang memohon kepada ayah agar putri sulungnya yang menikah sama kamu." Ayahnya menjelaskan situasi yang terjadi ketika pertemuan dua keluarga itu terjadi kemarin.

"Halini, dia tidak punya banyak sisa waktu sayang." Kali ini ibunya yang ikut berbicara menjelaskan situasi yang mereka hadapi.

"Lalu aku harus apa ibu? Berpura-pura mencintainya, sedangkan aku sudah menaruh hati pada adiknya?" Sean hampir murka jika saja ibunya tadi tidak ikut berbicara.

"Maaf nak, hanya 25 bulan saja, bertahanlah selama itu. Setelahnya mereka memperbolehkanmu menikah lagi dengan siapapun." Ayahnya kembali menjelaskan, mengenai kesepakatan yang terbuat.

"Termasuk putri bungsunya?" tanya Sean memastikan, masih dengan wajah yang penuh curiga.

"Iya, termasuk dengan Alena sayang." Ibunya mengelus pelan rambut anak semata wayangnya, prihatin dengan perasaannya yang tak akan berbalas, setidaknya untuk beberapa waktu.

Sean, walaupun harus tersiksa selama 25 bulan, ia tetap akan melaluinya demi menikah dengan pujaan hatinya.

Alena Arthur

flashback end

...****************...

Alena menatap rindu pada apartemen lamanya, tanpa perlu mengingat dengan keras, tangannya bergerak sendiri untuk memencet saklar lampu.

Untungnya apartemen miliknya tidak terlalu kotor, sebab sebelum pindah dengan kakaknya, Alena sempat menutupi semua furniture yang ada dengan kain putih lebar.

Ia hanya perlu mengangkat kain, membersihkan debu, juga kamar tidur miliknya.

Alena mulai membersihkan kamar tidur terlebih dahulu, lalu membersihkan lemari bajunya, merapihkan bajunya ke dalam lemari, mengganti seprai, hingga mengepel lantai.

"Haahh.... Ruang tamu besok aja deh bersihinnya yang penting kamar tidur udah bersih." Alena mengusap peluh yang membasahi keningnya.

Ia pun memutuskan untuk membersihkan diri. Selesai mandi Alena tidak langsung tertidur.

Dia masih memiliki satu tugas lainnya yang tak kalah penting. Mengganti handphone.

Dengan gesit Alena mentransfer data dari handphone lamanya ke handphone baru. Ia harus mencegah segala kemungkinan yang akan membawanya bertemu kembali dengan Sean.

Dulu saat awal menikah dengan kakaknya. Sean sempat menyarankan agar saling mengetahui lokasi satu sama lain melalui handphone.

Sayangnya hanya Sean sendiri yang mengerti cara menyalakan dan mematikan alat pelacak lokasi tersebut.

Terpopuler

Comments

Ci Thin

Ci Thin

Tekadnya Sean patut di kasih jempol /Good/ cuman caranya salah

2024-05-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!