Alena dengan segera memberontak ketika alarm tanda bahaya berdenting di kepalanya.
Kenapa ia baru menyadari betapa bahayanya berada di dalam satu kamar yang sama dengan pria dewasa dibawah pengaruh minuman keras .
Alena mulai mendorong tubuh kakak iparnya dengan sekuat tenaganya, tubuhnya memberontak, wajahnya segera ia alihkan ke arah manapun guna menghindari Sean.
"Kak Sean! Jangan Macam-Macam Ya!" Alena setengah berteriak memperingati.
Namun, sia-sia saja, sebab pria di depannya sudah tenggelam dalam pengaruh hal buruk.
Alena juga tidak bisa bergerak menjauh, bahkan satu inci pun, tenaga Sean terlalu kuat untuk ukuran pria yang sedang dibawah pengaruh minuma keras atau mabuk.
Sret
Brakk !!
"Aaa!" dalam satu kedipan mata, Alena sudah berada di tempat tidur.
"aku harus pergi dari sini, Kak Sean benar-benar tidak main-main. Gimana caranya keluar dari sini ?!“
Alena kalang kabut ketika mendapati Sean sudah menyusul . Ia panik setengah mati.
Alena semakin takut dibuatnya, dengan asal ia menggerakkan tubuhnya kesana kemari, memberontak tidak terima perbuatan yang Sean layangkan padanya.
Kedua tangannya ia pakai, menghentikan pergerakan tangan Sean yang semakin lama semakin kemana-mana "Kak Sean, sadar kak!"
Kakinya ia gerakkan naik dan turun, tidak bisa leluasa.
Niat ingin menendang perut kakak iparnya harus ia lepaskan, Alena harus mencari jalan keluar lain.
Sean tidak memberikan waktu pada Alena untuk bertindak.
Alena yang merasakan bahwa tubuh Sean semakin bergerak ke arah yang tidak seharusnya, dengan segera bangun, ia berusaha melindungi dirinya dengan menjambak kuat rambut kakak iparnya.
"Lepas! Aku bilang lepas Kak! Kakak Udah keterlaluan! " Alena berteriak, menahan Sean sembari mempertahankan mahkotanya yang hendak direnggut pria yang sudah menjadi kakak iparnya selama hampir 2 tahun.
Sean menggeram marah, ia sudah tidak bisa menahan lagi.
Namun, gadis kecilnya tidak mau berkoperasi dengan baik.
Dalam durasi beberapa detik saja Sean, sudah berhasil menguasai kedua tangan Alena.
"KAK SEAN! JANGAN! tolong jangan begini! " Alena beteriak panik
" INI AKU! AKU ALENA ARTHUR, BUKAN KAK HALINI !” berkali-kali ia mengingatkan siapa dirinya
Alena berteriak dengan keras ketika kakak iparnya berhasil sepenuhnya mempermalukan dirinya.
Alena membola, nafasnya semakin memburu, menggelengkan kepalanya kuat, melihat tingkah gila kakak iparnya.
"Kak Sean.... Hiks...jangan kak..aku gak mau begini!"
Air matanya luruh, tetap tidak menghentikan pergerakan Sean yang sudah memulai aksinya.
"Ahh.. KAK SEAN! berhenti tolong!"
Tak digubris, tentu saja permohonannya
"Maaf Alena." Tepat setelah mengatakan itu, Sean meresmikan alena sudah menjadi miliknya sepenuhnya.
"ARGH! SAKIT KAK! " Alena memberontak dengan sangat kuat.
" LEPAS ! " Alena terus mendorong Sean dengan lututnya walaupun ia tidak merasakan adanya sedikit perubahan pada jarak antara dirinya dengan kakak iparnya, Sean.
Alena sudah menangisi keadaan dirinya yang kehilangan mahkotanya. Pasrah akan keadaan yang menimpanya. Rasa sakit, malu, kecewa, dan marah bercampur menjadi satu.
"hiks.. Kak Sean jahat...hiks.." Suara isakkan tangis Alena mulai terdengar setelah sebelumnya masih berusaha ia tahan.
"Sakit kak... Udah.."
" Kenapa kakak hiks jahat sama hiks aku…..” Alena tidak menyangka kakak iparnya melakukan hal ini padanya.
"Kamu terlalu takut , itu sebabnya sakit." Itu jawabannya atas semua pernyataan sedih yang alena lontarkan.
"Sial, kamu begitu candu Alena." Sean semakin lama semakin menggila.
...****************...
‘kenapa kak sean ngelakuin ini sama aku? aku ada salahkah? Kak Sean jahat banget, aku benci sama kakak!’ Alena terus mengucapkan kalimat kalimat kebenciannya pada kakak iparnya melalui pikirannya, sebab tenaganya mulai terkuras habis.
mulutnya ia paksakan berbicara, dengan seluruh sisa tenaga yang ia milik, Alena kerahkan untuk mengucapak dua patah kata yang ia tahu dengan baik bahwa kemungkinan Sean mendengarkan ucapannya sangat lah tidak ada.
"cukh-up.. kak....” ucap Alena benar- benar pelan, ketika matanya sudah mulai tidak bisa terbuka sepenuhnya.
Pandangannya mulai memburam, ia tidak bisa melihat sejelas awal, seperti ada bayangan yang menutupi pandangannya. semakin lama semakin membesar.
Tubuhnya terasa penuh dengan peluh, namun Sean masih tidak mau menyerah, mungkin pengaruh alkoholnya masih tersisa .
Staminanya seperti tidak ada habisnya. Padahal mereka sudah melakukan ini hampir 3 jam.
Pandangan Alena mulai kabur, ia tidak kuat lagi. Ini pengalaman pertamanya, dan ia sudah digempur habis-habisan selama satu jam tanpa istirahat.
Alena jatuh pingsan dalam keadaan menyedihkan.
...****************...
Matahari sudah berada di singgasananya,awan-awan memamerkan bentuk-bentuk abstrak nan indah merka, burung- burung sudah kembali pada sarangnya untuk memberikan makanan pada bayi-bayinya yang berkicau meminta makan. Disaat yang bersamaan, baru seorang lelaki di dalam kamar itu membuka matanya.
Kepalanya begitu pusing, tubuhnya lengket, namun anehnya terasa menyegarkan.
ia hampir tidak mengingat apa yang terjadi semalam. Ingatannya hanya berputar sampai pada waktu dimana Alena meminta ijin untuk mengangkat telepon dari pacarnya, Johny.
Sean menoleh ke samping kanan kasur tempat dimana nakas seharusnya berada, hendak meraih handphonenya , namun ia tidak menemukan benda apapun di atas nakas kecuali lampu tidur, itu sebabnya Sean berbalik ke arah sebaliknya, sebelah kiri.
Matanya dibuat kaget, ketika mendapati Alena berbaring disebelahnya tanpa busana, tubuh adik iparnya itu dipenuhi dengan memar kebiruan dan sedikit lebam.
Ia baru menyadari apa yang sudah ia lakukan semalam ketika netranya jatuh pada pakaian-pakaian yang mereka kenakan semalam malah tercecer berantakan di bawah sana.
"Sial! Harusnya gak begini!" Rutuknya pada diri sendiri, menyugar rambutnya ke belakang, matanya membelalak frustasi.
Dengan segera ia menoleh ke Alena, berusaha memeriksa keadaannya. Namun, adik iparnya tidak bergerak sama sekali ketika ia coba bangunkan.
“Alena…”
" hei, al?”
Sean segera menyibakkan selimut yang membalut dirinya, beranjak ke sisi kasur tempat Alena berbaring.
" Alena? kamu bisa dengar suara kakak?” Sean mengguncang pelan lengan alena, hanya untuk mendapatkan abaian.
Alena bukan tipe orang yang tertidur lelap sekali hingga tidak menyadari terjadi sesuatu di sekitarnya, gadis itu adalah gadis yang cenderung mudah terganggu dalam tidurnya, bahkan suara terkecil dari hujan seperti gerimis atau suara kucing yang mengeong pun bisa menganggu, membangunkan Alena dari bunga tidurnya. Sontak Sean panik, menyadari semalam ia sudah menyerang Alena selama 3 jam penuh.
Gadisnya pasti jatuh pingsan, Alena kehilangan kesadaran akibat perbuatan dirinya.
Dengan cekatan tangannya mengambil hand phone genggamnya menelepon dokter keluarga. satu tangannya lagi bertengger di dahi,menekan kuat kepalanya yang tearas memberat setiap detiknya, frustasi dengan keadaan yang kacau.
Kakinya berjalan memutari kasur empuk di isi oleh Alena yang tidak sadarkan diri entah dari kapan. Mondar-mandir di sekitar sana.
" Iya, tolong cepat dokter, ini darurat!” ujarnya pada dokter keluarganya di akhir percakapan, menegaskan dokter kepercayaannya untuk bergegas dengan secepat mungkin.
Sembari menunggu dokter datang memeriksa keadaan Alena, Sean juga dengan telaten memakaikan kemeja, celana, hingga tuxedo miliknya pada tubuh Alena dengan lembut dan pelan, juga mengobati beberapa memar di tubuh Alena dengan salep yang sudah ia minta pada pekerja di hotel tempat mereka menginap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments