AL 9

Mereka pun segera pergi meninggalkan tempat tersebut, kini Bana berniat untuk mengantar Hersi pulang. Tetapi tiba-tiba saja Hersi meminta untuk singgah ke sebuah taman terlebih dahulu, dan kini akhirnya mereka berada di taman itu. Mereka pun melanjutkan perbincangan mereka, dan tiba-tiba saja datanglah seorang pemuda.

Pemuda itu menatap sinis ke arah keduanya, ban apa menjadi penasaran dengan sosok pemuda itu. Ini sosok pemuda itu mulai berjalan mendekati keduanya, dan tampak Hersi ketakutan melihatnya. Bana yang menyadari kalau tangan Hersi bergetar, iya pun langsung melihat kepada Hersi dan bertanya siapakah pemuda itu.

" Kamu kenal dengan dia?" tanyanya.

" Dia itu mantanku." jawabnya dan Bana pun mengangguk.

" Halo Hersi, ternyata setelah putus dariku kamu malah mendapatkan pria seperti dia." ucapnya dengan nada tinggi.

" Memangnya kamu siapa rupanya, sampai-sampai kamu bisa menilai orang seperti itu." ucap Bana yang tidak terima.

" Aku itu anak dari seorang pengusaha sukses, sedangkan kamu dari modelannya saja sepertinya hanya anak orang biasa." ucapnya dengan memandang Bana remeh.

" Jangan pernah menilai orang dari penampilannya saja, nanti kamu akan tercengang ketika mengetahui siapa dia sebenarnya." ucapnya.

" Jadi kamu mengira kalau kamu itu di atas aku, di sini itu nggak ada yang lebih tinggi dari aku. Kamu itu hanyalah anak orang biasa, berani-beraninya kamunya ini aku." ucapnya.

" Haazia, kamu jangan selalu merendahkan orang. Sifatmu tidak pernah berubah ya, kau memang sudah sangat keterlaluan." ucap Hersi.

" Oh jadi rupanya kamu Haazia, aku sudah banyak mendengar sih tentang kronologi kehidupan kamu. Tetapi aku rasa kamu tidak sepadan dengan apa yang kamu sombongkan, orang yang selalu menyombongkan harta kekayaan kedua orang tuanya. Tidak pantas dipandang di atas oleh yang lain, karena kamu masih kelas lain dengan orang-orang di luar sana." ucap Bana dan membuatnya emosi.

" Kamu berani menganggap ku remeh, aku akan bilang kepada kedua orang tuaku agar kamu melenyap dari dunia ini." ucapnya dengan bangga.

" Kamu jangan anggap sebuah nyawa adalah mainan." ucap Hersi yang sudah emosi.

" Orang kecil seperti kalian tidak pantas dibandingkan dengan kamu." ucapnya yang tetap masih berbangga diri.

" Wau, kamu bilang kami ini adalah orang kecil ya. Kamu masih belum mengenal aku, dan kamu sudah mengambil anggapan kalau kamu jauh di atas aku. Bagaimana kalau ternyata orang tuamu lebih dibawa aku, dan itu menandakan kalau aku lebih daripada kamu." ucap Bana.

" Tidak ada yang lebih berkuasa di daerah ini, kecuali tuan muda Prayogi dan juga adiknya tuan muda Bana." ucapnya.

" Kamu yakin dengan apa yang kamu bilang, bagaimana kalau ternyata aku memang benar di atas kamu." ucapnya.

" Tentu saja aku yakin dengan apa yang aku katakan, Tidak ada yang lebih tinggi di daerah ini kecuali tuan muda Prayogi dan juga tuan muda Bana. Jadi kamu tidak akan mungkin bisa melampaui mereka, mereka berdua ada di pihakku." ucapnya.

" Kalau memang itu keputusanmu, kamu harus ucapkan selamat tinggal dengan kebanggaanmu itu." ucap Bana.

" Apa maksud perkataanmu orang miskin, kamu bertingkah seperti kamu adalah orang yang paling di atas segalanya. Sedangkan dari penampilanmu saja kamu bukan siapa-siapa, dan aku yakin masih banyak orang di sini yang memiliki derajat lebih tinggi dari kamu." ucapnya yang sombong.

" Terserah saja kamu ingin berbicara apa, tetapi kedua tuan muda itu tidak akan mungkin bekerja sama lagi dengan perusahaan keluargamu. Mereka sudah mengetahui tabiatmu, dan mereka sangat membenci tabiat seperti yang kamu miliki." ucapnya kemudian segera menarik lengan Hersi untuk pergi dari hadapan Haazia.

" Iyalah tuh yang merasa kalau dirinya adalah orang yang paling hebat." teriaknya.

" Kamu tidak apa-apa?" tanyanya.

" Kamu tidak perlu takut lagi sama dia, sebentar lagi dia juga akan menyesali apa yang sudah ia katakan." ucapnya dan Hersi pun mengangguk.

Kini keduanya sudah mulai menjauh dari tempat itu, dan tiba-tiba saja Haazia mendapatkan telepon dari kedua orang tuanya. Ia juga terkejut dengan telepon tersebut, ia pun langsung berusaha untuk mencari Bana dan juga Hersi. Kini iya menjadi penasaran dengan sosok siapa sebenarnya Bana, tidak mungkin dia adalah orang biasa Karena dia telah berhasil menggertak keluarganya.

" Siapa sebenarnya pemuda itu, tampilannya seperti orang miskin. Tetapi mengapa dia berhasil menjatuhkan keluargaku, aku harus segera mencari dia. Sebelum orang tuaku akan marah semakin besar, dan akhirnya aku justru dikeluarkan dari kartu keluarga." ucapnya yang langsung berlari mengelilingi tempat tersebut.

Ia pun terus berlari mengelilingi tempat tersebut, tetapi hingga kini ia masih belum menemukan Bana dan juga Hersi. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke rumah Hersi, dan ia meyakini kalau pemuda itu saat ini berasal di rumah Hersi. Ia pun langsung mengendarai motornya menuju rumah Hersi, dan kini ia telah sampai.

Sesuai dengan tebakannya, pemuda itu memang sedang berada di rumah Hersi. Ia pun langsung menghampirinya, dan ia meminta maaf. Tetapi Bana tidak melihat ke arahnya, dan ia pun memutuskan untuk pulang.

Haazia yang tidak mendapatkan respon, dan kini justru di tinggal pergi. Ia pun menemui Hersi untuk mencari tau siapa pemuda itu, ia sudah sangat khawatir. Ancaman dari ayahnya membuat ia takut, dan ia pun mau tidak mau harus menurutinya.

" Siapa sebenarnya pemuda itu?" tanyanya yang penasaran.

" Lebih baik kau tanya saja sendiri." ucapnya kemudian langsung masuk ke dalam.

" Hersi, aku mohon padamu. Siapa sebenarnya pemuda itu?" tanyanya dengan berteriak tetapi Hersi tidak mau keluar untuk menemuinya, dan kini Tabarik pun sudah pulang. Ia yang melihat ada Haazia, kini emosinya semangkin tersulut. Apalagi ia masih mengingat perlakuan Haazia kepada Hersi, ia pun langsung mengusir Haazia dari rumahnya.

" Untuk apa kau ada di sini, lebih baik kau pulang sekarang. Cepat pulang, sebelum amarahku semangkin tinggi. Dan aku tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi kepada mu, cepat pergi." ucapnya dan Haazia pun segera pergi meninggalkan rumah Hersi.

Tabarik pun langsung masuk ke dalam, ia pun langsung menemui adiknya itu. Kini ia menjadi penasaran, mengapa Haazia bisa berada di depan rumah mereka. Padahal tadi ia meminta Bana untuk mengantarkan Hersi pulang, hal itu menari-nari di dalam otaknya.

" Dek, mengapa Haazia bisa berada di depan rumah kita?" tanyanya.

" Oke, adek akan ceritakan sama kakak. Sebenarnya tadi aku dan Bana bertemu dengan Haazia di taman, dan dia menghina Bana sebagai orang miskin." jelasnya.

" Sekarang aku mengerti, pasti dia ingin kau mempertemukannya dengan Bana kan. Dan ia juga ingin tau siapa sebenarnya Bana." ucapnya dan Hersi pun mengangguk.

" Yang kakak katakan memang benar, tetapi aku tidak ada niatan untuk mempertemukannya dengan Bana. Tetapi kini aku menjadi penasaran dengan sosok Bana Kak, sebenarnya dia itu siapa sih? aku tadi sempat membahas tentang seniorku yang bernama Prayogi, dan dia mengatakan kalau Kak senior Prayogi itu adalah kakaknya. Tetapi masih ada yang mengganjal di diriku, mereka itu tampaknya seperti orang biasa. tetapi mengapa mereka bisa mengguncangkan keluarga Haazia kak?" tanyanya yang memang sangat bingung.

" Kakak tahu kamu pasti sedang sangat bingung, dan kamu juga jarang mengikuti tentang perkembangan zaman. Belakangan ini sedang ada sebuah perusahaan yang menjulang tinggi, dan perusahaan itu dipimpin oleh dua kakak beradik. Nama kakak beradik itu adalah tuan muda Prayogi dan juga tuan muda Bana, dan si Bana ini adalah Bana yang itu." jelasnya dan Hersi pun terkejut.

" Aku tidak sedang salah dengarkan Kak?" tanyanya untuk memastikan pendengarannya.

" Apa yang kamu dengarkan barusan adalah kebenaran, dan aku juga telah lama mengenal Bana. Sifatnya dari dulu hingga sekarang masih sama, walaupun dia sekarang bukanlah dia yang dulu." ucapnya.

" Pada saja Kakak bisa mempercayai si Bana itu untuk mengantarku pulang, ternyata Kakak memang sudah lama mengenal dirinya. Dan kini aku yakin, kalau Bana memang adalah orang yang sangat baik." ucapnya dengan tersenyum.

" Dia memang adalah orang yang sangat baik, dan dia tidak pernah memandang status keluarga siapapun. Kakak yakin itu semua berkat didikan dari kedua orang tuanya, orang tuanya telah berhasil mendidik dia dan kakaknya menjadi seperti itu. Jujur saja ya Dek, Kakak setuju kalau memang kamu menjalin hubungan dengan dia." ucapnya dan Hersi pun tampak bingung.

" Kak Tabarik jangan ngomong sembarangan, mana mungkin aku cocok bersanding dengan dia. Walaupun seperti yang sudah kakak jelaskan tadi, dia memang memiliki sifat dan karakter yang berbudi luhur. Tetapi tetap saja kak, aku merasa tidak sebanding jika berada di sebelahnya." ucapnya.

" Kamu jangan berbicara seperti itu dek, kita memang bukan berasal dari keluarga yang berada seperti mereka. Tetapi kamu itu pintar dan juga cantik, dan lagian jodoh nggak ada yang tahu." ucap Tabarik.

" Bukannya aku tidak mau memiliki pasangan yang kaya kak, tetapi kisahku bersama Haazia. Telah memberikanku banyak pelajaran, kalau aku tidak baik mencari pasangan yang lebih di atasku. Aku lelah selalu dihina sama dia Kak, dia selalu saja menganggap aku ini orang miskin yang tidak bisa apa-apa sama dia." jelasnya dengan mengingat kisah masa lalunya.

" Kakak mengerti dengan apa yang kamu rasakan, dia memang sudah keterlaluan memperlakukanmu Dek. Kakak harap kamu tidak akan pernah balikan lagi sama dia, Kakak sangat tersakiti ketika melihat tindakan dia kepada kamu." ucapnya kemudian keduanya pun langsung berpelukan.

" Eh rupanya Kakak sama adik masih di sini, Ayah kira tadi udah pada masuk ke kamar." ucap sang ayah yang baru saja pulang kerja.

" Kebetulan kami berdua tadi pulangnya agak kesorean ayah, terus kami memutuskan untuk mengobrol di sini." jawab Tabarik.

" Pantas saja kalian berdua masih di sini, Ya udah kalau gitu sana cepat ganti baju biar kita makan." ucap sang ayah.

" Lebih baik ayah saja yang mandi kemudian segera turun, biar Hersi yang menyiapkan semuanya. Aku tahu kalau Ayah pasti sudah sangat lelah, Ayah kerja dari pagi sampai jam segini untuk mencukupi kebutuhanku dan juga kak Tabarik." ucapnya.

" Ta-tapi..." ucapnya yang terhenti.

" Yang dibilang sama hersi bener ayah, lebih baik sekarang Ayah mandi. Aku dan Hersi yang akan menyiapkan segalanya, jadi ayah nanti tinggal makan saja." ucapnya dan kini sang ayah tidak bisa berkata apa-apa, dan akhirnya ia pun segera pergi menuju kamarnya.

Kedua kakak beradik ini pun langsung bersiap-siap untuk masak, mereka berdua memang sudah terbiasa mandiri. Karena itu keduanya juga sudah pandai memasak sejak mereka masih kecil, kepergian sang Bunda membuat mereka harus menjadi sosok yang mandiri. Karena mereka tidak ingin merepotkan sang ayah yang sudah lelah bekerja, dan akhirnya menciptakan kepribadian mereka yang seperti sekarang ini.

Azar pun sangat bahagia melihat tingkah kedua anaknya, iya sangat senang melihat kedua anaknya yang akur. Semenjak kepergian istrinya ia selalu saja berjuang sendirian, tetapi rasa lelahnya selalu hilang ketika melihat kedua anaknya Itu tampak bersama. Kini ia menjadi semakin tenang, karena Putra sulungnya itu bisa menjaga sang adik.

" Seandainya kamu masih ada di sini Lintang, pasti kamu akan sangat bahagia melihat kedekatan kedua anak kita." ucap Azar yang menatap kedua anaknya dari kejauhan.

" Semoga saja kamu dapat bahagia di sana ya, Kamu tidak usah memikirkan kedua anak kita. Aku akan selalu menjaga mereka, dan aku bisa menjamin kalau kehidupan mereka tidak akan susah." tambahnya.

Azar yang sudah merasa lapar, akhirnya ia pun segera turun ke bawah untuk menemui kedua anaknya itu. Iya sudah terbiasa memakan masakan kedua anaknya, karena itu dia sangat senang karena memakannya lagi. Kedua anaknya ini sangat mandiri, dan itulah yang membuat dia tenang saat bepergian hingga ke luar negeri.

" Eh rupanya Ayah sudah turun, sini Ayah duduk sebelah sini. Kebetulan masakannya juga sudah siap, jadi Ayah tinggal menyantap saja." ucap Hersi dengan tersenyum.

" Terima kasih ya karena telah menjadi anak yang mandiri, dan ayah sangat minta maaf kepada kalian berdua. Ayah sering sibuk dengan pekerjaan ayah, sehingga Ayah jarang mengetahui kesibukan yang kalian lakukan." ucapnya.

" Ayah tidak perlu memikirkan tentang itu, kami tahu Ayah sibuk bekerja mencari uang untuk kami. Dan karena itu kami juga tidak ingin merepotkan ayah, yang terpenting Ayah selalu ada di saat kami membutuhkan ayah." ucapnya kemudian ketiganya pun langsung berpelukan.

" Terima kasih, seandainya saja bunda kalian masih ada di sini. Dia pasti akan sangat bahagia melihat sifat dan karakter kalian yang seperti ini, tapi sayang dia telah pergi mendahului kita." ucap Azar yang tanpa sengaja berderai air mata.

" Ayah jangan buat situasi menjadi seperti ini ayah, kami yakin bunda pasti sudah bahagia melihat kebersamaan kita. Ayah tidak perlu memikirkan hal seperti ini lagi, saat ini yang perlu Ayah pikirkan adalah istirahat." ucap Tabarik.

" Apa maksud perkataanmu Tabarik?" tanya Azar.

" Aku sudah mendapatkan pekerjaan ayah, dan sekarang Ayah tidak perlu bekerja lagi." ucapnya.

" Rupanya anak ayah sekarang sudah dewasa ya, tetapi ayah masih tidak bisa melepas tanggung jawab ayah atas kalian berdua. Kamu simpan saja gaji dari pekerjaanmu itu, Ayah yakin kamu pasti sangat membutuhkannya. Izinkan Ayah untuk bekerja hingga akhir hayat ayah, karena ayah masih ingin memberikan kebahagiaan untuk kalian berdua." ucapnya dan mereka pun berpelukan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!