"Wun, makan di warung depan, yuk!" Lina semangat mengajak teman barunya di Griya.
"Hayuk, Mbak," jawab Wuni tak kalah semangat.
Keduanya berjalan bergandengan menuju Warung Lontong. Hari ini Mayra tidak bisa datang ke Griya karena pagi tadi badan Anggun panas. Rendra juga. Dia izin tidak bisa masuk hari ini karena harus menunggu ayahnya di rumh sakit. Tugas motretnya sementara dipegang oleh Anto yang juga lumayan pandai dalam fotografi. Anto adalah salah satu karyawan Griya yang bertugas bantu-bantu Rendra dalam segala macam persiapan pemotretan. Termasuk menggantikannya jika Rendra tidak bisa datang seperti hari ini.
Sampai di WL (Warung Lontong), Lina dan Wuni segera memesan menu makan siangnya. Mereka duduk di kursi bagian luar sembari menikmati udara siang yang semeliwir.
"Besok kita jadi jenguk ayah Rendra?" Wuni bertanya pada teman di depannya sambil mencomot satu plastik emping melinjo, lalu mengunyahnya.
"Kalau Mayra datang, besok jadi." Lina ikut mencomot emping pada bungkus milik Wuni.
"Harus ada mbak Mayra ya, Mbak? Kan anaknya sakit. Mungkin besok masih belum bisa datang."
"Hm, iya sih. Lihat bagimana besok saja ya."
Wuni mengangguk. Mereka berdua anteng memakan emping sambil menunggu pesanan yang sedang antre di buat. Warung Lontong milik pak Warjan memang terkenal enak. Pelanggannya datang dari mana-mana. Dan itu sangat menguntungkan bagi Griya Cantika. Rezeki memang datang dari mana saja. Dan bisa jadi klien Griya datang dari salah satu pelanggan WL yang tak sengaja mampir kan?
"Mbak?" Wuni memanggil Lina agak berbisik.
"Apa?" Lina yang cablak menjawab keras.
"Mbak Mayra masih punya suami, kan?"
Pertanyaan Wuni membuat Lina terkekeh. Bisa-bisanya teman barunya itu berpikiran aneh.
"Mengapa memangnya?"
"Tidak apa-apa. Ingin tahu saja. Soalnya aku belum pernah lihat suaminya, hehe."
"Ngawur kamu. Pasti ada yang tidak beres di pikiranmu kan?" Lina melempar satu melinjo ke arah Wuni.
"Hehe. Soalnya kemarin aku tidak sengaja mendenger obrolan Rendra dengan tamunya. Eh, tamu mbak Mayra maksudku." Wuni meralat ucapannya.
"Tamu Mayra? Siapa?" Lina penasaran.
"Dengar-dengar sih namanya Sandu, mantan Mbak Mayra."
Lina mengangkat satu alisnya. Perempuan di depannya katanya hanya tak sengaja dengar. Tapi kenapa dia malah sepertinya tahu banyak?
Lina kemarin pulang cepat. Dan dari siang memang tidak ada tamu yang datang. Lina pikir tamu itu pasti datang sore.
Sandu, nama itu memang sekali dua kali pernah Lina dengar dari Mayra. Tapi dia sudah lupa-lupa ingat detailnya.
"Mereka debat berebut mbak Mayra," ucap Wuni memperjelas informasi yang di dapatnya.
Kemarin Wuni sebenarnya sengaja menguping obrolan Rendra dengan Sandu di balik gerbang Griya yang full kayu itu. Rendra dan Sandu pasti tidak tahu kalau obrolannya di dengar orang ketiga.
"Berebut? Maksudnya bagimana?" Lina mulai sensitif.
"Begini mbak Lin, jadi Sandu itu mantan mbak Mayra yang belum bisa move on. Sedangkan Rendra, dia juga ternyata naksir mbak Mayra, tahu?" Wuni menjelaskan dengan muka polosnya.
"Rendra naksir Mayra? Dia kan tahu Mayra sudah bersuami?" Suara Lina lebih terdengar seperti protes dari pada memberitahu.
"Nah itu dia, Mbak. Aku juga tidak paham."
Pesanan datang. Wuni segera melahap soto dengan kuah kuning penuh dengan suwiran ayam di atasnya. Sementara Lina sudah tak nafsu untuk memakan hidangan menggoda di depannya. Pikirannya melayang jauh mencoba mencerna baik-baik omongan teman di depannya.
***
Hari ini Rendra masih belum bisa datang ke Griya. Dia masih menunggui ayahnya di rumah sakit. Mayra pun. Dia juga tidak bisa datang karena hari ini Azka pulang. Beruntung sekali sudah ada Wuni. Dia bisa menggantikan sepenuhnya kerjaan Mayra hari ini.
Hari ini ada pemotretan prewedding di kebun karet yang lokasinya berada di perbatasan kota. Lina, Wuni, Rudi, dan Anto berkendara satu mobil menuju tempat tujuan. Walau Mayra dan Rendra tidak ada, tapi mereka bisa menghandel semua pekerjaan dengan baik. Begitulah para karyawan Griya Cantika, mereka solid. Berkat aturan menyenangkan dan prinsip kekeluargaan yang Mayra terapkan.
***
Sampai di kebun karet.
Lina sudah siap memoles wajah calon pengantin, sementara Wuni mulai beraksi menunjukkan bakatnya sendirian. Ini adalah kali pertamanya mendekor di Griya Cantika. Wuni memang baru beberapa hari ini bergabung, namun karena sikap ceplas-ceplos dan polosnya, dia jadi mudah berbaur. Dan Lina sudah menyukai gadis itu sejak hari pertama dia datang ke Griya.
Satu, dua, Anto mulai memotret pasangan yang sedang berbahagia di depannya. Lina dan Wuni duduk di sebuah kursi kayu di bawah pohon memerhatikan. Lina tersenyum melihat kedua calon pengantin berekspresi sumringah. Kentara sekali mereka sangat berbahagia.
"Mbak Lina belum menikah, kan?" Wuni membuka pembicaraan saat dia melirik Lina sedang tersenyum.
"Belum." Lina menjawab singkat sambil tak melepas matanya dari pemandangan indah di depan.
"Tapi punya pacar?"
"Ini anak yaaa!" Lina menjawab gemas. Ingin sekali dia menoyor kepala temannya itu.
"Hehe. Aku sudah menebaknya."
"Tebak apanya? Memangnya di jidatku tertulis JOMBLO?" Lina akhirnya benar-benar menoyor jidat Wuni.
"Haha, tidak Mbak. Soalnya sudah beberapa hari ini ada di Griya, aku tidak pernah lihat mbak Lin bertelepon sambil senyum-senyum gitu...."
"Memangnya kalau menelepon pacar harus senyum-senyum?"
"Kalau bahagia si iya. Tapi kalau pacarnya ketahuan selingkuh, pasti teleponnya sambil nangis."
"Hahahaha." Lina terbahak. "Kalau kamu, mana pacarmu?"
"Jomblo juga aku, hehehe."
"Hahaha, senasib sudah."
"Mbak Lin?"
"Apa?"
"Karyawan lelaki di Griya kan semuanya belum nikah, memang mbak Lin tidak ada suka dengan salah satunya gitu?"
Lina diam, tak menjawab pertanyaan konyol teman barunya itu. Bibir Lina terangkat satu. Dia gemas dengan mulut Wuni yang memang ceplas-ceplos.
"Rendra tuh tampan. Sikat saja!" Wuni menggoda. Dia belum tahu kalau Lina memang menyukai lelaki itu. "Kalau mbak Lin tidak suka, biar aku saja yang sikat."
"Sikat, sikat. Katamu Rendra suka Mayra?" Lina menyelidik. Dia sebenarnya masih kurang percaya dengan informasi yang diberi Wuni kemarin. Bisa saja dia salah dengar kan?
"Rendra suka mbak Mayra itu urusan dia. Untuk apa juga dia menyukai istri orang? Sudah macam tidak ada perempuan lain saja. Edan memang dia yaa? Suka tapi tidak bisa bersatu, buat apa? Iya kan mbak Lin?"
"Hahaha, pintar kamu ya."
***
Mayra sedang berada dalam dekapan Azka malam ini. Dia rindu mencium aroma tubuh suaminya. Keduanya tiduran santai pada ranjang yang sudah ada sejak awal mereka menikah. Anggun sudah tertidur pulas setelah meminum obat penurun panas. Badannya masih hangat. Mayra bersyukur punya Anggun. Dalam kondisinya yang kurang sehat pun, Anggun tetap ceria dan tidak rewel.
Mayra peluk erat tubuh suaminya sambil terpejam. Azka balas dengan mencium rambut Mayra. Ada ketenangan yang mereka dapat di sana.
"Yank?" Azka memanggil dengan bibir yang masih menempel pada rambut Mayra.
"Ya?" Mayra pun masih membenamkan wajahnya pada dada bidang Azka.
"Pengirim mawar kemarin itu siapa?"
"Sudah ah yank. Aku tidak ingin membahas itu. Malas."
"Tapi aku mau tahu."
"Hm." Mayra menghela napasnya. "Aku tidak tahu, Yank. Tidak ada nama pengirimnya."
Mata Azka menerawang ke depan. Sudah dua kali istrinya mendapat kiriman bunga tanpa identitas. Azka sebenarnya cemburu. Tapi dia tak terlalu mengindahkan perasaannya itu. Baginya, selama Mayranya masih setia, dia akan baik-baik saja.
Di tempat lain, Rendra menangis kencang memeluk ayahnya yang sudah tak bernapas di ranjang rumah sakit, sendirian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Ulil
besok hari Senin waktunya vote meluncuuurrr
2023-08-06
0
Surya gaming
kereeen Thor,,lanjut!!!
2020-11-03
0
Yani SNA
kereen thor.. lanjutkaaan
2020-10-03
0