"Selamat siang." Suara seorang wanita menyapa Lina yang sedang duduk seorang diri di ruang tamu Griya.
Hari ini semua jadwal di kosongkan sejak jauh-jauh hari. Hal itu memang sudah menjadi tradisi yang di buat oleh Mayra jika salah satu karyawannya ada yang berulang tahun.
"Hai, Wuni ya? Mari duduk!" Jawab Lina yang sudah kenal dengan wajah orang yang menyapanya lewat foto yang diberikan Mayra beberapa hari lalu.
Wanita yang bernama lengkap Wuni Dewanti itu ikut duduk bersama Lina. Wuni adalah calon karyawan baru yang sudah beberapa hari lalu Mayra infokan kepada beberapa rekan kerjanya. Wuni adalah saudara teman Mayra yang akan membantunya dalam perdekoran. Dia gadis yang ayu, usianya masih 25 tahunan. Dua tahun lebih muda dari Lina.
"Hai Ren, kesini kumpul dulu. Ada keluarga baru nih." Lina memanggil Rendra yang saat itu kebetulan lewat.
Rendra manut. Dia ikut duduk di kursi terjauh, dekat pintu. Sekilas ia pandang, wajah Wuni seperti tak asing di matanya. Rendra merasa pernah bertemu wanita itu sebelumnya. Tapi dia lupa kapan dan di mana.
Tak lama Mayra juga datang. Mereka kini duduk berempat pada sofa dengan nuansa violet Griya Cantika.
"Sudah lama?" Mayra menyalami teman kerja barunya itu.
"Baru saja, Mbak. Hehe."
"Sudah kenalan?"
Wuni menggeleng sambil tersenyum.
"Oh oke. Mari kita berkenalan, hehe." Mayra ikut tersenyum.
"Ini Lina si jago makeUp," ucap Mayra sambil menunjuk si pemilik nama. "Ini Rendra tukang foto, dan nanti saya dengan kamu yang bagian dekor yaa." Mayra melingkarkan jari telunjuk dengan jempolnya.
"Selamat siang, pakeeet." Suara seorang kurir terdengar.
Pak kurir sudah berada di tengah pintu Griya yang memang tidak ditutup. Rendra yang posisinya paling dekat dengan pintu, berdiri akan menerima paket. Ketiga wanita yang sedang anteng duduk kompak memerhatikan.
"Untuk siapa, Pak?" Rendra menerima buket mawar merah dari pak kurir.
"Penerima atas nama Mayra, Mas. Silakan."
Pak kurir menyodorkan selembar kertas untuk ditandatangani sebagai bukti bahwa barang yang dikirimnya sudah sampai pada penerima. Mayra tersenyum melihat mawar merah untuknya.
"Terimakasiiih." Mayra merebut bunga itu dari Rendra dan segera berlari menuju kursi di bawah pohon palm. Ia segera membuka ponselnya dan langsung menelepon Azka.
📞 "Halo, sayaaaang." Mayra langsung membuka pembicaraan saat teleponnya sudah diangkat.
📞 "Halo juga sayangku, ada apa? Satu jam lalu kan sudah telepon?" Suara Azka terdengar sedang mengunyah sesuatu.
📞 "Sedang makan, Yank?"
📞 "Huum."
📞 "Yank?"
📞 "Hm?"
📞 "Terimakasih yaa. Hehe," ucap Mayra malu-malu sambil menatap mawar merah dalam pelukannya.
Azka di seberang belum menjawab. Decak kunyahannya terdengar di telinga Mayra.
📞 "Kamu semenjak di Jakarta jadi rajin kirim bunga untukku ya? Aku suka, hehe. Makasiiiih." Mayra berucap gemas.
📞 "Bunga apa, Yank?"
📞 "Mawar merahnya sudah sampai nih." Mayra mencium mawarnya.
📞 "Yank, hari ini aku tidak kirim bunga loh," suara Azka di seberang mulai tegas.
Mendengar jawaban Azka, Mayra menjauhkan bunga dari pelukannya. Dia diam. Bukan Azka yang kirim?
📞 "Yank, nanti aku telepon lagi ya."
Mayra memutus telepon dengan suaminya. Dia duduk si kursi sambil memutar-mutar buket bunga berharap menemukan sesuatu. Dan kali ini ada kartu kecil terselip di sana.
Have a Nice Day, Mayra.
Mayra mengerjipkan matanya. Dia seketika kesal dengan mawar yang tak bersalah itu. Segera dia berlalu dengan meninggalkan buket mawar itu di atas kursi.
***
"Sore."
Seorang lelaki menyapa Wuni yang sedang merapikan isi tasnya di ruang tamu. Sudah jam 4 lewat, saatnya para karyawan untuk pulang. Namun di jam-jam mepet pulang seperti ini, ada tamu yang berkunjung ke Griya.
"Sore. Ada yang bisa kami bantu, Pak?" Wuni menjawab ramah.
"Maaf, Mayra nya ada?"
"Mbak Mayra ada, Pak. Sebentar saya...."
"Mayra sudah pulang!"
Suara Rendra terdengar dari dalam. Ia berjalan ikut bergabung bersama Wuni dan tamu lelaki yang dia kenal itu, Sandu.
Mata Sandu melirik tak suka karena jawaban kedua lawan bicaranya berbeda. Salah satunya pasti berbohong, pikirnya.
Rendra berjalan keluar Griya dan memberi isyarat agar Sandu mengikutinya. Rendra terus berjalan hingga keluar gerbang Griya.
"San, tidak usah lah kamu temui Mayra lagi!" Rendra memerintah Sandu, tamu Mayra yang tak diundang itu.
"Saya butuh bertemu dia, Ren. Saya ingin menjelaskan semuanya," kilah Sandu.
"Risa tahu kamu kemari?" Rendra menyelidik. Dia yakin, akan terjadi hal buruk lagi pada Mayra jika Risa tahu kekasihnya datang menemuinya.
Sandu menggeleng.
"Jadi Risa benar? Kamu belum sepenuhnya bisa lepas dari Mayra? Gila!" Renda sinis.
"Setiap orang punya satu nama di hatinya yang tidak bisa dia lupakan, Ren. Dan saya tahu itu salah. Tapi bukannya kamu juga salah?"
Rendra mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Sandu.
"Salah?"
"Kamu juga menyukai Mayra kan?"
Rendra tak menjawab.
"Jadi siapa yang gila? Saya mantannya yang jelas-jelas sudah tahu bagaimana Mayra, apa kamu? Lelaki muda yang menyukai wanita bersuami?" Sandu ikut sinis.
Dari ucapan Sandu, Rendra menyimpulkan sesuatu.
"Oooh jadi kamu yang selama ini mengirimi Mayra bunga?"
***
Rendra dan Mayra duduk bersebalahan di dalam mobil membelah jalanan malam. Jam 10 tadi Rendra tergesa mengetuk pintu rumah Mayra dan memintanya ikut dengannya. Wajah Rendra pucat. Dia menyetir mobilnya tak karuan. Mayra beberapa kali mengatakan padanya untuk hati-hati. Sesekali air mata jatuh dari mata lelaki yang Mayra kenal cuek itu. Ada rasa iba dalam hatinya.
Tak lama, mobil Rendra sudah sampai di parkiran sebuah rumah sakit. Ia segera turun dan menggandeng tangan Mayra masuk ke dalamnya hingga mereka sampai di depan suatu kamar. Tanpa ragu Rendra membuka pintunya. Di sana, seorang lelaki paruh baya tergolek lemas dengan alat bantu oksigen di hidungnya.
Rendra menatap ayahnya pilu. Ia teringat beberapa minggu lalu saat ia berbicara santai berdua dengan ayahnya.
⬅️
"Siapa nama wanita yang kamu taksir, Ren?"
Rendra malam itu sedang duduk di teras rumah dengan ayahnya. Mereka sedang menikmati malam berdua sambil menikmati secangkir kopi manis.
"Hehe. Mayra, yah."
Rendra yang memang tidak ada rahasia dengan ayahnya itu tak sungkan bercerita. Baginya, ayahnya adalah sahabatnya. Dan sang ayah pun akan dengan senang hati mendengarkan setiap cerita dari anak satu-satunya itu.
"Bawa lah dia kemari, Ren. Kenalkan ke ayah. Kalau bisa, langsung saja jadikan menantu."
"Hahaha. Ayah ini lah. Memang ayah ingin aku cepat menikah?"
"Lah kok? Kamu sudah dewasa, kerjaan juga ada. Menunggu apalagi? Jangan lama-lama pacaran yang tidak jelas ujungnya."
"Hahaha. Ini maksudnya ayah menyindir aku dengan Bella?"
Si ayah terkekeh. Beliau ikut senang karena anaknya tidak terlalu sedih saat kehilangan Bella. Dan ia pikir itu karena Mayra.
"Sudah, intinya kamu janji, bawa Mayra ke ayah ya? Ayah ingin bertemu."
➡️
Rendra menitikkan air matanya lagi. Ia lihat layar monitor di samping ranjang, detak jantung ayahnya sudah stabil. Tapi ayahnya belum juga sadarkan diri.
Mayra yang tidak bisa berkomentar apa-apa, hanya diam berdiri di belakang Rendra. Dia tidak tahu bahwa lelaki di depannya itu juga bisa serapuh ini. Lelaki yang biasa bersikap acuh itu nyatanya hanya punya ayahnya di dunia ini.
Mayra letakkan satu tangannya di pundak Rendra menguatkan.
"Nanti di depan ayah saya, kamu katakan saja 'iya', ya!" pinta Rendra saat masih dalam perjalanan tadi. "kata dokter, kemungkinan ayah selamat sangat kecil", imbuhnya.
Mata Rendra berkaca-kaca. Dia sudah membayangkan rasanya akan kehilangan orang yang sangat dicintainya lagi. Dan dia tidak mau. Dia meminta pada Mayra untuk mengatakan 'iya' di depan ayahnya saat nanti dia berkata "Ini calon menantu ayah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Flora
boomlike 5 lagi buat mamah muda
salam dari yuppy 🤗
"Diikuti makhluk ghaib"
2020-11-07
0
Mairaa
next kak
2020-10-18
0
Yani SNA
lanjutkaan...
2020-10-03
0