.
.
.
Menerima kabar itu, awalnya aku sangat enggan karena baru saja tadi pagi kami sedikit bercek cok di dapur. Takutnya dia malah memperpanjang masalah saja si jadi terpaksa saja deh aku ikut menemaninya.
Sembari menunggu angkutan umum lewat, aku kembali membuka hape dan bermain game untuk meluangkan waktu.
.
.
.
<"GAME OVER", NoobMaster46 telah mengalahkan anda>
//Noobmaster46 mengajak anda untuk bertanding kembali. Ulang permainan?//
.
.
.
("Noobmaster sialan!"), batinku kesal, semua poinku kereset berkatnya. Aku langsung keluar dari aplikasi itu, tidak minat meladeninya.
Tanpa berpikir panjang, aku segera menonton berita cuaca, berharap yang terbaik agar hari ini tidak menjadi semakin buruk.
Akhir-akhir ini sering hujan di daerah ini, sehingga pakaian di rumah tidak bisa dikeringkan. Aku hanya bisa pasrah berharap agar cuaca hari ini menjauhi kata mendung.
["Yak pemirsa, kembali lagi kepada saya pada hari ini diperkirakan pada kota daerah Barat akan mengalami hujan deras jadi jangan lupa membaw--" ]
Seperti dugaan, sepertinya hari ini akan mendung. Aku perlu bergegas membantunya dan langsung segera pulang saja.
("Ck") dengusku sebal
Tidak berselang lama, aku melihat sebuah siluet kendaraan yang familiar.
Ketika melihatku, kendaraan itu berhenti memberiku kesempatan untuk naik.
.
.
.
*10 menit kemudian *
Setelah membayar supir, aku segera mencari lokasi anak itu.
Beruntungnya, aku segera menemukannya sendirian sedang duduk di dekat parkiran, terus menghentakan kakinya tanpa henti.
Begitu mendekatinya, ia segera sadar bahwa yang berjalan kearahnya itu aku. Ia segera memijat mijat daerah kepala kemudian berdiri dan ikut berjalan ke arahku.
"Hei darimana saja, kau mau hari ini kita tidak makan?" katanya kesal
" Yah mau gimana aku menggunakan kendaraan umum. Kaulah yang perlu bersabar! " Bentakku tidak terima
"Sudahlah aku tidak ingin berdebat, lebih baik segera selesai saja."
Yang benar saja, padahal dia yang memulainya. Aku yakin dia tidak terima fakta sama sekali.
Akhirnya, kami masuk kedalam tanpa berbicara sama sekali. Baguslah daripada memperpanjang masalah. Ia segera mengambil keranjang dan masuk ke daerah dimana produk dan barang dijual.
Sebenarnya, ada satu pertanyaan yang terus menyangkut di kepalaku dari tadi. Apa yang dimaksud Limi, semoga tidak terjadi itu lagi.
.
.
.
.
Astaga naga... Inilah yang kutakutkan. Ketika menemukannya di segmen itu, dia sudah berbuat keributan dengan staff yang bekerja. Ya ampun, betapa merahnya mukaku ketika ia malah menawar harga ikan tersebut. Menawar di supermarket? Yang benar saja.
Aku segera menarik kerahnya dan menjauh dari sana. Aku harap mereka hanya berpikir bahwa dia hanya bocah yang usil.
Akhirnya aku paham maksud Limi tadi.
Tanpa berlama-lama disana, aku menyuruhnya untuk cepat mengambil bahan belanjaan dan segera pergi dari sini.
Namun seperti biasa, akhirnya kami malah berakhir cekcok. Bahkan didepan kasir sekaligus.
Ketika sadar dengan keadaan, aku segera meminta maaf dan langsung meletakkan semua barang belanjaan.
Sang kasir terlihat tidak peduli dan terlihat sibuk memindai harga barang kami. Sepertinya hal ini sudah biasa baginya.
Aku segera membayar kasir tersebut dan keluar bersama bocah itu.
"Ingatkan aku, untuk tidak berbelanja denganmu lagi." Kataku menggertak gigi
"Lagian ikut." Katanya tanpa rasa bersalah
Aku hanya termenung. Sia-sia saja aku menanggapinya terus, dia akan membantahnya atau malah membalikkan fakta.
.
.
.
Kurang cukup sial, tidak berselang lama hujan tiba tiba turun deras, aku dan bocah itu panik dan segera berlari terbirit-birit mencari tempat berteduh. Masing-masing dari kami membawa kantong belanjaan.
.
.
"Hujan bangsat" makiku
" Memakinya juga tidak akan membuatnya berhenti kau tahu."
Aku tahu. Aku sangat tahu. Emang tidak boleh ya mengungkapkan frustasiku sama sekali.
Namun sebelum pikiranku semakin meledak, sebuah tangan menggenggam tanganku.
"Saranku si mending frustasi itu dilepaskan dengan mengepalkan tangan sekencang mungkin."
Matanya tertuju kearah belakang, ketika aku mengikutinya. Ada seorang bocah yang ikut berteduh dengan kami.
Ia menarik lenganku dan mendekatkan telingaku kearahnya.
"Jangan berbicara kasar, ada anak kecil disini."
.
.
.
Aku tidak bisa berkata-kata. Meskipun begitu aku mengikuti sarannya. Aku menggenggam tangannya dengan erat. Meluapkan semuanya dengan genggaman kuat tersebut.
Ketika aku melepas tanganku darinya, aku sempat kaget.
Tidak ada sama sekali bekas luka disana.
Oh ya aku lupa, dia sama sama bukan manusia.
.
.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments