Jade dan Dustin makan malam bersama dengan Jade yang tetap memakai pakaian santainya, Dustin sama sekali tidak mempermasalahkan itu, bahkan dimata Dustin Jade terlihat lebih segar dan menggemaskan dari pada Jade yang selama ini selalu dia lihat.
"Aku mungkin tidak akan pulang malam ini, aku dan Ben akan pergi ke markas." Ujar Dustin di sela - sela makannya.
"Oke." Sahut Jade singkat.
Dan setelah makan malam selesai, Dustin sungguhan pergi dari penthouse, dan Jade sendiri langsung kembali ke ruang tengah dimana laptopnya berada.
"Aku bisa gila jika terus begini, dimana Malina menyembunyikan surat itu jika tidak ada di dalam rumah itu? Orang - orang yang aku suruh untuk mengikuti Malina bahkan selalu saja tidak membuahkan hasil." Gumamnya sendiri.
Di tempat lain..
Di rumah Derec, Malina sedang menyeduh teh di poci untuk Derec seperti biasanya.
"Jika dia tidak sekarat dan mati, aku akan kesulitan mendapatkan harta itu. Bercerai hanya akan membuatku rugi dan hanya mendapatkan sebagian, lebih baik aku buat dia mati saja." Gumam Malina.
Malina mengeluarkan satu botol cairan putih dan dia meneteskannya ke dalam poci itu, senyum iblisnya mengembang seiring dengan dia meneteskan cairan itu kedalam poci tanpa dia tahu bahwa Derec melihatnya.
'Aku mengakui kesalahanku Tuhan, jika memang engkau ingin menghukumku, aku terima.. dosaku terlalu banyak dan besar kepada Dailyn dan Jade.' Batin Derec.
'Tapi sebelum itu terjadi, tolong setidaknya engkau izinkan aku untuk membalik segalanya dan memberikan keadilan pada putriku Jade.' Batin Derec lagi.
Derec pergi dan duduk di ruang kerjanya, ia kemudian memejamkan matanya dan mengenang masa - masa indahnya ketika dulu dia masih bersama Dailyn dan Jade kecil.
Flashback on..
Di sebuah taman dengan hamparan rumput yang luas, satu keluarga kecil sedang menikmati piknik sederhana mereka. Adalah Derec, Dailyn dan Jade kecil yang berusia 7 tahun. Jade Kecil sedang bermain sepeda, sementara Derec dan Dailyn duduk di karpet yang mereka buka di atas hamparan rumput, dengan banyaknya makanan.
"Sayang, jika aku mati.. berjanjilah padaku untuk tidak menikah lagi." Ujar Dailyn.
"Apa yang kamu katakan, kamu akan berumur panjang dan kita akan menua bersama sembari melihat pertumbuhan putri kita." Sahut Derec.
"Aku senang kamu berkata demikian, tapi bisakah kamu berjanji kepadaku untuk tidak menikah lagi apabila aku tiada?" Ujar Dailyn.
"Aku berjanji, sayang. Kenapa kamu harus berkata demikian? Aku hanya akan mencintaimu seorang saja." Ujar Derec dan Dailyn tersenyum manis mendengarnya.
"Aku hanya tidak mau putri kita di asuh seorang ibu tiri, jika kamu sudah tidak mencintaiku lagi kelak, tolong biarkan aku membawa Jade pergi bersamaku. Atau jika aku mati, serahkan saja Jade pada kedua orang tuaku." Ujar Dailyn bersungguh - sungguh.
"Tidak akan, itu tidak akan pernah terjadi." Ujar Derec.
Tapi nyatanya Derec tidak hanya melanggar janji itu. Derec bahkan ikut andil membenci dan mengasingkan putri kandungnya sendiri demi seorang anak tiri dan istri barunya.
Flashback end..
Malina masuk kedalam ruang kerja Derec, dan dia melihat Derec mengusap air matanya. Malina sempat mengernyit, tapi kemudian dia melihat banyaknya berkas di depan Derec dan mengira Derec sedang kelelahan.
"Sayang, minum dulu tehnya. Kamu jangan terlalu keras pada tubuhmu, apa gunanya kamu memiliki banyak karyawan jika kamu sendiri masih harus turun tangan?" Ujar Malina dengan nada lembut mendayu.
'Jika aku tidak melihat kelakuan kejamnya, aku akan mengira bahwa dia benar - benar tulus kepadaku.' Batin Derec.
"Iya sayang, bisakah kamu membantuku ambilkan buah, aku rasanya mengantuk sekali." Ujar Derec.
"Aku akan ambilkan, tapi kamu minum tehnya oke? Kamu juga butuh istirahat." Ujar Malina, Derec mengangguk patuh dengan senyum manis seperti biasanya, dan Malina pergi.
Derec mengangkat cangkir berisi teh itu, lalu dia menyesapnya dangan perlahan. Saat itu juga, senyum iblis merekah di bibir Malina, dan dia menghilang di balik pintu.
Tapi nyatanya Derec tidak meminumnya, dia hanya berpura - pura menyesap teh itu karena dia tahu Malina masih memperhatikannya. Setelah Malina pergi, Derec dengan cepat menuangkan setengah dari teh itu kedalam pot tanaman yang berada di ruangannya, lalu kembali duduk seolah tidak terjadi apapun.
'Beri aku sedikit waktu untuk memperbaiki segalanya, Tuhan.' Batin Derec.
Sementara itu di penthouse, Jade sedang mengotak atik laptopnya untuk membaca tiap email yang masuk dari orang - orang suruhannya, tapi dia masih tidak mendapatkan petunjuk apapun.
"Apa karena aku perempuan jadi mereka yang aku suruh bekerja menjadi seenaknya? Sepertinya mereka meminta pelajaran." Gumam Jade kesal.
Dia tidak mau melibatkan sebuah kelompok mafia manapun karena dia juga terkenal di kalangan mafia, ia tidak mau ayahnya terlibat dan menjadi kelemahannya suatu hari nanti jadi dia membayar beberapa anggota gangster biasa.
Tapi tampaknya mereka meremehkan Jade, mungkin karena Jade terlihat seperti perempuan lemah lembut biasa jadi mereka berpikir bahwa Jade tidak akan berani berbuat apa - apa.
"Akan aku beri mereka pelajaran nanti." Gumam Jade.
Tanpa Jade sadar, dia sudah duduk sangat lama di sana sambil mendengarkan percakapan yang tidak penting dari Malina melalui headsetnya, sampai hari sudah sangat larut bahkan menjelang pukul 1 dini hari.
Tidak ada petunjuk apapun dari pembicaraan Malina dengan Logan, sepertinya mereka sangat berhati - hati untuk bicara di rumah itu. Dustin pulang, dan dia terkejut melihat Jade ysng masih terjaga hingga larut malam dan hanya duduk diam di sofa.
'Apa dia menungguku?' Batin Dustin.
Dustin pun berjalan menghampiri Jade tanpa Jade sadar, Dustin berdiri di belakang Jade lalu dia berdehem. Jade terkejut mendengar deheman Dustin, dia langsung panik dan memberskan semua kertas di meja.
"Oh hai, kamu sudah pulang?" Tanya Jade dengan wajah panik, dia juga tidak mau Dustin tahu tentang apa yang sedang dia selidiki.
"Kamu sedang bekerja? Maaf aku mengganggumu." Ujar Dustin.
"Sama sekali tidak, ini juga aku sudah kelar." Sahut Jade.
"Sudah sangat larut, lebih baik kamu beristirahat." Ujar Dustin dan Jade mengangguk.
"Kalau begitu aku masuk kamar dulu, selamat malam." Ujar Jade dan Dustin mengangguk.
Jade menghilang di balik pintu kamarnya, lalu kemudian Dustin pun juga naik keatas kamarnya sendiri.
Esok harinya Dustin turun ke bawah dan mendengar Jade seperti sedang bertelepon dengan seseorang dengan nada frustasi.
"Tapi apakah dia dan anaknya sering keluar malam - malam, bi? Aku benar - benar hanya mendengar obrolan sampah setiap hari dan tidak menemukan petunjuk. Atau mereka sudah menyadari bahwa selama ini mereka di sadap?" Ujar Jade.
Tak terdengar sahutan dari seberang sana, karena hanya Jade saja yang bisa mendengarnya.
"Baiklah, terus awasi mereka. Dan satu lagi bi, katakan pada papa untuk terus meminum obat yang aku berikan." Ujar Jade, lalu panggilan itu di akhiri.
'Papa? Apa Jade memiliki kerabat di sini, aku pikir dia tinggal di luar negeri.' Batin Dustin.
"Ada apa? Sepertinya kamu sedang dalam kesulitan?" Ujar Dustin tiba - tiba. Jade terkejut dan langsung berbalik badan.
"Kamu mendengar pembicaraanku?" Tanya Jade.
"Tidak, hanya tidak sengaja mendengarnya." Sahut Dustin lalu duduk di sofa.
"Apakah telah terjadi sesuatu dengan keluargamu?" Tanya Dustin.
Jade tampak mengernyit mendengarnya, lalu dia tersenyum dan justru menggoda Dustin.
"Kenapa?? Tumben sekali kamu mau peduli dengan urusanku? Atau jangan - jangan...." Ujar Jade menggantung.
"Tidak ada kata jangan - jangan, aku serius. Toh kita rekan, kamu sering membantuku jadi sudah seharusnya aku membantumu bukan?" Ujar Dustin memotong ucapan Jade.
Jade tampak menyipitkan matanya dan menatap Dustin dengan serius. Dustin yang di tatap jadi salah tingkah sendiri dan berdehem untuk menetralkan jantungnya.
"Apakah aku setampan itu sampai kamu menatapku sebegitu seriusnya?" Ucap Dustin, dan Jade langsung memutar bola matanya.
"Narsis." Celetuk Jade.
"Jadi? Apakah kamu mau bercerita?" Tanya Dustin.
"Sebenarnya aku sedang menyelidiki ibu tiriku. Dia sedang mencoba membawa lari semua harta milik ayahku." Ujar Jade akhirnya bercerita.
"Jadi kamu punya keluarga di sini?" Tanya Dustin, dan Jade mengangguk.
"Kamu ingat rumah yang pada malam itu kamu mengantarku?" Tanya Jade dan Dustin mengangguk.
"Itu adalah rumah ayahku." Timpal Jade. Entah mengapa di dalam hati Dustin ada rasa lega, sebelumnya dia mengira itu rumah kekasih Jade.
"Aku pikir kamu sungguh tinggal di Swiss." Ucap Dustin.
"Ya, aku tinggal di sana dengan mendiang ibuku, ayahku disini bersama dengan istri barunya." Sahut Jade.
"Aku mengerti, biar aku membantumu, hm?" Tawar Dustin dan Jade terkejut mendengarnya.
"Aku serius ingin membantumu, Jade." Timpal Dustin lagi.
"Itu..."
...TO BE CONTINUED.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments