Ke esokan harinya, Jade bangun dan melakukan aktivitas olahraga seperti biasanya. Kali ini Jade bangun lebih pagi, bahkan sebelum Dustin bangun.
Selang sekitar satu jam setelah Jade berolah raga, Dustin terlihat keluar dari kamarnya.
"Morning." Sapa Jade.
"Morning. Kamu bangun sangat pagi?" Tanya Dustin heran, karena Jade sudah berkeringat sangat banyak.
"Ya, aku bangun terlalu awal jadi sekalian saja berolah raga." Sahut Jade.
Dustin hanya mengangguk angguk mengerti, lalu dia juga mulai menyalakan mesin treadmillnya. Jade menyudahi aktivitasnya setelah di rasa sudah mendapat banyak keringat, Dustin pun mengingatkan Jade bahwa hari ini mereka harus ke vila.
"Jangan lupa, kita harus ke vila nanti sore." Teriak Dustin.
"Sip." Sahut Jade singkat lalu dia menghilang masuk ke kamarnya.
Jade langsung membersihkan dirinya lalu dia duduk di depan laptopnya, dan mengecek sesuatu. Tangannya sangat lihai mengetik seakan dia adalah seorang yang memang selalu berkutat dengan benda itu.
"Akan aku buktikan pada papa seperti apa wajah asli perempuan yang sangat dicintainya itu, sampai dia membuang wanita yang sangat besar mencintainya." Gumam Jade dengan tatapan dinginnya.
Singkat cerita, akhirnya Jade dan Dustin datang ke Vila milik Arthur dan Sierra. Dan rupanya di sana ada Qilin dan Justin juga. Sierra menyambut hangat kedatangan Jade, dia tidak membedakan antara keduanya.
"Halo sayang..." Sapa Sierra dengan ramah dan memeluk Jade.
"Halo mom." Sahut Jade. Keduanya berpelukan.
Lalu Jade juga menghampiri Qilin dan memeluknya, mereka berdua sangat akrab selayaknya kakak beradik sungguhan.
"Halo calon mama, wah lihat perutmu.. semakin besar." Ucap Jade dan Qilin terkekeh.
Semuanya pun akhirnya masuk ke Vila setelah saling sambut, sebenarnya usia Jade lebih tua dari Qilin. Jade berusia 27 tahun, tapi wajah blasterannya sangat menyamarkan usia aslinya. Jade lebih condong memiliki fisik bule, dari mata, kulit dan rambutnya yang berwarna cokelat.
Ketiga wanita itu saling mengobrol dengan bahagia membahas seputar drama kesukaan mereka. Dustin tersenyum melihatnya, dia sempat takut saat dulu dia memperkenalkan Jade pada ibunya.
"Perempuan hanya bisa membicarakan drama tv." Ucap Arthur, Justin terkekeh mendengarnya.
"Memangnya mau membahas apa lagi, Qilin bahkan bisa menghabiskan waktunya berjam - jam hanya untuk menonton." Sahut Justin.
"Haih, mommy kalian juga jadi pencinta drama. Apa Jade juga begitu, Dustin?" Tanya Arthur pada Dustin.
Dustin tidak begitu memperhatikan apa yang Jade lakukan setiap harinya, jadi dia sedikit kebingungan saat ini.
"Masa aktivitas istrimu sendiri kamu tidak tahu?" Kekeh Justin.
"Bukan tidak tahu kakak ipar, Dustin selalu sibuk bekerja, mana dia tahu apa yang aku lakukan di rumah." Ucap Jade yang muncul untuk melindungi Dustin.
"Anak ini memang selalu gila kerja." Ujar Justin.
"Menginaplah malam ini, dan jangan kamu memperhatikan pekerjaanmu. Kamu harus lebih memperhatikan Jade, Kamu memiliki banyak karyawan kenapa masih harus begitu sibuk." Ujar Arthur.
"Tapi Dad.."
"Tidak ada tapi, pokoknya harus. Qilin bahkan sudah mau melahirkan, tapi lihat kamu.. belum berhasil membuat perut istrimu besar." Sierra menimpali.
Semua orang menahan tawa mereka mendengar penuturan Sierra, bahkan Jade juga terkekeh, hanya Dustin sendiri yang memerah.
"Fine.." Sahut Dustin pasrah dan yang lain tertawa.
Mereka akhirnya makan malam bersama, Dustin sesekali menunjukan perhatiannya kepada Jade agar tidak terlalu membuat keluarganya curiga. Dan anehnya, dia tidak secanggung dulu ketika berhadapan dengan Qilin, rasa cintanya mungkin masih ada karena bagaimanapun Qilin adalah cinta pertamanya, tapi Dustin tidak begitu menunjukan rasa cintanya itu lagi, dia bisa mengendalikan hatinya.
"Uhuk! Uhuk!" Qilin tersedak, dan dengan panik Justin mengambilkan air untuk Qilin.
Dustin juga sebenarnya hampir mengulurkan tangannya jika saja Jade tidak menahannya dengan menyentuh paha Dustin. Dustin menatap Jade lalu Jade menggelengkan kepalanya samar, memberi kode bahwa Dustin tidak boleh menunjukan perhatiannya pada Qilin.
"Pelan - pelan sayang." Ucap Justin.
"Maaf, aku tidak hati - hati." Ujar Qilin.
Sampai akhirnya makan malam itu selesai dan hari semakin malam, Dustin sudah berada di dalam kamarnya di vila itu. Dia sedang berdiri memandang bulan dari jendela, sampai suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya.
Jade masuk kedalam kamar yang sama, karena mereka berada di vila orang tuanya, mereka mau tidak mau harus tidur di kamar yang sama. Dustin berjalan dan duduk di tepian ranjang, dia mengeluarkan barang Jade dari kopernya.
"Astaga, kita kembali terjebak di situasi serupa." Ujar Jade ketika dia mengingat kejadian saat dirinya terpaksa tidur satu kamar dengan Dustin di hotel.
"Aku tidak keberatan kita berbagi ranjang." Ucap Dustin justru menantang dan menepuk bantal di sebelahnya.
"Anda benar - benar mesum, tuan Dustin." Ucap Jade geli, dan Dustin terkekeh mendengarnya.
Jade pergi masuk kedalam kamar mandi, meninggalkan Dustin yang masih tersenyum merekah. Dustin juga ingat dengan kejadian itu, dimana saat itu dirinya menjadi pria paling kejam karena membiarkan Jade tidur di sofa sementara dirinya di ranjang.
Flashback on..
Malam itu Jade dan Dustin terpaksa tidur dalam satu kamar di hotel milik Edward family, tentu agar keluarganya tidak mencurigai mereka.
"Kau tidak berencana untuk tidur di sini, bukan?" Tanya Dustin.
"Menurutmu??" Tanya Jade balik.
"Aku tidak mau tidur satu ranjang dengan orang lain." Ujar Dustin, angkuh.
"Jangan khawatir, aku pun tidak mau. Kau tidur saja di ranjangmu, aku bisa tidur di sofa." Ujar Jade, lalu mengambil sebuah bantal dan membawanya menuju sofa besar yang berada di kamar hotel itu.
Dustin melihat itu dan memperhatikan gerak gerik Jade yang selalu membuat dirinya mati kutu itu. Sampai tiba - tiba Jade duduk dan menatap Dustin, Dustin yang di tatap pun menjadi bingung.
"Apa?" Tanya Dustin.
"Tuan Dustin, semua anggota keluargamu sudah tahu bahwa aku adalah istrimu sekarang. Tolong setidaknya totalitaslah dalam bekerja sama, karena aku tidak mau di anggap gagal menjalankan misi." Ujar Jade.
"Sampai waktu yang di tentukan, kita akan berpisah dan tidak akan saling bertemu atau berhubungan lagi. Jadi jangan khawatirkan hal - hal kecil seperti ini."
( Jeda )
" Selain di dalam jam kerja, aku tidak akan mengganggu dirimu. Jika pun aku mengganggu, berarti ada hal penting yang terjadi, selamat malam." Ujar Jade lagi, lalu langsung tidur membelakangi Dustin.
Flashback end..
Dustin tak henti - hentinya tersenyum mengingat kejadian yang menurutnya lucu itu. Tapi kemudian dia menyadari satu hal, mereka akan berpisah kapanpun. Memikirkan itu, entah mengapa di hati Dustin muncul rasa bingung..
Sampai lamunannya kembali terbuyarkan oleh kemunculan Jade dari kamar mandi. Jade sudah menggunakan piama panjangnya dan hendak mengambil satu bantal dari ranjang tapi Dustin menahannya.
"Tidurlah di sini, tidak ada tempat untukmu tidur." Ujar Dustin, Jade sedikit terkejut mendengarnya.
"Aku orang asing, Dustin.. kamu tidak lupa itu, bukan?" Ujar Jade.
"Ya, itu dulu. Sekarang kita partner yang sebenarnya. Lagi pula tidak ada sofa di kamar ini, jadi tidur saja di sebelahku." Ujar Dustin.
Jade melihat kesekitarnya, memang tidak ada sofa panjang di sana, hanya ada sofa santai yang tidak begitu panjang. Melihat dirinya tidak memiliki tempat untuk tidur, akhirnya Jade menarik guling dan menempatkannya di tengah - tengah ranjang, guling itu di jadikan pembatas diantara keduanya. Dustin terkekeh melihatnya, dia biarkan saja apa yang ingin Jade lakukan.
Jade sendiri merasa kesal karena harus tidur satu ranjang dengan Dustin, dia tidak pernah tidur dengan orang lain sebelumnya. Dia sangat menjaga diri dari orang - orang, tinggal di luar Negeri tidak membuatnya terpengaruh dengan pergaulan di sana.
"Jangan lewati ini, yang melewatinya akan.. Khek!!" Ucap Jade dengan gerakan tangan seperti memotong lehernya.
"Ya - ya.. Terserah kamu saja, aku mau brkerja, kamu tidur duluan saja." Ucap Dustin sambil terkekeh. Terdengar aneh di telinga Jade sebenarnya, seolah dia akan menunggu Dustin untuk tidur dengannya.
"Masa bodo." Ucap Jade lalu tidur membelakangi Dustin. Dustin hanya bisa menggeleng saja melihatnya.
Setelah beberapa lama berkutat dengan laptopnya, Dustin terkejut ketika tiba - tiba kaki Jade menyilang melewati guling dan berakhir di atas kaki Dustin yang sedang memangku laptop.
Jade sendiri justru memeluk guling yang dia jadikan pembatas di tengah ranjang dan posisi kepalanya berada di depan pinggang Dustin.
"Lihatlah.. Dia yang membuat peraturan, dia sendiri yang melanggarnya, ck - ck - ck." Gumam Dustin sambil menggelengkan kepalanya.
Jade kembali bergerak dan kali ini mulutnya bergumam. Dustin bisa melihat Jade menangis dalam tidurnya sambil terus memanggil ibunya.
"Mama.." Gumam Jade yang terdengar. Dustin tidak mendengar jelas apa yang Jade gumamkan, tapi yang jelas terdengar adalah Jade memanggil mama dalam gumamannya.
'Apa dia bermimpi buruk? Dia menangis.' Batin Dustin.
Tiba - tiba Dustin mengulurkan tangannya dan menepuk bahu Jade agar Jade tenang, dan benar.. Jade menjadi tenang. Dustin menutup laptopnya lalu dia letakan di nakas, dia menyelimuti Jade dengan benar lalu dia merebahkan dirinya di sisi Jade.
'Dia bisa menjadi sangat hebat, cerdas, cekatan dan kejam saat sadar, tapi dia menangis dalam tidurnya. Apa yang sudah kamu lalui, Jade?' Batin Dustin.
Tanpa sadar Dustin malah semakin memperhatikan Jade, dia menggenggam tangan Jade, lalu dia memejamkan matanya.
Keesokan harinya..
Jade bangun dan mendapati kamar itu kosong, Dustin tampaknya sudah bangun. Jade mengecek guling, dan dia menghela nafas lega karena gulingnya masih berada di tengah, dia tidak tahu saja bahwa dirinya semalam sudah melanggar peraturannya sendiri.
Tapi kemudian dia terkejut ketika melihat jam yang sudah menunjukan pukul 9 pagi, Dia sampai berkali - kali memastikan bahwa jam itu tidak salah dan kebingungan sendiri.
"Aneh.. Kenapa aku bisa tidur begitu nyenyak??" Gumamnya. Karena Jade biasanya akan terbangun karena mimpi buruk.
"Apa aku tidak bermimpi buruk?" Gumamnya lagi. Dia tidak sadar bahwa semalaman dia tidur dengan Dustin yang selalu menggenggam tangannya.
"Sudahlah, bagus kalau aku tidak lagi bermimpi buruk." Ujarnya lalu masuk kedalam kamar mandi.
Sementara Dustin, dia sedang berlari di pekarangan vila itu, nafasnya memburu dan wajahnya merah. Dia berhenti lalu menunduk memegangi lututnya sambil memejamkan mata.
"Ah sialan! Kenapa bayangannya tidak hilang - hilang." Ucapnya dengan terengah - engah.
Dustin terkejut saat bangun pagi tadi, dia bangun dengan posisi dirinya memeluk Jade dan Jade juga memeluk dirinya, mereka tidur berpelukan dan guling yang menjadi pembatas mereka entah pergi kemana. Dan saat ini Dustin sedang mencoba menetralkan dirinya dengan berolah raga, tapi malah semakin teringat saja dia dengan kejadian pagi tadi.
"Kamu brengsek, Dustin." Gumamnya lagi.
TO BE CONTINUED..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Sadiah Suharti
hihi..
2023-12-15
0