Ring.....Ring.....Ring........
Padahal ini hari libur kerjaku. Tapi handphoneku berbunyi tiada hentinya. Karena sedang asyik membaca komik, aku malas memeriksa handphoneku. Kemudian muncul hujanan nada sms yang beruntun. Kugerakkan tanganku dengan malas.
'Wah Suami. Tumben. Sudah lama sekali'ucapku dalam hati.
Dan semua sms itu memiliki isi yang sama. 'Angkat dong'
Dia ini kenapa ya? Pikirku.
Semenit kemudian, telp masuk kembali menyapa handphoneku.
"Ha....."
"Kemana sih? Lama amat!"potong orang diseberang dengan mengomel.
"Apa kabar? Kamu sehat? Baik-baik aja?"tanyaku dan mengabaikan omelannya.
"Yeeeuuu malah nanyain kabar,"logat Betawi Sundanya muncul.
Aku suka tersenyum sendiri mendengarnya.
"Enggak. Tumben banget."
"Masa nelp istri sendiri dibilang tumben,"
"Oh iya ya,"jawabku cuek.
"Kamu......kamu gak lupa saya suamimu kan?"
"Enggak kok,"
"Maaf saya bukannya mengabaikan kamu. Banyak hal yang terjadi,"lirihnya membuatku tidak enak hati.
"Hmmm, ada apa?"
"Kangen. Kangen. Saya kangen kamu,"nadanya terdengar gusar.
"Terima kasih,"jawabku singkat.
"Kok kamu gak pernah hubungi saya lagi?"tanyanya.
"Kan ada istri."
"Kamu kan istri saya juga,"
"Maaf, maksudnya, ada dia. Aku gak mau ganggu. Maaf,"aku mencoba menjelaskan perlahan-lahan dengan nada lembut.
"Bukannya kamu gak pernah bahas istri saya?"nada bicaranya jadi pelan. Mungkin dia kaget karena aku pertama kalinya menyebut istri.
"Maaf bukan begitu. Mau hubungi juga bingung. Nanti kamu dapat masalah baru,"kujelaskan lagi perlahan dengan tenang.
Sesaat kami saling diam. Suara nafas berat suamiku terdengar dengan jelas diseberang. Keheningan itu dipecahkan oleh Adnan.
"Saya juga salah. Andai saja saya bertemu kamu masih bujang. Gak akan sesulit ini. Saya nahan kangen ke kamu. Kerjaan udah banyak beda shift. Diluar susah ketemu. Kenapa saya baru dikasih ketemu kamu sekarang?"ungkapnya dengan nada lirih.
Aku merasa tidak enak hati mendengarnya. Kayaknya dia makin sering berantem sama istrinya yang disana. Aku tidak ingin dia membahas wanita itu karena aku tidak mau tahu urusannya tersebut.
"Oh iya, kamu sehatkah? Udah makan bubur ayam, nasi kuning, nasi uduk?"aku mengalihkan topik pembicaraan.
"Meledak lah perut saya,"akhirnya dia tertawa.
Ah, syukurlah!
"Kamu dirumah?"
"Iya,"
"Saya beresin yang disini. Nanti saya pulang kesana. Saya kangen banget sama kamu,"
"Iya, aku tunggu seperti biasa,"
Kemudian dia mulai bercerita ditelp dan aku tetap menjadi pendengar seperti biasanya. Ada beberapa bagian yang dia bahas tentang hal yang menurutku lucu. Dia berulang kali berkata merasa tidak enak hati sudah jarang menghubungiku atau bersamaku. Kualihkan terus topik itu kepada bisnisnya.
Dia mulai menceritakan ada suatu masalah dengan bisnisnya. Sudah setahunan lebih ini masalah yang datang silih berganti membuatnya sulit untuk istirahat. Aku yang mendengarkan semua itu hanya bisa menyemangatinya dan meyakinkannya bahwa aku tidak pernah berpikir apapun selama dia terkesan mengabaikanku. Walau sebenarnya jauh dalam hati, aku merasa dia sepenuhnya tidak terlalu jujur. Pasti ada sesuatu yang terjadi padanya hingga membuatnya bimbang. Apalagi kami telah sah menikah. Aku sudah terlanjur mencintainya. Kini aku mengembalikan semua kepada Tuhan dan juga kepada dia. Kalau mau berakhir, kupersilakan. Aku tidak mau berpikir rumit.
*****
"Nanti kalau ada waktu saya telpon lagi ya,"ucapnya.
"Iya,"
"Tunggu saya pulang kerumah kita. Saya kangen,"
"Oh iya, aku......"
Klik! Terputus. Kulihat layar telephoneku. Benar, terputus. Tapi aku tidak menghubunginya balik. Dari suasana dia nelp, sepertinya dia lagi gak diluar. Kemudian masuk sms
'Ada dia (maksudnya istri pertama).'
Aku tidak membalas pesan itu karena tidak mau mengganggunya. Aku ini santai sekali ya? Malahan tidak ada rasa cemburu atau sakit hati. Yaaaahh mau gimana lagi? Sudah pasrah dan terserah dia. Dan juga aku takut dia akan marah-marah kalau aku menolak lamarannya saat itu. Selagi Adnan tidak memanfaatkanku, mengkhianati kepercayaanku, terserah sia saja. Kulanjutkan membaca komik tanpa aku tahu bahwa besoknya dipekerjaan, terjadi hal yang membuatku menunjukkan amarahku..
*****
Besok siang shift 2 pukul 14:30.......
Sedang asyik membaca log book, aku menyadari banyak tatapan mata yang mengawasiku.
"Nanda, lo katanya ngejanjiin sesuatu sama tamu Jepang sebelum lo libur,"Bagas Bell Boy bertubuh agak gempal membuka omongan.
"Iya. Laundry. Kan udah tutup. Tapi gua rada gak percaya lo begitu,"sambung Fandi Bell Boy lainnya bertubuh kecil dan kurus.
"Si Dadik tu ngarang. Gua yakin. Lawan nya si Nanda orang kalem. Coba yang laen. Dah di gaplok!"tahu-tahu Bang Jamal si Bell Boy bertubuh jangkung sudah nimbrung aja.
Aku yang sedikit kebingungan malah fokus memberhatikan mereka bertiga. 'Kombinasi yang unik!' Pikirku.
"Nanda, kamu dituduh tuh sama si Dadik memberi janji palsu ke tamu Jepang soal laundry. Gua pribadi gak percaya. Gua yakin dia cuma cuci tangan. Manfaatin kamu libur. Nyebar fitnah. Mending ikut briefing. Selesaikan. Tamu nya ngamuk nuntut sales buat surat permintaan maaf dari kamu. Minta aja anak HK stand by bentar. Sepi ini,"jelas Mas Rustomi.
Aku terperanjat dan secara refleks setengah berteriak
"Hahh??!!"
Mendapati reaksiku seperti itu, mereka semua langsung terdiam. Karena aku hampir tidak pernah marah, wajar saja mereka kaget. Dan aku baru menyadari ada suamiku berdiri diantara mereka.
' Kenapa diam saja'?pikirku.
Ku ikuti saran Mas Rustomi dan join briefing setelah sekian lama aku skip. Semua yang disana terkejut karena tidak ada satupun sapaannya yang kujawab. Suasana briefing kali ini tidak seriuh biasanya mereka briefing.
*****
Dipertengahan briefing.....
"Tolong jelaskan ke saya laundry kemarin sebelum saya libur,"ucapku dengan nada sangat rendah menahan marah. Suaraku sampai terdengar berat.
Semua terdiam. Kutatap sinis mereka satu per satu. Minus Pak Willy dan Mas Angga. Semua hadir lengkap.
"Panggil Sales nya kesini Mba Ning,"perintahku.
Mba Ning terlihat takut lalu buru-buru menelpon Sales nya. Aku tahu itu dari cara dia memencet tombol telephone.
"Ya kamu jangan emosi. Tenang dulu. Semua orang pernah berbuat salah,"dengan muka tidak berdosa, Pak Dadik bicara seolah ini sudah diputuskan bahwa aku salah.
"Apa maksud Bapak?"kutatap ia tajam.
Pintu diketuk. Sales nya masuk. Ia wanita yang terkenal tegas bernama Ranny. Rambut yang ikal dan kulit kuning langsat. Matanya sedikit belo dan wajahnya terlihat tegas seperti wanita yang berprinsip.
"Kamu sudah tahu laundry hanya 2 shift. Mungkin kamu takut menolak. Jadi ambil keputusan sendiri,"sambung Pak Dadik yang jelas saja itu bohong.
"Sejak kapan kronologinya begitu? Anda mendadak lupa ingatan, Pak?"kutatap semakin tajam dia.
"Bukan begitu. Kamu yang sopan ya sama saya,"dia malah bicara seolah mengancam.
Aku hiraukan ancaman tidak bermutu Pak Dadik.
"Jam kerja saya sudah habis. Saya jelaskan malam itu situasinya kepada Bapak. Dan Bapak sendiri yang menjawab akan dihandle. Anak Laundry stand by tunggu Bapak. Kenapa sekarang begini?"aku masih bicara dengan nada rendah dan mengendalikan emosi.
"Gak ada anak Laundry yang stand by,"sambung Pak Dadik.
"Gak ada yang stand by? Berarti barusan Bapak mengakui bahwa kronologi yang saya katakan barusan adalah benar, dan yang Bapak sebarkan hanyalah permainan kata anda saja,"serangku.
Semua disana kuperhatikan saling bertatapan dan terkejut. Jelas dong! Si Dadik mirip tikus ini dengan bodohnya keceplosan.
"Eh bukan gitu maksud saya....."dia kelabakan mau meralat. Menyadari kebodohannya sudah terpancing.
"Nanda, tapi kamu Japanese speaker. Wajar kamu yang handle. Harusnya diskusi dulu sama Pak Dadik,"Pak Bayu malah menimpali asal-asalan.
"Pak Bayu tuli ya? Tidak dengar yang saya katakan barusan? Ok saya Japanese Speaker. Saya tahu aturan, saya jelaskan tidak bisa, tamu nya ngamuk gak mau, jam kerja saya sudah selesai, dan malam itu posisi tertinggi dia sebagai DM, lalu saya tanya bagaimana handle nya karena si tamu ngamuk apalagi dia mabuk banget, dan dia menjawab seperti yang saya sampaikan tadi. Bapak mengerti tidak sih?!"kujelaskan pelan dengan nada suara sangat kesal.
"Mabuk? Lho kata Pak Dadik gak gitu,"tutur Pak Bayu dan menoleh langsung ke Pak Dadik yang tambah gelagapan.
"Jadi apa fungsinya anda sebagai Duty Manager jika anda melimpahkan semuanya kepada saya??!!" Akhirnya kubentak dia.
Aku sudah sangat kesal. Kuamati yang lainnya sudah takut karena melihat aku pertama kalinya mengeluarkan rasa marah. Kualihkan pandanganku ke suami. Wajahnya sangat kaget dengan emosiku. Lalu, kutatap Mba Ranny sembari mendekatinya.
"Sudah dengar? Jelas kan? Intinya ini butuh orang yang mau jadi kambing hitam. Yakin orang berharga diri tinggi ini mau tanda tangan?"tanyaku.
Mba Ranny menggeleng.
"Mana sini suratnya. Saya tanda tangan. Tuhan saja yang balas. Bikin pusing!"aku mengulurkan tanganku.
"Tapi Nanda, namamu jelek,"Mba Ranny seakan mencegahku untuk tanda tangan.
"Sudahlah. Biar cepat selesai. FO sini pembohong semua membernya. Tidak! Mereka buta dan cuci tangan,"aku sudah kesal.
Kertasnya sudah kuambil paksa. Ku berikan tanda tanganku dan menyerahkan lagi ke Mba Ranny. Lalu, aku segera keluar dari ruangan itu. Begitu tiba di counter depan, staff HK yang stand by ternyata Bang Ardi.
Bang Ardi sepertinya dengar (mungkin suaraku kencang sekali ya). Karena ia menepuk bahuku. Aku berusaha menahan tangisku sampai akhirnya handphoneku mendapat sms dari Adnan, suamiku.
'Ntar malam saya jemput ya. Jangan nangis'
Entahlah... Aku memilih bekerja saja dan seharian itu tidak bicara sama sekali dengan mereka.
*****
Waktu berlalu sampai akhirnya jam kerjaku selesai. Aku sama sekali tidak menjawab sapaan Mas Angga. Kulirik tajam Pak Willy yang ternyata pengecut mendiamkan kejadian itu.
Aku bergegas untuk pulang karena tumben sekali suamiku ini menjemputku malam-malam begini. Padahal kemarin ditelp dia bilangnya sangat sibuk dan ada masalah. Tuh, bohong kan dia? Tapi, bukannya dia morning shift hari ini? Ah, sudahlah. Dia habis bisnis mungkin.
"Ayo naik,"ucap suamiku.
Aku langsung salim dan dia terkejut.
"Kenapa?"
"Enggak. Masih suka kaget kamu salim."
"Hah?"
"Maksudnya, kamu sesopan ini sama saya,"wajahnya malah terlihat sedih.
"Sudah yuk! Jalan. Udah malam,"
Aku naik motor KBR itu dan memeluknya. Adnan kembali memarkir motornya, turun sebentar, dan mencium bibirku. Karena sudah semakin malam, kuminta dia untuk bergegas. Aku sendiri sudah mengantuk.
"Kangen sama istriku ini,"bisiknya.
"Iya. Aku juga kangen kamu,"aku kembali memeluknya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments