Pertanyaan Bodoh

Gema suara Subuh membangunkanku. Aku harus bersiap-siap kerja. Dalam keadaan setengah mengantuk, kupaksakan kakiku melangkah ke kamar mandi untuk ibadah. Setelahnya, aku langsung mandi dan berpakaian ala kadarnya berangkat kerja.

Mengapa kusebut ala kadarnya? Karena aku tidak ingin menjadi sorotan, aku memilih pakaian tidak menarik dan selalu melapisi atasanku dengan jaket. Tak ketinggalan, legging hitam selalu kugunakan karena aku paling malas pakai celana jeans. Sepatu yang kupakai pun model sederhana dan standard. Disaat banyak para cewek berlomba-lomba bergaya, aku memilih terlihat seperti orang tidak tahu fashion. Sejauh ini, strategiku berhasil. Tidak pernah aku mendapat masalah dimanapun aku bekerja. Terus terang saja, aku memilih adu jotos sama cowok daripada mendengar caci maki cewek. Sangat menyeramkan.

Saat sedang menunggu angkot, handphoneku berdering. Kulihat layar dan no baru. Ragu-ragu akhirnya kuangkat.

"Siap-siap. Pasang tudung jaketnya dikepala,"suara lelaki bernada kasar diseberang mengagetkanku.

"Maaf, dengan siapa?"

"Hahaha, masa udah lupa suara saya? Dikananmu. Dah cepetan siap-siap,"klik! Telp terputus.

Aku melongo, menoleh kekanan dan....Hah?!! Jantung ini serasa melompat. Mirip cowok sial itu. Dia berhenti sebentar untuk nelpon? Dia beneran jemput? Lho, kenapa? Tunggu, tunggu. Dapat darimana dia nomorku? Beruntun pertanyaan memenuhi otakku.

Dia sampai didepanku, membukakan pijakan kaki motor dan memintaku naik.

"Ayo naik. Ntar telat. Pasang hodie kamu. Saya gak bawa helm,"dengan santainya dia bicara padaku.

Jujur saja, mukaku masam sekali melihat wajahnya yang terbungkus helm dengan mengenakan masker kain berwarna hitam. Aku naik dengan perasaan campur aduk. Semoga tidak ada yang lihat, begitulah do'aku dalam hati.

*****

Kulirik jam tanganku. Pukul 5:45 pagi. Kali ini dia membawa motornya cukup pelan. Daripada merasa kesal, lebih baik aku melihat pemandangan pagi-pagi diatas motor. Tiba-tiba dia memberhentikan motornya.

"Saya mau beli sarapan dulu ya. Lapar perut saya. Kamu mau nasi kuning?"

Aku menggeleng.

"Mau nungguin saya makan bentar?"tanyanya lagi.

Aku mengangguk.

Hei, ngapain pake tanya. Kamu pilih jalur yang tidak dilewati angkot. Kalau saya nolak nungguin, gimana mau berangkat kerja?

Dia memilih bangku dipojok kiri. Tangannya memberi isyarat padaku untuk ikut duduk disampingnya. Karena banyak orang, kuseret kakiku dan duduk disebelahnya. Mataku memilih memperhatikan Bapak Penjual Nasi Kuning yang dengan gesit melayani pembeli yang cukup ramai. Aku sama sekali tidak menyadari bahwa dia sering menatapku ketika melahap makanannya.

Aku mengetahui hal itu dari Bapak penjual setelah dia menyodorkan pecahan lima puluh ribu dan meminta tolong membayarkan makannya karena harus angkat telephone mendesak. Dia memilih berdiri agak jauh dari keramaian.

"Pak, berapa semuanya?"

"Sepuluh ribu, Mbak."

Saat menyerahkan kembalian, Bapak penjual nasi kuning menyampaikan hal yang membuatku hampir melotot.

"Mas nya merhatiin Mbak nya terus pas makan. Sayang sekali pacarnya ya,"dan Bapak itu tersenyum.

"Masa sih Pak? Oh, saya bukan pacarnya,"jawabku kaget dan buru-buru meluruskan.

"Berapa kali saya gak sengaja perhatiin pas mau ngasih air. Mas nya liatin Mbak terus. Saya kira pacar. Ya kalau bukan, si Mas nya naksir si Mbak itu,"ujarnya sambil tersenyum.

Aku langsung bereaksi dengan melambaikan kedua tanganku dan menggeleng beberapa kali. Tiba-tiba dari belakang bahuku ditepuk pelan.

"Hayu lanjut!"dia sudah berdiri saja dibelakangku.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Penjual Nasi Kuning dan melanjutkan perjalanan. Tak lupa uang kembaliannya kuserahkan sebelum menaiki motornya. Dia memacu motornya cukup kencang. Meliuk-liuk menghindari lubang dijalan. Aku dengan sigap berpegangan pada besi diujung jok motor (entah disebut apa itu).

Dia membuka kaca helm nya lagi.

"Kok gak mau makan bareng saya tadi?"

"Gak terbiasa sarapan. Bahkan hampir gak pernah sarapan."

"Gitu? Terima kasih kamu mau nungguin saya makan."

"Iya,"responku singkat.

"Ntar pulang kerja mau kemana?"

"Kosan"

"Gak main?"

"Gak ngerti"

"Maksudnya gak mau pergi jalan, refreshing atau gimana. Cewek biasanya begitu."

"Saya gak begitu."

"Kamu cewek kan?"dia bertanya sangat tidak penting.

"Bukan. Saya Iblis,"jawabku ketus.

Dia tertawa terbahak-bahak.

"Saya gak salah rupanya,"ungkapnya membuatku menaikkan alis.

"Salah. Kamu udah salah ngajak saya bareng kamu naik motor begini,"sambungku masih dengan nada ketus.

Dia masih saja tertawa. "Kata siapa? Orang saya seneng bareng kamu,"timpalnya membuatku terdiam.

Dalam hati aku menyambung, kumohon, jangan sampai ada cinta-cintaan. Aku hanya ingin bekerja. Semoga ini hanya pemikiran tak berdasar saja.

*****

Akhirnya sampai juga dibasement hotel. Ia menurunkanku didepan finger print karyawan yang terletak dipos security. Dari awal pos depan sampai aku turun, semua orang terkejut dan memberi senyum penuh makna. Entah apa maksud mereka bersikap demikian.

Aku memilih cuek, turun dengan sigap dan tak lupa mengucapkan terima kasih. Buru-buru aku absen dan melangkah masuk ke Female Locker Room. Sudah pukul 6:15 pagi. Aku ingin segera sampai di Front Desk Counter agar pikiranku dipenuhi oleh pekerjaan dan melupakan si cowok yang dipanggil Irwansyah oleh cewek-cewek FO. Sebetulnya aku ingin bertanya siapa namanya. Namun ku urungkan niatku karena tidak ingin terkesan bahwa aku tidak keberatan akrab dengannya.

*****

Waktu bergulir dengan cepat. Kegiatanku masih seperti biasa. Namun kali ini untuk pertama kalinya aku mengerjakan tugasku selayaknya GRO. Aku diminta escort VIP Jepang yang akan long stay selama 6 bulan di Hotel Yuki. Takeda san tadi pagi memintaku menemani VIP tersebut yang akan datang sekitar jam 10:30 pagi. Aku begitu senang karena bisa kabur sebentar dari cowok sialan itu.

Hari ini partner kerjaku selain Kak Messy adalah Zeyna. Nah, silakan Zeyna! Lancarkan serangan mautmu. Gelendotanlah sepuasmu sama si Irwansyah itu. Dan Zeyna pun tampak begitu senang bisa berdua saja dengan cowok itu. Apalagi Guest Check Out List yang kutinggalkan untuknya hanya tersisa satu kamar saja. Saat aku akan menunjukkan hal terakhir kepada VIP Jepang tersebut sebelum akhirnya turun ke Lobby, aku dibuat kaget setengah mati begitu masuk kedalam Japanese Bath. Cowok itu berdiri dicounter Japanese Bath.

"Sumimasen Honda san, shosho omachi kudasai,"(6) ucapku sembari membungkukkan badan dan Sang VIP mengangguk.

"Kenapa kamu disini? Concierge ditinggalin?"

"Digantiin Bang Ardi House Keeping. Saya mau bantuin kamu perkenalkan Japanese Bath,"jawabnya santai.

"Terima kasih tapi gak perlu. Saya gak mau merepotkan,"kurespon judes.

"Judes amat. Hahaha. Gimana kalau saya sebenernya pengen nemenin kamu disini?"selorohnya.

Aku memilih diam. Berdebat adalah hal yang paling utama ingin kuhindari.

"Ya udahlah. Terserah kamu,"aku menyerah.

Si Irwansyah ini kulihat bersemangat menjelaskan Japanese Bath dengan Bahasa Inggris mix Bahasa Tubuh. Disini tidak disebut Ofuro karena konsepnya lebih modern. Begitulah penjelasan Takeda san awal mula aku bergabung dihotel ini. Kuperhatikan VIP Jepang itu banyak tertawa bicara dengannya.

*****

Entah bagaimana cerita, aku sedikit lupa, kami jadi berbarengan turun ke Lobby. Sebelum keluar lift, aku mengingatkan dia untuk mengecek oshibori dan dia pun mengangguk. Lega sekali. Aku tidak mau Zeyna tahu bahwa si Irwansyah meninggalkan dia untuk mengejarku Showing bersama VIP Jepang.

Kemudian aku memberi tahu Tanaka san bahwa sudah selesai dan kami bersama-sama melepas kepergian calon VIP Guest itu. Takeda san mengucapkan terima kasih kepadaku dan kembali keruangannya. Kulihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 11:50. Sebentar lagi waktu istirahat.

"Zeyna, silakan kamu istirahat. Ingat ya, udah sepakat sejam. Nanti gantian jaga ya selama saya istirahat sejam juga,"ujarku mempersilakan Zeyna turun ke kantin.

Zeyna berjalan cepat menghampiriku.

"Kak Nanda kok bisa bareng Barbie tadi pagi berangkat kerja?"

"Hah? Barbie?"aku memasang wajah keheranan.

"Itu Mas Irwansyah. Barengan berangkat kerja pagi ini?"tanyanya lagi.

Huft! Untung saja si Irwansyah menuruti saranku mengecek oshibori. Zeyna bisa cemburu kalau tahu dia mengejarku yang sedang showing.

"Enggak. Kamu tahu jarak pemberhentian angkot ke hotel lumayan jauh kan? Sekitar 7 menit jalan. Tadi saya pas turun angkot, lagi jalan, dia berhentiin motornya. Katanya naik aja daripada jalan. Saya gak enak menolaknya. Udah nawarin kayak gitu. Ya udah, naik,"jelasku panjang lebar dan berhati-hati.

"Iihh enak banget Kak Nanda ditawarin langsung naik motornya. Diajakin duluan,"Zeyna merespon diluar dugaanku.

"Lho, kenapa Zeyna?"tanyaku

"Disini cewek-cewek duluan minta pulang bareng dia. Dia mau sih nganterin. Tapi itu juga galak responnya. Berhubung ganteng, kita-kita maklum. Siapa sih yang gak mau boncengan sama orang ganteng? Tapi Kak Nina malah ditawari duluan. Enak banget Kak Nanda,"cerocos Zeyna dengan raut wajah kecewa. Aku jadi merasa tidak enak hati.

"Ya maaf ya kalau itu mengganggu kamu Zeyna,"ujarku pelan.

Zeyna buru-buru meralat.

"Bukan gitu Kak Nina. Aku hanya mikir kelebihan Kak Nina apa sampai dia ngajakin Kak Nynd duluan. Aku kan cantik, sexy, modis, langsing. Kak Nina kan, maaf ya, biasa aja. Gak modis lagi,"Zeyna lagi-lagi memberikan jawaban yang ingin sekali rasanya aku mentertawainya.

"Ya kalau gitu, kamu gak perlu khawatir sama saya,"tutupku sambil tersenyum dan berlalu menuju laci kabinet tempat list check in.

Aku kembali memasang senyum dan mengecek kembali persiapan Vacant Room Ready (kamar bersih dan bisa dijual) dilayar komputer. Tampaknya Zeyna tidak bisa menjawab lagi. Sebetulnya dalam kepalaku berkali-kali mengatakan "Pertanyaan yang sangat bodoh dan absurd".

Yaaa sudahlah. Untungnya aku bisa lolos dengan jawaban-jawaban pamungkas meski ada kebohongan yang kuselipkan. Bagaimana kalau Zeyna tahu cowok yang dipujanya sengaja menungguku pagi tadi? Bisa panjang wawancara tidak jelas tadi. Ku ingatkan Zeyna untuk break dan makan siang. Disaat yang bersamaan, si cowok sialan itu muncul.

"Kamu gak istirahat?"

"Gantian. Zeyna dulu,"jawabku dan pura-pura sibuk mengecek Vacant Room Ready.

"Makan bareng yuk! Gw nungguin lu dari tadi,"dan Zeyna mulai glendotan ke tangan cowok itu.

"Apaan sih lu kebiasaan gandeng tangan gua mulu,"responnya ketus dan menepis tangan Zeyna. Gerakannya kasar sekali.

Aku memilih tidak menoleh dan pura-pura tidak mendengar.

"Suka gitu lu ke gw. Jangan galak gitu napa. Yuk makan bareng. Gw laper,"Zeyna seenaknya menyeret tangan cowok itu.

Adnan kembali melepasnya dengan kasar.

"Jangan pegang-pegang!"semprotnya dan melangkah ke kantin.

Sebelum turun kebawah, si Irwansyah ini sempat mencolek bahuku dan berbisik "Pulang bareng saya lagi ya," sebelum akhirnya dia melepaskan tangan Zeyna dan menghilang dibalik pintu belakang Front Desk Counter.

Aku menghela nafas lega. Badai Gosip disini bahaya juga ternyata ya. Apakah si Irwansyah ini cowok populer? Jika benar, aku harus menghindarinya sebisa mungkin. Aku hanya ingin bekerja dengan tenang. Bukan cari cowok. Begitulah jeritan hatiku.

Kupikir pertanyaan Zeyna menjelang jam makan siang sudah terhenti. Rupanya saat akan pertukaran shift, Trihas, Lanny, Alita (Operator), dan Pak Bayu juga mencecarku pertanyaan yang sama. Pertanyaan-pertanyaan tidak bermanfaat kembali berlangsung. Kulihat si cowok menonton dengan sangat santai dan dia sama sekali tidak membantuku. Dia menikmati interogasi yang dilayangkan kepadaku. Malahan, dia tersenyum jahil.

Aku memberikan jawaban sama hal nya dengan yang ku jelaskan pada Zeyna.

"Emang kenapa sih Nanda diajakin duluan untuk bareng?"celetok Noni, rekan shift Mba Ning.

"Tahu tuh. Yang ditanya tuh jangan si Nanda tapi yang cowok,"timpal Kak Messy.

"Heboh amat lu pada,"sambung Kak Dicky.

"Yang cowok santai cengar cengir tuh,"balas Pak Bayu sambil menunjuk si cowok yang tengah berdiri menulis log book. Dia hanya tertawa saja.

"Ini Pak Bayu malah menggosip,"omel Kak Dicky.

"Kak Nanda emang gak menarik tapi type cewek-cewek idaman cowok. Kalem, lembut, ngomong halus, sopan, pendiam, sabar. Biarpun kita-kita semua jauh cantiknya diatas Kak Nanda, dengan sifat begitu udah bisa dibilang manis. Idaman cowok-cowok,"Alita menjelaskan panjang lebar.

"Jujur aja lu kalah saing,"timpal Mba Ning terkekeh.

Dan si cowok itu tertawa lagi. Terlihat jelas dia sangat menikmati.

Saat mereka sedang sibuk dengan analisa sangat amat tidak penting itu, aku mengingatkan mereka untuk segera briefing karena aku ingin pulang. Sebelum mereka bubar, Lanny setengah berteriak berkata padaku.

"Nandaaaaa....jangan tiba-tiba berubah jadi cantik!".

Spontan para lelaki yang mendengar ucapan tersebut tertawa terpingkal-pingkal. Aku menarik bibirku tersenyum dan berusaha menahan tawaku untuk menghargai Lanny. Kegaduhan dan wawancara konyol ini akhirnya berakhir.

Kuputuskan untuk mengajak bicara si Irwansyah sore ini setelah pulang kerja. Aku harus mengatakan kepadanya bahwa aku ingin bekerja dengan damai dan jauh dari sorotan orang-orang, terutama para cewek. Aku pun juga ingin bertanya kenapa dia tidak membantuku meluruskan sedari tadi. Seolah dia menikmati kegaduhan konyol tersebut.

Awas saja kamu ya.....!!

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!