Hari yang cukup melelahkan. Lobby begitu ramai dengan tamu datang dan pergi. Aku begitu sibuk hari ini, bahkan waktu istirahat hanya kupakai selonjoran. Sesekali dia menghampiriku dan membisikkan kata semangat. Atau melempar candaan seolah ingin mengambil penatku. Menit-menit akhir pergantian shift, Zeyna menghampiriku dengan wajah cemberut.
"Kak, Kak Nansa, beneran minggu kemarin pulang bareng Barbie?"
Aku terkejut, dan berusaha kendalikan diriku. 'Kok dia bisa tahu?' Pikirku.
"Ada yang bilang shift 2 Kak Nanda pulang bareng Barbie. Ditungguin. Diajakin bareng ya? Ih enak banget sih!"Zeyna setengah merengek lalu dia menoleh kesamping.
"Eh Adnan, giliran gw aja lu gak mau anterin shift 2. Curang lu !!"serangnya.
Aku sungguh heran mendengar ucapannya. Dan juga sedikit tersenyum karen menahan tawa. Aduh lucu banget! Kok dia bisa mengucapkan itu ya?? Kulihat Adnan membalas dengan wajah kesal. Adnan sempat melirikku dan semakin cemberut karena melihatku menahan tawa.
"Terserah gw lah mau naikin siapa. Motor gw yang punya!"balasnya kesal.
Zeyna sempat ciut, tapi langsung nge-gas.
"Ya emang apa hebatnya sih Kak Nanda?"
"Nih! Coba lu lihat! Make up sederhana, pakaian kebesaran, malah pakai stocking bikin gak sexy, rambut juga segala dirapiin begini, badan tinggi gede, alis tebal gak dicukur, tangan buluan, mungkin betisnya juga gak mulus banyak buluan kayak tangannya, gak terlalu gaul, gak modis, pendiem, masa lu tertarik sama yang begini?"dia mencerocos layaknya kereta api yang rem nya sudah blong.
Aku melongo, dan ingin sekali rasanya tertawa. Tanpa sadar Zeyna sedang mengataiku. Bahaya kan cewek? Sudahlah tukang labrak, baperan, cemburuan buta, mood gak jelas. Mangkanya aku menghindari berteman sama cewek. Aku yang cewek saja gak mau berteman sama cewek. Kupandang Adnan dengan dan berusaha telepati dengan mengatakan
'Tuh rumit kaann.....gak percaya sih?'
Muka Adnan langsung merah setelah mendengar ocehan Zeyna. Karena kulitnya putih bersih (beda denganku yang standard alias tidak sawo matang dan tidak juga kuning langsat), jadi terlihat jelas dia menahan marah.
"Lu gak ada otaknya!! Ngatain fisik orang semau lu!!!"bentaknya cukup keras.
Haahh...untung saja Lobby sedang sepi. Adegan sinetron ini tidak ada yang menonton. Kulihat Zeyna menciut. Suara Adnan sehari-hari saja sudah keras. Ini ditambah dia sedang menahan marah. Tersadar Zeyna udah kelepasan, dia menatapku kebingungan dan juga takut. Aku melempar senyum. Ya, aku tahu sejak wawancara tidak berguna berbulan lalu, mereka banyak bermuka dua didepanku. Padahal aslinya begitu kesal dan cemburu gak karuan karena Adnan banyak menolak mengantar mereka pulang semenjak aku bekerja disini. Tapi itu kan bukan salahku. Aku tidak pernah memintanya bersikap begitu. Bahkan aku tidak peduli dia mau gimana-gimana sama para cewek.
"Kak, aku gak bermaksud ngerendahin. Aku gak sadar. Soalnya kesel. Aku kan lebih cantik dari Kak Nina,"Zeyna minta maaf tapi juga masih kepedean. Sulit sekali menahan senyum dan tawa. Permintaan maaf lain dari yang lain.
Kulirik lagi Adnan, dia geleng-geleng dan dengan cueknya menulis log book.
"Iya benar, kamu cantik. Ngomong-ngomong, siapa yang kasih tahu kamu?"tanyaku lembut.
"Aku lihat pas main. Bosen dikosan. Adnan nyamperin Kak Nanda malam itu. Aku, Trihas, Lanny, Alita, mana pernah disamperin begitu. Kalau dia nganterin kita-kita, pasti diomelin 'Jauhan duduk lu, jauhan'. Gitu. Tapi Kak Nanda malah boleh duduk deket. Terus gak dimarahin,"Zeyna menjawab sekaligus menjelaskan adegan yang dia tonton.
Duuuhh...begitu sulit menahan senyum dan tawa. Jadi dia protes karena dia posisi ngejar sementara aku dikejar? Waahh seram ya. Bahaya kan cewek kalau cemburu? Baru saja aku mau jawab, tiba-tiba Kak Dicky muncul.
"Eh sipit triplek, mau syuting sana ke padang rumput!"
Kami semua terkejut dengan kedatangannya. Kak Dicky lalu menghampiri Adnan.
"Jangan emosi. Kayak gak tahu aja lu Zeyna sama yang lainnya segila apa,"ujarnya menepuk bahu Adnan.
Zeyna cemberut, dan protes "Apaan sih Kak Dicky. Nyamber aja!"
"Lu yang nyamber gak jelas. Gw dibelakang daritadi dengerin gak tahan. Ngurusin orang aja lu!"omel Kak Dicky.
Akhirnya Adnan tertawa. Tapi tawanya berbeda dengan yang biasa ditunjukkan kepadaku.
"Maaf ya Zeyna, saya......"
"Itu gw yang nyuruh Nanda pulang bareng Adnan,"potong Kak Dicky.
"Si Adnan itu nawarin karena malam itu Bang Ardi pulang duluan diare, dan cewek cuma tinggal si Nina doang. Lainnya kan pada ngekos atau bawa motor. Itu juga lama si Nanda mikir. Kalau gak gw dan Adnan yang maksa, mana mau si Nanda. Dia mah gak kayak lu pada yang kegatelan,"Kak Dicky menjelaskan dan menepuk pelan kepala Zeyna dengan punggung tangannya.
Aku mendengarkan dalam diam. Ngomong-ngomong, Bang Ardi yang dimaksud adalah Driver Hotel. Tanpa kusadari, Adnan sudah berdiri disebelahku. Digenggamnya ujung jariku dan tersenyum. Seolah memanfaatkan situasi saat Kak Dicky mengomeli Zeyna. Kemudian datanglah Trihas, Lanny dan Alita kedepan. Berhubung mereka bertiga kepo, Kak Dicky menjelaskan situasinya. Mereka bertiga menatapku dengan perasaan yaahh...mungkin tidak enak hati.
"Lagian lu sipit. Jujur amat,"ucap Trihas disambut pelototan oleh Lanny dan Kak Dicky.
"Eh Junet, lu lebih bego dari Sipit Triplek ini,"Kak Dicky mengomeli lagi.
"Tapi kan memang jujur lebih baik. Eh maaf Nanda, jangan tersinggung. Tapi emang begitu kamu kok,"timpal Lanny dengan polosnya.
"Iya!! Kita berempat jauh lebih cantik dari Kak Nanda. Si Adnan Barbie kalau tahu suka cewek tinggi, kita-kita minum obat peninggi badan,"Alita menambahkan dengan pede.
Kepalaku langsung sakit. Bukannya tersinggung, aku sudah tidak tahan ingin tertawa. Sayangnya reaksiku berbeda jauh dengan Adnan. Mukanya terlihat seram. Aku sendiri juga takut.
"Lancang amat mulut lu semua ngehina orang. Kagak ngotak. Bangke!!! dia membanting Log Book dan membuka pintu belakang dengan penuh emosi.
Semua terdiam. Wajah empat cewek itu takut. Kak Dicky yang pasrah, melirikku. Aku juga sama. Pasrah. Dia udah emosi banget. Lebih baik biarkan adem. Sementara itu, anehnya, empat sekawan masih sempat melanjutkan protes mereka.
Dan akhirnya kerumunan ini dibubarkan oleh Pak Bayu karena meminta mereka semua cepat briefing. Aku menghela nafas lega. Haahh!! Hanya dapat ketenangan kerja selama 6 bulan. Gimana ya besok-besok?
*****
Selesai mereka briefing, aku melanjutkan overhandle kepada Kak Dicky (tentu saja, karena briefingnya curcol dan sudah bisa dipastikan membicarakan topik tadi). Sempat terpikir olehku saat stand by didepan tentang bagaimana reaksi Adnan didalam kalau otu dibicarakan. Seolah tidak peduli dengan protes empat sekawan tadi, dia memanggilku didepan pintu.
"Ayo bareng,"dan disambut tatapan heran dari para lelaki serta pelototan dari para cewek.
Aku yang tidak mau terseret situasi itu memutuskan untuk menolaknya.
"Ah itu, makasih sebelumnya. Naik angkot aja."
"Udah cepetan bareng! Saya tunggu dibawah!"nada bicara keras dan kesal.
Menyadari Adnan masih emosi, aku terdiam. Aahh pasrah deh. Pusing banget rasanya menghadapi situasi ini.
"Udah Nanda, mungkin dia mau ngomong sama lo. Gak ada lagi yang mau disampaikan?"tanya Kak Dicky.
Aku menggeleng.
"Hush hush lu pada. Sana balik kerja,"Kak Dicky mengusir para cewek.
Aku pamit dan berjalan lemas turun menuju locker.
*****
Sepanjang jalan, Adnan hanya diam. Dia memacu motornya sangat kencang. Aku sedikit takut tapi aku tetap memeluknya. Nanti kalau gak dipeluk, marah lagi. Dan benar saja, saat dia mengajakku makan nasi goreng, dia bersungut-sungut dengan kesal. Aku hanya diam saja mendengarkannya. Karena marahnya masih belum reda, kuberanikan diri menyentuh tangannya.
"Sudah dong! Kemarin-kemarin promosi diri bilang orang yang sabar,"aku mencoba menggodanya.
Dia menoleh kearahku. Menatapku lekat-lekat.
"Pengen cium,"celetuknya.
"Tempat umum,"ceplosku.
"Oh jadi kalau sepi, boleh dong!"giliran dia menggodaku.
Aku menatapnya sebal. Syukurlah dia sudah tertawa lagi. Ya, nada tawa yang berbeda sekali dengan yang tadi siang kulihat.
"Habis lembut banget kalo udah ngomong,"
"Bohong aja ni orang,"
"Serius. Denger kamu ngomong itu saya suka keinget kebersamaan kita,"serangnya membuatku malu.'
*****
Sambil makan, dia menceritakan briefing tadi seperti situasi empat sekawan mengataiku. Dia begitu kesal, terlebih Pak Bayu ikut campur. Membuatnya begitu marah siang tadi. Apalagi Pak Bayu kelepasan menyinggung statusnya yang sudah beristri. Aku cukup terkejut mendengarnya.
Adnan kemudian meminta maaf padaku, dan memintaku bersiap jika ada hal yang tidak terduga terjadi. Aku mengangguk. Sejujurnya aku juga takut tapi selagi aku bisa tenang, aku yakin akan baik-baik saja. Meskipun hatiku merasa, aku kemungkinan akan menjadi sasaran para cewek itu. Untuk sekarang kutepis semua dan memilih menghibur Adnan.
Kami segera menghabiskan nasi goreng itu dan melanjutkan perjalanan. Arah pulang yang berbeda dari biasanya, membuatku langsung bertanya.
"Kamu nyasar?"
"Enggak."
"Ini mau kemana?"
"Rumah saya."
"Haahh?? Lho kan ada dia,"aku mengingatkan.
"Rumah pribadi. Istri gak tahu,"
"Kamu istirahat aja dulu disana,"
"Ah, bilang aja minta,"
"Minta apa nih?"godanya nakal.
"Ya begitu. Jangan pura-pura,"
"Hahaha! Apa kita nikah secepatnya aja. Saya masih cari Uztadnya buat penghulu."
"Kamu kok tiba-tiba banget!"
"Gak mau nikah sama saya?"
"Hmm ma-mau,"
"Ya udah. Bobo yuk dirumah saya,"
"Istirahat maksudnya?"
"Selingan,"jawabnya santai
Adnan melajukan motornya semakin cepat agar cepat sampai. Sepanjang jalan, berulang kali ia meminta maaf dan mengucapkan terima kasih dengan caraku menyikapi kejadian tadi dengan tenang.
*****
Aku tiba disebuah daerah asing dan memasuki rumah bertingkat itu. Rumah yang cukup luas untuk orang yang tinggal sendirian saja. Adnan mengeluarkan buah mangga dan memotongkannya untukku.
"Rumah seluas ini, kamu yang huni?"
"Iya. Malas pulang kerumah. Selain jauh, suasana disana......."ia menjadi ragu untuk melanjutkan kalimatnya.
"Hmm pasti capek bersihinnya,"kualihkan saja pembicaraan.
"Nih, diambil,"ia memintaku mengambil piring potongan buah mangga tersebut.
Baru saja berdiri didepannya dan mengunyah satu potong Mangga, Adnan langsung mengecup bibirku. Ciuman yang lembut dan penuh gairah. Pelan-pelan ia menuntunku ke kamar dan merebahkanku diatas kasur.
"Nikah yuk! Nanti saya cari penghulu, saksi dan lain-lain. Orangtuamu jauh. Diwaliin aja nanti,"
"Lepasin dulu bibirnya kalau mau ngomong,"
"Gak mau. Enak!"
"Hhmmppp!!"
Adnan menciumiku dengan liar, dan menaikkan gaunku keatas lalu menarik tonjolan didadaku. Diaduk-aduknya sembari menghisapnya dengan kuat. Adnan menurunkan celananya dan berbisik "Mau dimasukin gak?"
"Iya. Mau,"
Sore yang sungguh luar biasa. Adnan melepaskan pakaianku dan memintaku menyentuh miliknya. Adnan kembali menciumi bibirku dan menindihku dengan penuh nafsu.
Sayangnya, Tuhan berencana lain. Situasi siang tadi adalah awal mula dari berbagai serangan muncul yang ditujukan kepadaku..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments