Sudah seminggu berlalu sejak kejadian laundry itu. Aku yang sudah bisa bersikap biasa saja, terkadang tidak sengaja melihat mereka yang melihatku dengan rasa takut. Aku terus dengan prinsipku bekerja dan tidak menjalin hubungan pertemanan. Beberapa staff FB dan HK bertanya kenapa aku tidak ke locker lagi. Kujawab saja sudah touch up dari kosan. Mana mungkin aku menceritakan insiden pembullyan itu?
Tiba-tiba aku teringat dengan suamiku diterakhir kali bertemu. Aku baru sadar dia belum menghubungiku lagi. Dipekerjaan, kami bertemu hanya 5-10 menit saja saat pergantian shift. Sebetulnya aku merasa alasannya kurang begitu masuk akal bahwa dia tidak membelaku karena status beristri seolah tidak mau aku ataupun dia mendapat gosip buruk. Hatiku berkata. ia malu jika ada yang tahu perasaannya. Apalagi kalau ada yang tahu kami sudah menikah, dan dialah yang mengejarku. Sudah jelas sih! Orang yang selama ini dikejar cewek, malah berbalik mengejar cewek. Meskipun sifatnya semakin jelas bahwa dia suka hilang tidak jelas dan seenaknya, aku tidak menyimpan dendam ataupun membencinya. Aku tulus mencintai suamiku. Kalau dia ingin menjauh, ya sudah. Aku gak mau ambil pusing.
Sedang asyik menyusun lembaran guest check out bill, Bang Ardi Housekeeping menghampiriku.
"Nanda, lo selalu sendirian sih?"
"Tolong tanyakan pertanyaan yang lebih berbobot."
"Buseettt judes amat! Ramahnya sama si Adnan doang nih!"
"Sok tahu nih Bang Ardi,"jawabku sembari menstaples lembaran-lembaran.
"Soal laundry kemarin. Kita dari HK ngedukung lo kok! Sales gua denger juga gitu. Lo yang awal masuk diremehin, pada tahu kredibilitas lo sejak berani gituin si Dadik. Tu orang dari Pre-Opening terkenal belagu,"cerocos Bang Ardi.
"Oh gitu. Makasih,"jawabku singkat.
"Bisa panjangan dikit gak?"Protes Bang Ardi.
"Gak ada SOP nya harus jawab panjang,"
Melihat Bang Ardi bersungut-sungut, aku tersenyum geli.
"Kemarin gua lihat ada cewek kecil rambut merah interview. Buat FO kayaknya. Lawan Zeyna."
"Partner mungkin?"
"Lawan kalo kata gua mah. Anak e gimana yak kesan gua. Kagak enak."
"Jangan su'udzon."
"Lo tuh karena selalu positif, makanya digituin si Dadik kan?"
"Laporin nih ke Manager HK, pasal pelecehan,"sambungku semakin asal.
Sebetulnya aku bicara aneh begitu karena ingin melihat reaksi Bang Ardi. Lucu banget sih!
"Eee buset. Boncengin lo aja kagak pernah. Pelecehan apaan."
"Gak ada kaitannya sama boncengan."
"Si Adnan gua perhatiin makin sadis mukanya sejak beda shift mulu sama lo. Kangen lo kali."
"Lebih wajar kangen istri."
"Ah, gak bahagia kali. Kalo dia ngomongin bininya, pada ngerasa aneh kita-kita dengernya. Keliatan banget dibuat-buat. Cuma gak enak ngomongnya. Jadinya kita-kita terpaksa dengerin dan iya iya doang! Keliatan jaga imagenya. Ampe bohong begitu. Kita-kita ini cowok. Jelas ngerti,"cerocos Bang Ardi panjang lebar.
Sesaat aku terdiam mendengar ucapan Bang Ardi. Sebenarnya aku kadang merasa begitu sih! Tapi suamiku ini penuh rahasia. Aku yang sudah jadi istrinya pun, dia tidak pernah menceritakan keluarga ataupun dirinya. Aku ingin bertanya juga sudah takut.
"Tidak terima gosip,"jawabku cuek.
"Ah elah, lo mah gitu Nanda. Ya udah, ntar gua kesini lagi. Cek PA (Public Area) dulu,"Bang Ardi pun berlalu.
Sebetulnya aku merasa gak enak mendengarkan tentang Adnan dan Istrinya. Banyak beberapa anak HK yang suka ajak aku bicara saat sendirian, menyampaikan kejanggalan mereka tentang cara Adnan membanggakan istrinya. Terkesan dibuat-buat dan terlihat jelas mengarang. Karena banyak hal yang tidak sesuai jika dicocokkan dengan logika ataupun hati. Hanya saja, mereka segan kepada Adnan yang berstatus orang kaya gabut. Makanya memilih diam. Sejujurnya aku pun merasakan hal yang sama juga, tapi aku memilih mengabaikan semua itu karena Adnan terlihat jelas berusaha menutup rapat semua itu hanya kepadaku.
'Eh iya. Anak baru? Waahh ada tontonan seru nih di FO kalau dia seperti deskripsi Bang Ardi' ucapku dalam hati.
*****
Aku semakin bersemangat merapikan lembaran-lembaran didepanku. Kulirik jam, sudah pukul 14:30. Sebentar lagi jam 3 sore. Yes! Aku mau cepat pulang!
Saking asyiknya, aku tidak menyadari sudah ada orang dibelakangku.
"Padahal saya udah wangi begini karena udah lama gak ketemu kamu, malah gak nengok."
Suara yang sangat kukenal dan sudah lama tak terdengar. Terasa badannya sedikit menempel kepunggungku. Aku menoleh. Ah, benar. Dia rupanya. Suamiku Adnan.
"Maaf Adnan. Aku gak tahu,"
"Lama gak ketemu,"sapanya.
"Iya. Syukurlah kamu baik-baik aja,"
"Saya sulit hubungi kamu. Banyak kerjaan,"
"Oohh...,"jawabku datar.
Sulit? Tidak mungkin. Aku tidak terlalu penting baginya. Maka dari itu, dia bilang sulit. Aahh sudahlah! Berhenti berpikir buruk.
"Adnan, bisa tolong mundur sedikit? Badan kamu terlalu dekat,"
"Takut dipeluk?"
"Ini dikerjaan lho!"
"Suami minta peluk malah gak dipeluk,"
"Bu-bukan gitu. Ini dikerjaan. Ada cctv,"
"Iya deh iyaaa..,"
"Tuh cctv,"tunjukku.
"Jutek amat sih!"ucapnya dan mulai sedikit mundur dari belakangku.
Kenapa ya....aku melihat suamiku sendiri sekarang jadi biasa saja? Mungkinkah karena aku sudah tidak bisa lagi mentoleransi ketidakjujurannya?
"Maaf ya,"kupaksa untuk tersenyum.
Aku tahu ia mulai bingung dengan reaksiku yang biasa saja. Ketika ia ingin bicara lagi, personal lainnya datang. Suamiku ini dengan terpaksa meninggalkanku karena Bagas memanggilnya. Mereka semuanya bersiap briefing seperti biasa. Kuperhatikan Zeyna, Lanny, Trihas dan Alita masih saja sedikit takut memandangku. Aku hanya melempar senyum kepada mereka. Sejujurnya aku tidak peduli. Aku hanya ingin bekerja. Hidupku sangat keras dibandingkan mereka, begitulah pikirku.
*****
Tidak terasa, briefing tidak bermanfaat itu akhirnya berlalu, dan aku juga sudah selesai ganti pakaian diruangan Laundry. Hari ini ada Pak Tono diruangan. Setelah berbincang sebentar, aku berjalan menuju tempat pemberhentian angkot untuk pulang ke kosan. Baru beberapa langkah, ada sms masuk dari Adnan.
'Saya tunggu kamu dibawah tangga pintu yang mau ke basement. Datang ya,'
Ada apa ya? Mungkinkah dia sadar aku tidak pamit (salim) pulang kepadanya hari ini?
Sore itu suasana sangat sepi di basement. Tidak seperti biasanya ada yang ngobrol dan ngopi depan pos security. Ku buka pintu besi yang lumayan berat dan masuk. Lalu ada yang menarik tanganku. Wah, Adnan. Ada apa nih?
"Kaget,"responku singkat.
"Ssttt...ntar kedengeran keatas,"
Kupandangi ia sejenak. Aku baru sadar dia beralis tipis. Rambutnya lurus, hitam, tebal dan ada wangi pomade. Waahh kemana saja aku selama ini ya?
"Saya kangen kamu. Kamu gimana?"
"Iya kangen juga,"
"Kok biasa aja sih?"Adnan protes.
"Benar kok! Aku kangen,"kuberikan saja jawaban yang membuat dia senang.
Tiba-tiba saja, suamiku ini nekat mencium bibirku. Aduh, ciuman dia yang begitu bernafsu. Lidahku sampai ditarik. Aku sedikit sesak. Dia terus menerus menciumiku. Kucegah dia saat hendak membuka kancing atas bajunya.
"Lagi kerja lho,"bisikku.
"Saya kangen banget sama kamu,"
"Oohh...iya,"aku memaksa senyum.
"Kamu tadi kenapa gak balas ciuman saya?"
"Ah, maaf. Soalnya aku kaget,"
"Apa kamu udah bosen sama saya? Atau saya ada salah apa?"tanyanya pelan.
"Gak ada. Cuma kaget aja kok! Beneran,"kutepis sekedarnya saja.
Mana mungkin aku bilang bahwa aku sudah lama merasa janggal dengan sikapnya. Pasti dia tersinggung.
"Kalau gitu, ciumin saya dong. Saya gak bisa lama-lama juga ngilang dari lobby,"pintanya yang sudah menempelkan bibirnya pada bibirku.
Kali ini, aku terpaksa melakukannya demi suamiku sendiri. Beda dengan dulu, kulakukan karena aku sadar aku mencintainya. Mungkinkah cintaku hambar? Entahlah! Aku tidak ingin berdialog dengan hatiku.
Sambil berciuman dengan gerakan lembut, kusentuh dada Adnan, pipinya, dan benda miliknya yang menggantung. Adnan sampai membuka lebar matanya karena kelakuan isengku. Ia semakin menarik kencang bibirku dan memainkan lidahnya. Setelah agak cukup lama kami berciuman, kutepuk dadanya pelan agar ia menyudahinya.
"Udahan ya. Bahaya,"
"Yaahh, saya gak liat kamu selama saya kerja,"
"Dasar suami manja,"
Adnan mencubit pipiku. Lalu aku pamit dan akhirnya salim dengannya.
"Ntar kalau saya nelp, angkat ya. Atau kalau sms, balas ya,"ujarnya.
Aku mengangguk dan bergegas pulang. Aku sampai setengah berlari dan sama sekali tidak menoleh lagi kebelakang. Aku terlalu takut dengan ekspresi Adnan.
'Maafkan aku, tapi kamu makin lama kurasakan, banyak kebohongan yang kamu tutupi. Aku takut reaksiku menunjukkan ingin memilikimu seorang saja.'
Kira-kira seperti itulah pikiranku diperjalanan. Aku semakin ingin buru-buru untuk pulang agar bisa tiduran dirumah untuk melupakan tentang suamiku sejenak.
'Saya kangen banget.'
Kalimat dari suamiku itu terus terngiang dikepalaku..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments