Menikah

Tak pernah sama sekali terbesit dalam pikiranku bahwa aku akan menikah secepat ini. Dan lagi aku adalah istri keduanya. Aku tidak tahu bagaimana cara Adnan menghubungi orangtuaku. Tapi mereka mempersilakanku menikah selagi aku masih kirim uang. Ya, posisiku dalam keluaga adalah seperti ini. Karena itu aku yang selalu kesepian, kini merasa senang memiliki teman hidup.

Selama perjalanan di Cirebon, aku memandangi hamparan sawah dan pemandangan hijau lainnya dari kaca mobil. Melihatku yang banyak diam menikmati pemandangan, menggelitik Adnan untuk bertanya.

"Kamu gak ragu kan?"

"Enggak,"

"Kamu bener kan mau nikah sama saya?"

"Iya!"

"Saya tahu berat posisi kamu. Kamu kayak dirahasiakan sama saya. Tapi saya serius sama kamu,"

"Iya, aku mengerti,"

"Banyak bersabar dengan saya ya,"dia menggenggam tanganku.

"Iya. Aku bisa menerima dan mengerti itu,"

"Terima kasih,"Adnan tersenyum.

Sudah sejauh ini. Kalau aku ragu dan menolak, aku takut dia marah. Dan juga aku tulus menyayanginya. Karena itulah kuputuskan untuk menerima lamarannya.

*****

"Bagaimana para saksi?"

"Sah!"

"Alhamdulillah,"

Do'a dipanjatkan oleh sekelompok orang. Pernikahan yang sakral itu berlangsung khidmat. Aku dibuat kagum dengan lingkungan pertemanan Adnan yang luar biasa. Para alim ulama, cendekiawan, pengusaha. Ibarat hidup pada zaman kerajaan.

"Bos! Cantik bini ente,"

"Haha. Apa kabar lu?"

"Mantap lu Boss punya dua,"

"Gua bersyukur ketemu yang sekarang,"

"Napa Boss?"

"Baik banget!"

"Seyakin itu ente?"

"Gua udah ngetes dia berapa kali. Ekspresinya masih sama. Gak dibuat-buat. Kagak peduli juga sama harta gua. Yang gua mau ada di dia semua,"

"Lah? Yang pertama zonk yak?"

"Kagak usah dibahas!"

"Haha. Eh Bos, ente mau rehat bentaran yak?"

"Dia mau bulan madu dulu begooo...."

"O..iyak! Ntar lanjut bisnis ini Boss. Ente ama bini dulu,"

"Siap!"

Begitulah percakapan Adnan yang kudengar bersama teman-temannya yang hadir sebagai saksi. Cukup banyak yang hadir, dan mereka semua menerimaku tanpa mengejek aku yang kedua (entahlah kalau dibelakang). Dari cara bicara mereka, terlihat bahwa mereka segan dengan Adnan.

"Balik yak! Biar ente ada waktu ama bini!"

"Oke!"

"Teh, kita pamit. Makasih undangannya,"

"Iya. Makasih udah dateng,"

"Lembut yaaa,"hampir semua berkomentar begitu.

"Bini si Boss. Inget woi,"celetuk yang lain.

Setelah semua teman Adnan pamit, ia mengajakku menemui para kyai dan uztad untuk pamit. Pernikahan yang berlangsung cepat disiang hari itu seolah bagai mimpi bagiku. Adnan langsung mengajakku menaiki mobil dan meninggalkan mesjid tempat kami menikah.

"Ini memang nikah siri. Saya masih urus surat-suratnya. Nanti kita punya buku nikah,"

"Memangnya bisa?"

"Bisa! Urusan saya itu,"

"Hmm...,"

"Kenapa?"

"Ah, enggak,"

"Saya udah bilang. Dia urusan saya. Kamu jangan khawatir. Kamu gak ngerebut saya kok! Dari awal memang udah rusak hubungan saya dan dia. Dan yang ngelamar juga saya. Semua yang duluan dari saya,"Adnan terlihat menghiburku.

"Iya. Terima kasih,"

"Nah gitu. Senyum dong!"

"Oh iya, kamu mau dipanggil apa? Karena sekarang udah suami istri,"

"Panggil nama aja. Kayak gini aja ya,"

"Oh, syukurlah. Aku juga geli kalau disuruh panggil sayang dan sejenisnya,"aku terkekeh.

"Wah, sama. Memang sehati,"ujarnya membuatku tersipu.

*****

Kami menuju salah satu hotel terbaik yang ada di Cirebon. Adnan sudah membooking kamar paling luas dihotel tersebut. Ia mengatakan ingin menghabiskan bulan madu ditempat yang indah dan nyaman bersamaku. Ia juga mengatakan kepadaku tidak usah malu kalau ingin berjalan-jalan menikmati kota Cirebon. Adnan yang galak dan sadis itu, bisa juga bersikap lembut seperti ini.

"Mau kemana?"

"Mandi. Agak gerah,"

"Ntar dulu,"

Adnan menghampiriku dan langsung memelukku. Ia mulai mencium bibirku, dan meraba seluruh tubuhku. Dibukanya seluruh pakaianku dengan gerakan cepat. Hembusan nafas Adnan lebih membara daripada yang sebelumnya. Adnan melepaskan kecupannya dan langsung menggendongku yang sudah tidak berbalut pakaian menuju kasur.

"Uuhh....aaahhh....,"ia menghentakkan miliknya dengan gerakan yang sangat cepat. Hembusan nafasnya yang kuat membuatnya semakin menusukkan miliknya lebih dalam.

"Aaahh...aahh...aaahhh....,"desahku menahan kenikmatan itu.

"Tambah enak setelah jadi suami istri."bisiknya ditelingaku.

"Hmmpppp...,"ia menyesap buahku yang menggantung, dan mengaduknya lebih kuat.

"Aaahh..aaahhh...aaahhh...pelan-pelan Adnan,"

"Nikmat banget. Badan kamu juga wangi,"

"Aahh...aaaahh....aaahhh,"aku semakin lemas karena aku bisa merasakan nafsu Adnan semakin kuat.

"Nungging dong!"pintanya.

"Aaah....enak banget. Enak. Aahh.."

"Aaahh....aaahhh....aku gak kuat lagi,"

"Uuhh...bentar lagi ya. Tahan,"

"Aaaaaahhh...aaaaaahhhhh...."desahanku lumayan panjang karena miliknya terasa semakin membesar.

"Hmmppphhh,"ia menciumi bibirku dengan brutal, membuatku hampir susah bernafas. Ia menarik, menggigit, dan begitu bernafsu menciumi leher, telinga, juga menarik buah dadaku.

"Tiap hari kuat ya,"bisiknya ditelingaku.

"Haahh?"aku kaget.

"Aaahhh....,"dia mengentakkannya lagi.

"Aaaaahhh....sudah gak kuat lagi,"

"Baru juga sejam,"

"Selama itu??? Udah lemes, aaaaaahhhhh..." aku mengerang karena ia mengeluarkan sebagian miliknya dan mengentakkannya dengan cepat.

"Aaaaahh....udahan ya. Lemes,"pintaku kembali memohon.

"Iya iya. Kamu tahan ini ya. Aaaaaaahhhh...,"

Adnan begitu cepat menggerakkan miliknya dengan hentakan yang begitu brutal. Bunyi percikan sesekali terdengar. Aku sudah banjir mungkin ya? Adnan menghujami miliknya dengan penuh nafsu sembari menciumi bibirku. Akhirnya aku merasakan sesuatu yang hangat mengalir dalam diriku.

"Lemes,"ujarku.

"Sini saya gendong lagi. Saya mandiin,"

"Jangan. Hmm, ngerepotin,"tolakku.

"Saya ini suami kamu lho sekarang,"dia terkekeh.

"Aku kuat kok jalan,"

"Udah sini..!"aku digendong olehnya dan kami kembali mandi bersama sebelum akhirnya terlelap tidur karena kelelahan.

*****

Aku terbangun dan mengerjapkan mataku. Aku masih kaget melihat ada wajah pria yang kucintai disampingku. Padahal sebelum menikah, aku sudah pernah melakukannya. Ternyata setelah menikah, suasananya jadi berbeda. Lebih kikuk dan malu.

"Kok kaget?"

"Maaf, aku bangunin kamu ya?"

"Enggak. Kita ini suami istri. Masih aja kaget,"

"Malah ketawa dia,"

"Kamu lucu sih!"

Aku langsung duduk dan menyender dikepala kasur. Adnan ikut duduk, lalu memelukku dan menciumi rambutku berkali-kali. Ia begitu manja setelah menikah. Sisi lainnya yang tidak dia perlihatkan sebelum resmi menikah.

"Mau keluar gak cari makan?"bisiknya lembut.

"Iya. Boleh,"

"Pilihin baju saya dong!"

"Lho? Gak papa?"

"Emang kenapa?"

"Maaf, tapi kamu..menurutku kamu paling gak suka diatur,"

"Hahahaha...hahahahaa,"dia tertawa ngakak.

"Apa sih?"aku setengah manyun.

"Gak. Hebat kamu bisa mengenali saya langsung. Gak salah saya pilih istri. Mana enak lagi kalo begituan,"ucapan blak-blakannya membuatku tersipu malu.

"Udah dong! Malu,"

"Hihi....,"ia terkekeh dan menciumiku.

"Saya yang pengen didandani kamu. Selera kamu itu bagus. Ya?"

"Iya. Sebentar ya, disiapkan dulu,"

Aku beranjak menyiapkan pakaian suamiku, dan segala keperluannya. Kuambilkan ia air putih dan membantunya ganti pakaian setelah aku mengganti bajuku. Aku merapikan penampilannya, dan ia terlihat senang dengan caraku memanjakannya.

"Makasih,"ia mencium pipiku.

"Iyaaa.. Yuk!"ajakku.

"Manis amat itu senyum,"

"Hmm...ayo ih,"ajakku lagi.

Kami berdua berkeliling kota Cirebon sembari makan malam. Menikmati jalanan dimalam hari di Kota Cirebon adalah hal yang tidak pernah kupikirkan seumur hidup. Karena dia sudah menjadi suamiku, aku melayaninya dengan baik. Aku sama sekali tidak menyadari bahwa suamiku ternyata memperhatikanku dengan pandangan kagum.

"Besok mau kemana? Eh, kamu sukanya apa?"

"Hmm..pantai,"

"Mau ke pantai?"

"Kalau kamu gak keberatan,"

"Oh enggak sama sekali. Masih aja sungkan sama suami sendiri,"

"Bukan begitu sih! Tapi segan. Gak mau ngerepotin,"

"Saya suami kamu. Andalkanlah saya,"

"Iyaaa,"aku melempar senyum.

"Duuhh manis amat itu senyum,"

"Adnaaann...."

Kami menghabiskan makan malam itu dan kembali ke hotel karena sudah agak larut. Sesampainya dikamar, aku menyiapkan pakaian ganti suamiku dan memijit punggungnya. Adnan tiada hentinya mengucapkan terima kasih karena aku mau menikahinya. Karena aku sudah terlihat lelah, dan Adnan kerap tertawa melihat wajah memelasku yang mengisyaratkan aku ingin tidur, tidak mau dinaikin, ia mengizinkanku tidur duluan. Samar-samar aku merasakan suamiku membelai rambutku dan terus mencium pipiku.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!