Bismillahirrohmanirohim.
Aditya memakan semua masakan yang Ulya bawa dari rumah sampai tandas, baru kali ini bocah laki-laki 4 tahun itu makan dengan sangat lahap.
"Alhamdulillah, kenyang juga." Aditya mengelus perutnya yang terlihat rata, walaupun sudah makan banyak.
Melihat hal tersebut Ulya tersenyum senang. Apalagi Aditya mau menghabiskan semua masak kan, yang khusus Ulya buatkan untuk teman barunya ini.
"Mbak Ulya,"
"Iya, kenapa, Aditya?" tanya Ulya sambil menatap gemas Aditya.
Baru saja Ulya selesai membereskan bekas makan Aditya, lalu saat bocah itu memanggil namanya. Ulya sudah berada di hadapan Aditya, dia kembali duduk di tempatnya semula.
"Mbak, macakan, mbak Ulya enak. Aditya, becok mau dibawakan lagi boleh?" Kedua bola mata Aditya berbinar saat mengatakan makanan.
"Tentu saja boleh, besok Aditya mau dibawakan masakan apa, hmm?"
"Apa caja, acalkan racanya enak ceperti makanan yang mbak Ulya bawakan barucan."
"Siap bos kecil."
Kedua orang berbeda usia dan berbeda jenis itu terus mengobrol banyak hal, sekali keduanya tertawa bersama. Jika ada orang yang tidak mengenal Ulya maupun Aditya, pasti mereka akan mengira, kedua orang yang sedang tertawa lepas di salah satu kamar rawat rumah sakit ini mereka seperti ibu dan anak sedang menghabiskan waktu bersama.
"Hmm..."
Dehem seorang saat Ulya dan Aditya masih asyik terus bercanda. Aditya maupun Ulya tidak menyadari kehadiran Hans dan seorang dokter yang Hans khusus kan, untuk memantau keadaan putranya. Mendengar suara deheman seorang Aditya dan Ulya kompak menghentikan tawa mereka, lalu secara bersama keduanya menoleh pada sumber suara.
"Den Aditya, biar dokter periksa dulu ya." Ucap sang dokter hati-hati sekali.
Aditya memang biasnya tidak ingin diperiksa, susah sekali kalau ada dokter yang mau memeriksa dirinya. Hans harus melakukan berbagai cara lebih dulu agar Aditya mau diperiksa.
Paham akan apa yang dokter katakan, Ulya hendak menyingkir memberikan ruang agar dokter yang masih berdiri di sebelah Hans bisa memeriksa keadaan Aditya secara leluasa dan tidak terganggu. Tapi saat Ulya akan bergeser, dia meraskan tanganya dipegang erat oleh Aditya, seakan Aditya tidak ingin jauh dari Ulya.
Ulya menatap Aditya yang menggelengkan kepala, bocah di depanya ini bahkan tidak menyahuti ucapan dokter barusan.
"Mbak Lia, jangan pergi." Tatapan memohon dari Aditya membuat Ulya meringis di dalam hati.
Ulya jadi sangat penasaran penyakit apa yang sebenar Aditya derita saat ini.
"Aditya, diperiksa dulu ya, son." Bujuk Hans dengan suara datarnya.
"No, dad!" bantahnya membuat Hans menghela nafas kasar, mau bagimana lagi dia sudah biasa menghadapi hal seperti ini. Selalu saja begini, kalau waktu pemeriksaan Aditya pasti membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Aditya, harus mau diperiksa sama dokter ya. Mbak Lia janji tetap disini menemani, Aditya."
Siapa sangka Aditya langsung mengangguk setuju tanpa ada bantahan sedikitpun saat Ulya yang membujuknya. Hans yang melihat hal tersebut barulah dia dapat menghela nafas lega, kenapa tidak dari dulu saja Aditya seperti sekarang ini. Menjadi seorang anak penurut, pikirnya.
"Baiklah, biar saya periksa dulu." Ujar dokter Wira yang mulai melakukan tugasnya.
"Mbak Lia, tetap dicini!" perintah Aditya semakin mengeratkan pegangan tangannya pada Ulya.
"Mbak, akan tetap disini Aditya, kamu tenang saja."
Hans tidak terlalu memperhatikan Aditya dan Ulya, dia pokus pada dokter Wira yang masih memeriksa keadaan Aditya.
"Bagimana keadaannya, dokter Wir?" tanya Hans penasaran setelah dokter Wira menyelesaikan pekerjaan beliau.
"Syukurlah semakin membaik."
Kabar dari dokter Wira tentang kondisi putranya membuat Hans bisa bernafas lega.
"Ada yang harus kita bahas lebih lanjut, tuan Hans."
"Aku mengerti, tunggu di ruanganku." Wira yang paham akan ucapan Hans mengangguk paham lalu dokter itu pergi lebih dulu dari kamar rawat Aditya.
Hening....
Hening sesaat setelah ke pergian Wira dari kamar rawat Aditya, itulah suasana yang dapat digambarkan saat ini, sampai suara Aditya memecah keheningan yang terjadi.
"Daddy, kata dokter Wira. Aditya sudah baikan, itu artinya Aditya cudah boleh pulangkan." Ucap Aditya senang.
Namun, gelengan kepala dari Hans membuat semangat Aditya luntur saat itu juga. Padahal dia tadi sudah amat bahagia akan segera meninggalkan rumah sakit.
"No, son. Keadaan Kamu memang sudah membaik, tapi untung pulang ke rumah belum waktunya. Sekarang kamu harus istirahat, tidur, oke." Hans berkata dengan sangat hati-hati, sementara Ulya hanya diam membisu.
"Oke!" jawabnya ketus.
Bahkan Aditya langsung menyembunyikan wajahnya ke dalam selimut, tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Ulya maupun pada Hans.
Ulya tak dapat berkata-kata, sedangkan Hans berkali-kali menghela nafas kasar membuat Ulya jadi serba salah harus bagimana.
"Kalau Aditya, sudah tidur kamu boleh meninggalkannya, nanti jangan lupa tutup pintu kamar rawat Aditya. Saya pergi dulu."
"Baik pak!" jawab Ulya cepat.
Segera Hans meninggalkan kamar rawat Aditya, dia tahu Aditya akan langsung tertidur setelah marah seperti sekarang ini pada dirinya. Sampai di ruang kerjanya disana dokter Wira sudah menunggu kedatangan Hans.
"Jadi apa yang akan Anda sampaikan dokter, Wira?"
"Begini, kita sudah bisa melakukan operasi untuk den Aditya dalam waktu 3 atau 4 hari lagi. Keadaannya sudah semakin membaik, jadi memungkinkan den Aditya bisa operasi."
Memang niat awal Hans, akan mengoprasi Aditya karena itu saran dari dokter yang menangani Aditya, Hans juga tahu tindakan yang dilakukan dokter untuk putranya, sebagai direktur Rumah Sakit ternama di kotanya Hans paham akan banyak penyakit yang diderita para pasien, Hans juga tau tindakan apa yang harus dilakukan.
"Jika seperti itu, saya ingin dokter Wira melakukan yang terbaik untuk, Aditya."
"Saya akan berusaha semaksimal mungkin, tuan Hans."
"Ada lagi?"
"Mungkin untuk saat ini, hanya informasi ini yang saya berikan. Jika jadwal operasinya sudah siap saya akan kembali memberi kabar, tuan Hans."
"Lakukan yang terbaik!"
Setelah urusan dokter Wira selesai, dia segera pamit dari ruang kerja Hans.
Sementara itu, Ulya memastikan jika Aditya sudah tertidur pulas memutuskan untuk keluar dari ruangan Aditya, karena dia harus menjaga ibunya bergantian dengan sang kakak.
"Aditya, mbak Lia pergi dulu ya." Ucapnya sambil mengelus pucuk kepala Aditya sayang untuk memberikan kenyamanan pada Aditya.
Barulah Ulya benar-benar meninggalkan Aditya, masuk ke kamar rawat mamanya, tadi pagi sebelum menemui Aditya, Ulya sudah menghampiri mamanya.
"Assalamualaikum." Ulya segera masuk ke dalam kamar rawat tersebut.
"Wa'alaikumsalam." Jawab mama Rida dan Fahri secara bersama.
"Mama, Bagimana kondisinya apakah sekarang sudah jauh lebih baik dari sebelumnya?"
Fahri dan mama Rida sama-sama menatap Ulya dengan tatapan yang entah, seperti inilah kebiasaan Ulya jika bersama kakak dan mamanya, pasti akan langsung jadi cerewet.
"Alhamdulillah, kata dokter mama sudah boleh pulang 4 hari lagi."
"Alhamdulillah." Ulya langsung memeluk mamanya.
Ceklek!
"Ulya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Neulis Saja
next
2024-05-12
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
Aditya sakit apa 🤔🤔🤔 trus siapa yg datang ya 🤔🤔🤔
2023-11-26
0
🌷💚SITI.R💚🌷
siapa yg datang nih
2023-11-05
1