Bismillahirohmanirohim.
...Tidak mudah memang berintraksi dengan orang baru, tapi selagi kita bisa melakukannya kenapa tidak, asalkan memberi kesan baik. Bukan pura-pura baik...
Tiga hari telah berlalu setelah perjanjian yang Ulya dan Hans buat, hari ini kedua orang itu akan kembali bertemu untuk membahas prilah tawaran Hans pada Ulya agar gadis itu mau menjadi pengasuh Aditya.
Allhamadulilah juga 2 hari yang lalu ibu Rida sudah siuman, Ulya dan sang kakak merasa sangat bersyukur.
Sekarang disinilah Ulya berada, di dalam ruangan kerja direktur rumah Sakit Harapan Bangsa, Ulya belum tahu jika Aditya, anak kecil yang dia temui berapa hari lalu merupakan anak dari orang yang berpengaruh di kota mereka.
Kini Ulya dan Hans duduk saling berhadapan, seperti biasa wajah datar Hans tetap terpajang disana, walaupun begitu Ulya dapat melihat sebuah senyum tipis yang selalu tersunging di wajah Hans, mungkin jika orang lain tidak bisa melihat senyum itu, tapi tidak dengan Ulya. Dia dapat menangkap senyum Hans secara mudah.
"Langsung saja, jadi persyaratan apa yang ingin kamu ajukan?" tanya Hans tanpa basa-basi.
Ulya tak langsung menjawab, dia menghembuskan nafas pelan sejenak. Masalah ini sebelumnya sudah dia diskusikan pada kakaknya, jawaban yang diberikan Fahri, dia akan ikut apapaun keputusan sang adik, Fahri akan mendukung. Asal adiknya tidak dimanfaatkan.
"Banyak persyaratan yang harus saya ajukan, Pak. Tapi apakah bapak setuju?"
"Katakan."
"Pertama, saya setuju menjadi pengasuh Aditya, asalkan tidak mengganggu jadwal kuliah saya, karena sebentar lagi saya akan menyusun skripsi. Kedua saya setuju menjadi pengasuh Aditya asalkan tidak ada yang mengusik kehidupan saya. Ketiga apakah bapak, bisa membayar biaya rumah sakit ibu saya? Dan terakhir apakah bapak sanggup membayar biaya kuliah saja. Dan apa yang saya dapat setelah menjadi pengasuh Aditya." Ucap Ulya panjang lebar.
Hans hanya menyimak apa yang Ulya sampaikan tanpa protes, dia memaklumi atas syarat yang Ulya ajukan. Karena menjadi pengasuh Aditya bukan kemauan Ulya juga. Hans hanya menerima usulan dari Dika, lagipula melihat Aditya tersenyum tulus baru-baru ini, sejak bertemu dengan Ulya, membuat dirinya juga setuju akan usulan yang Dika ajukan.
'Apapun akan daddy lakukan demi kamu, Aditya.' Batin Hans, dia sudah pasti akan menyanggupi persyaratan yang Ulya berikan.
"Saya menyanggupi semua persyaratan kamu, saya juga memiliki satu syarat, apakah kamu bisa memenuhinya?"
Ulya mengakat bahunya acuh, dia belum tahu persyaratan apa yang harus dia penuhi. Hans paham jika Ulya harus tahu dulu persyaratan apa yang harus Ulya penuhi langsung mengatakan pada gadis di depannya ini.
"Kamu, harus tinggal di kediaman Kasa, bagimana apakah setuju?"
Gleg!
Gadis berhijab syar'i yang duduk tenang di hadapan direktur rumah sakit Harapan Bangsa ini menelan ludahnya kasar, ketika dia mendengar nama keluarga paling berpengaruh di kota mereka, siapa yang tidak mengenal keluarga Kasa. Pemilik rumah sakit terbesar di kota B, salah satu keluarga yang berpengaruh di kota tersebut.
"Keluarga Kasa, pak? Apakah tidak salah, maaf, kalau boleh tahu siapa nama lengkap, Aditya?"
"Aditya Kasa." Jawab Hans datar, "jadi bagaimana, apakah kamu menyanggupi syarat yang saya ajukan?" tanpa Ulya sadari kepalanya mengangguk sebagai sebuah respons untuk Hans.
"Kamu sudah setuju, sekarang tanda tangani surat kontrak ini. Mulai besok kamu sudah menjadi pengasuh, Aditya." Ulya tidak berpikir lebih dahulu, otaknya yang terasa blank langsung saja dia menandatangani surat kontrak yang Hans tunjukkan pada dirinya.
*****
Seorang gadis berjalan ringan di lorong Rumah Sakit Harapan Bangsa, rumah sakit paling terkenal di kota B, sebuah senyum tipis terbit kedua sudut bibir gadis itu, dia membawa sebuah kantong plastik yang entah apa isinya. Hari ini Ulya sudah resmi menjadi pengasuh Aditya Kasa.
"Bismillah, permudahkan lah, semuanya. Ya Allah." Dia menghampiri salah satu kamar rawat anak-anak disana. Baru saja Ulya juga dari kamar rawat ibunya.
"Assalamualaikum." Ucap salam Ulya sambil membuka pintu kamar rawat.
"Wa'alaikumsalam, mbak Lia." Anak kecil itu sangat bersemangat kala melihat siapa yang menghampiri dirinya di rumah sakit.
Kedua bola mata Aditya berbinar sempurna, dia sampai turun dari atas brankar tempatnya berada hanya untuk menghampiri gadis dengan hijab syar'i yang sudah berhasil mengambil hatinya. Ulya juga melangkah mendekati Aditya sebuah senyum tulus dia berikan pada balita menggemaskan itu.
"Aditya, sudah sarapan?" tanya Ulya kala berhadapan dengan Aditya, dia mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Aditya yang masih kecil.
"Aditya, tidak mau makan, mbak. Makanan di rumah cakit tidak enak." Tolaknya mentah-mentah.
Saat berkata kepala Aditya sambil menggeleng ke kiri dan kanan. Anak kecil itu memegang gamis yang Ulya kenakan, untuk mengajak Ulya mendekati brankarnya.
Merasa gemas sendiri dengan wajah imut Aditya tanpa meminta persetujuan dari orangnya dia mencubit pelan pipi tembem nan bersih itu, hal tersebut membuat Aditya dan Ulya tertawa bersama. Padahal biasanya Aditya akan marah kalau ada orang yang mencubit pipinya, dia paling tidak suka orang lain sembarangan menyentuh dirinya. Mungkin, pengecualian untuk Ulya.
'Aku memang tidak salah memilih gadis ini menjadi pengasuh Aditya, dia baik tidak dibuat-buat seperti beberapa pengasuh, Aditya sebelumnya.' Ungkap Hans dalam benaknya.
Tadinya Hans ingin melihat keadaan Aditya memastikan jika bocah itu baik-baik saja dan tidak kabur sembarang, Dia malah melihat pengasuh baru anaknya sudah berada di kamar rawat Aditya membawa sarapan untuk Aditya juga, padahal jam masih menunjukkan pukul 8 pagi.
"Aditya nggak mau makan, makanan rumah sakit?" Sebuah gelengan kepala dari Aditya membuat Ulya paham.
Orang yang berdiri di depan pintu kamar rawat Aditya segera pergi dari sana setelah memastikan sang anak baik-baik saja. Dia tersadar dari lamunannya kala mendengar suara lembut Ulya, tidak ingin tertangkap basah telah mengintip, walaupun sebenarnya Hans tidak sedang mengintip, dia segera meninggalkan kamar rawat Aditya.
Ulya sendiri tidak sadar akan kehadiran bapak dari anak laki-laki yang kini menjadi tanggung jawabnya. Sementara Aditya merasa ada daddnya tadi tapi dia masa bodo amat.
"Ayo makan." Ajak Ulya setelah dia menyajikan sepiring bubur nasi dan sayur sop untuk Aditya.
Harum dari sayur sop yang Ulya bawa benar-benar dapat menggugah selera makan Aditya, dia sepertinya sudah sangat penasaran akan rasa sayur sop yang masuk ke indra penciumannya. Wangi sedap, kata itulah yang dapat digambarkan untuk sayur sop yang Ulya bawa.
"Aaa…" Pinta Ulya mulai akan menyuapi anak asuhnya.
"Bismillahirrahmanirrahim Allahumma barik lana fima razaqtana waqina adza banar."
Setelah itu baru Aditya memasukan suapan yang Ulya berikan. Mendengar Aditya membaca doa sebelum makan senyumnya kembali mengembang di wajah cantik milik Ulya.
"Kamu, pintar sekali, Aditya."
"Terima kacih atas pujian yang, mbak Ulya berikan." Aditya bicara dengan mulut yang masih penuh makanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Neulis Saja
good start for ulya 👍
2024-05-12
0
Neneng Zakiyah
lanjuuuutt....😊
2023-12-03
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
typo ya
2023-11-26
0