Rena heran dengan pemandangan yang ada di depannya saat ini. Benar-benar berbanding terbalik sekali sikap anak dan ayahnya. Sang ayah yang cukup dingin, terlihat tidak perduli dengan orang lain, dan memiliki ucapan yang bisa menyakiti hati siapapun. Sedangkan sang anak yang cukup menggemaskan, polos, dan tindakannya bisa membuat siapapun luluh.
Hal ini berlaku dengan Rena yang hendak keluar ruangan, namun langkahnya hentikan oleh Ian. Seorang anak laki-laki yang berusia 4 tahun. Ian memegang tangan Rena, dia ingin Rena tetap berada di dekatnya.
Rena yang menyadari situasi pun kemudian berjongkok seraya menyamakan tingginya dan Ian. Lalu kemudian mengambil sandwich yang berada di dalam tas nya.
"Kamu mau makan ini lagi nggak?" Tanya Rena.
"Kakak mau pulang kemana? Ian mau ikut.." jawabnya sambil sedikit merengek.
"Ian, masuk ke kamar sekarang! Kenapa kamu mau ikut dia!" tegur Allan pada anaknya.
Setelah di tegur Allan, Ian pun jadi ketakutan. Tidak lama setelah itu dia menangis kencang. Lalu kemudian Rena dengan cekatan segera menggendong Ian dan membawanya duduk di sofa.
"Kalau lagi emosi, bisa nggak sih jangan dilampiaskan ke anak kecil. Dia masih kecil, mau lu marahin kayak gimana juga nggak ngerti!" ucap Rena dengan nada pelan karena masih ada Ian di dekatnya.
"Dia anak saya, jangan ikut campur!" ucap Allan dengan nada tinggi.
Namun Rena tidak menghiraukan teguran Allan. Dia pun mencoba menghibur Ian dan mengajaknya mengobrol.
"Anak ganteng, anak baik, jangan nangis lagi ya... Okey?.. Nama kamu Ian kan? Yang kemarin ketemu kakak? Sandwich kakak enak nggak? Kakak punya lagi, mau?" ucap Rena dengan lembut dan penuh perhatian.
Dia memang sangat menyukai anak kecil, jadi saat menghadapi Ian dia tidak perlu memutar otak. Karena dia sudah tahu cara ampuh membuat anak kecil tenang.
Respon Ian hanya menganggukkan kepala tanda setuju. Rena kemudian membuka kotak makannya dan menyuapkan ke Ian. Ian pun kemudian kembali tersenyum lagi. Setelah itu Rena meminta Ian untuk membagi sandwich yang dia punya pada kakak nya, dengan cepat dia langsung berlari ke ruangan sebelah.
"Jangan coba buat ambil hati anak saya, kamu cuman orang lain dan sampai kapanpun akan tetap begitu. Saya bisa memanggil polisi untuk datang jika kamu berbuat macam-macam!" ucap Allan pada Rena.
"Sandwich tadi itu awalnya bukan untuk ngedeketin anak lu om. Ge-er banget sih om. Tapi karena dia nangis dan cuman itu yang gue punya ya terpaksa deh.." Jawab Rena lalu kemudian segera berjalan pergi keluar dari ruangan VIP.
Sepeninggal Rena, Allan kemudian mendekat ke arah Istri nya. Suasana hatinya perlahan mulai tenang. Dia menatap dalam wajah istri yang paling dicintainya. Lalu kemudian baby sitter anak Allan pun datang dari ruangan sebelah.
Setelah menidurkan anak Allan, Sus Rini berjalan mendekati majikannya. Mau tidak mau sebenarnya dia telah mendengarkan yang cukup pribadi tadi. Dia sebagai orang luar dan pekerja yang sudah cukup lama, mencoba untuk memberikan saran pada Allan.
"Mohon maaf pak Allan, bukan saya bertindak lancang. Namun alangkah baiknya jika bapak menuruti mau ibu, mungkin dengan begitu ibu bisa fokus untuk kesembuhan nya. Di tambah bukankah orang sakit yang bahagia akan segera sembuh dari penyakitnya?" ucap Sus Rini.
"Terimakasih Sus, akan coba saya pikirkan lagi," jawab Allan.
Sebagai seorang CEO, Allan sering sekali dihadapkan oleh masalah. Sudah banyak masalah yang ia hadapi, dari yang mudah hingga sulit dipecahkan. Namun Allan rasa ini adalah masalah tersulit yang dia sendiri ragu memecahkannya. Namun dia juga tidak bisa membuang mentah saran dari orang sekitar.
Ini bukan hanya hal remeh, tetapi ini tentang bagaimana dia bisa menikahi orang yang bahkan belum ia kenal lama? Tentang bagaimana bisa dia melibatkan orang luar didalam cobaan yang keluarganya hadapi? Tentang kesetiaannya dengan sang istri. Juga tentang mental nya apakah sudah siap memiliki istri lebih dari satu?
Dia memang terlihat keras dari luar, dingin, suka memutuskan segalanya sendiri, dan memiliki tempramen nya yang suka meledak sewaktu-waktu. Namun bagaimana pun juga dia hanya seorang manusia biasa. Dia juga bisa takut memutuskan perkara sulit seperti ini. Dengan pikiran yang mulai dingin, dia pun segera memanggil sekretaris nya untuk datang ke rumah sakit.
......................
Gagal lagi usaha Rena dalam mengambil hati Gilang. Bahkan Rena harus membuat Gilang bertanya-tanya mengapa dia harus terlibat dengan keluarga pasiennya. Sandwich yang dia buat juga sudah dia berikan pada Ian. Dengan langkah lemas, dia keluar dari rumah sakit. Namun di tengah jalan dia bertemu dengan Ajeng, sahabatnya yang juga merupakan calon perawat di rumah sakit ini. Ajeng pun mencoba untuk menyapa Rena.
"Sudah selesai kirim sarapannya Ren?" tanya Ajeng.
Rena pun hanya bisa menggelengkan kepala. Dia cukup malas mengeluarkan effort untuk bersuara.
Namun tanggapan itu membuat Ajeng merasa seperti tidak dihargai Rena, karena dia mencoba untuk menyapa namun di balas hanya dengan gestur tubuh saja. Meski begitu karena masih memikirkan tentang persahabatan mereka, Ajeng pun mencoba untuk menyemangati Rena.
"Yaudah nggak apa-apa, besok usaha lagi aja. Semangat ya. Gue mau masuk buat lapor ke rumah sakit dulu, besok gue sudah harus mulai magang hari pertama, bye Ren." ucap Ajeng pada Rena.
Rena pun hanya menganggukkan kepala lalu segera menghentikan taksi untuk bergegas ke kampus. Di sepanjang jalan Rena hanya melihat ke arah kaca taksi. Dia masih bingung kenapa Bu Fara bisa meminta hal yang demikian pada Rena. Rena bahkan tidak siap jika harus menikah dengan seseorang yang belum pernah dia kenal. Karena yang Rena cintai bukanlah Allan tetapi Gilang.
Rena yang sudah lelah dengan apa yang terjadi hanya bisa menjalani sisa hari ini dengan sisa tenaganya. Dia cukup lelah dengan tanda tanya yang cukup banyak di otaknya.
......................
Sedangkan orang lain di rumah sakit setelah melaporkan tugasnya, dia tidak sengaja bertemu dengan seorang yang sahabatnya suka. Dia pun dengan ramah menyapa nya,
"Kak Gilang, belum balik juga? Bukannya lu shift malem ya kak?" tanya Ajeng.
"Iya shift malam, tapi hari ini perlu lembur sedikit karena rumah sakit lagi perlu tenaga tambahan." jawab Allan.
"Sudah makan belum? Kalau belum yaudah yuk makan, gue juga belum nih," ajak Ajeng.
"Boleh, beli di cafe depan aja." jawab Allan,
"Kebetulan kerjaan udah kelar semua, gue ganti baju dulu ya," lanjut Allan.
"Oke kak, gue tunggu di depan ya.." jawab Ajeng sambil tersenyum senang.
Mereka berdua pun segera makan bersama di cafe depan rumah sakit. Ini adalah kali pertama mereka makan berdua. Biasanya selalu bertiga dengan Rena ataupun berlima dengan yang lainnya. Karena seprofesi mereka pun memiliki beberapa pembahasan yang cukup relatif bisa mencairkan suasana yang canggung.
......................
Sekertaris Allan pun sampai di rumah sakit. Mereka bertemu di taman depan rumah sakit. Setelah menandatangani file yang perlu segera ditindaklanjuti, Allan pun memulai pembicaraan inti.
"Menurut kamu gimana Thur? Apa saya perlu menikahi dia untuk menyenangkan hati istri saya?" tanya Allan.
"Jika itu jawaban yang memang sudah seharusnya dilakukan, maka saran saya bapak perlu mempertimbangkan itu." jawab Fathur.
"Kalau begitu buatkan saya perjanjian pernikahan dengan gadis itu." perintah Allan yang kemudian segera Fathur kerjakan.
"Selidiki tentang kepribadian dan kehidupan dia juga, saya tidak ingin sembarangan membawa masuk orang luar ke dalam kehidupan keluarga saya," perintah Allan.
"Baik tuan, nanti sore akan segera saya antar ke tuan penyelidikan dan perjanjiannya." jawab Fathur.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments