"Eh lo! Makan tidur di sini nggak gratis ya. Tuh cuci semua piring kotor." Ketus Chester berucap. Dia tak suka dengan tamu cewek yang dibawa oleh Devian hari ini. Siapa cewek itu? Siapa lagi kalau bukan si cewek misterius yang tiba-tiba saja menyelinap masuk ke dalam kehidupan Devian.
"I-iya kak," jawab Zea gugup. Ya, cewek itu bernama Zea. Mulai hari ini Devian memutuskan untuk bertanggung jawab atas kehidupan Zea kedepan. Ada alasan tersendiri kenapa Devian membawa Zea ke rumah. Akibat kejadian na'as siang tadi, Ayah Zea meninggal dunia. Karena kematian Ayah Zea itulah, Devian jadi berhutang nyawa. Ayah Zea telah mengorbankan dirinya sendiri demi melindungi Devian. Ia merelakan tubuhnya menggantikan posisi Devian, tertancap pisau runcing milik si pemerkosa anaknya. Pisau itu menghujam dalam di dada hingga nyawanya pun tak dapat tertolong. Sebelum menghembusakan nafas terakhir, Ayah dari Zea berpesan agar Devian menggantikan posisinya untuk menjaga putrinya selamanya.
"Sialan tu cowok! Nyuruh gue udah kaya babu aja," gumam Zea kesal setelah Chester pergi meninggalkan ruang makan.
Zea seorang gadis berwajah cantik tak kalah dari Diandra. Awal pertemuannya dengan Devian terjadi akibat Devian menabraknya waktu itu. Saat dirinya terancam, ia sengaja menghubungi Devian. Nomor itu sengaja ia minta dari suster di rumah sakit tempatnya dirawat sebelum meninggalkan rumah sakit. Devian memang sempat memberi nomer telfonya kepada petugas rumah sakit saat mengantar Zea waktu itu.
Saat Zea sibuk mencuci piring, terdengar langkah derap kaki mendekat ke arahnya. Ia pun spontan menoleh mencari tahu siapa yang datang.
"Eh nona manis rajin banget. Bisa nih masuk list daftar calon istri buat gue," puji Aland menggoda Zea.
"Eh kita kan belum sempet kenalan. Kenalin nama gue Aland." Cowok penggemar komik itu berucap ramah seraya menyodorkan tangannya.
"Ih tangan lo kok merah gitu. I-itu darah?" Mata Zea terbelalak. Ia kontan terkaget saat Aland menyodorkan tangan kepadanya berlumuran darah segar.
"Oh ini. Gue habis main tapi haus pingin ambil air dingin di kulkas. Eh malah ketemu nona manis di sini. Kalau nggak kenalan kan sayang kesempatan emas di sia-siakan." Duh, Mas Aland bisa aja gombalnya. Manis banget dah responnya kalau sudah lihat yang bening-bening.
"Maksudnya main apa? Kok sampe berdarah gitu? Gue nggak ngerti dah! Oh iya nama gue Zea."
"Wah lo nggak tahu ya kita semua di sini suka main apa?" Aland mengambil botol air es di dalam kulkas dengan tanganya yang masih berlumur darah. Ia lalu mendekatkan dirinya pada posisi Zea berdiri, dan sedikit membungkuk menyamakan posisi tubuhnya dengan Zea. "Lo pasti bingung lihat tangan gue begini. Nih gue kasih tau. Ini tuh darah dari pria sampah yang mau berbuat jahat sama lo tadi. Gue puas habis nyabut jantungnya sama ususnya tadi gue kepang jadi cantik. Makasih ya, berkat lo kita puas mainan malam ini," bisik Aland di akhiri senyum bahagia. Usus dikepang? Emangnya rambut pakai dikepang. Sudah mirip banget gaya berbicara Aland saat ini seperti guru yang lagi nerangin materi pelajaran sama muridnya.
Zea malah terkekeh geli mendengar ucapan Aland barusan. Entah apa yang ia fikirkan saat ini? Mungkin ia menganggap ucapan Aland tadi sebagai sebuah lelucon untuk membuatnya takut. Tapi sayang, Zea tak semudah itu percaya sebelum ia melihat hal tersebut dengan mata kepalanya sendiri.
"Lo kalau ketawa gitu kok makin manis sih!" Aland meneguk langsung air dalam botol di genggaman. "Ntar malem mampir ya ke dalam mimpi gue. Gue pergi dulu ya nona manis." Aland mengedipakan satu mata kirinya lalu pergi meninggalkan Zea sendiri.
*
Devian berjalan sempoyongan saat keluar dari lift. Wajahnya memerah. Bau sengatan alkohol melekat di tubuhnya. Ya, di malam yang sunyi ini Devian melampiaskan rasa sesaknya pada sebotol minuman beralkohol. Di tambah lagi setelah kejadian siang tadi, Diandra sama sekali tak membalas pesan darinya maupun menjawab panggilan. Hal itu membuat rasa frustasi seorang Devian Almero meningkat. Rasa penyesalan merundung batinnya. Karena pikiranya yang kacau, ia sampai tak sadar sudah membentak Daniar siang tadi. Semua berjalan di luar kesadaran.
Setelah masuk ke dalam kamar, tanpa menutup pintu kamar terlebih dahulu, Devian yang sudah mabuk berat langsung saja menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang tidur. Kepalanya terasa pening. Hingga matanya tak lagi mampu terbuka, sama-sama terasa berat.
Zea sedang berjalan menyusuri jalan panjang di lantai dua. Ia kebingungan mencari tempat untuk dirinya tidur malam ini. Sepanjang ia berjalan, tak satupun ia temukan tanda-tanda keberadaan seseorang disekitarnya. Ia juga lupa bertanya kepada Devian mengenai letak kamarnya. Devian saja sejak tadi bersikap dingin dan tak acuh denganya. Sebanyak apapun Zea bertanya, Devian hanya memberi tanggapan singkat.
Tiba langkah kakinya membawanya ke suatu ruangan yang nampak terbuka pintunya. Ia berdiri di depan pintu ruangan yang sudah bisa ditebak itu ialah sebuah kamar.
"Diandra sayang...Diandra..." Sebuah suara terdengar dari dalam kamar yang nampak gelap itu. Zea menelan ludah. Jantungnya berdebar mengenali suara cowok tersebut. "Ini kamar Kak Devian," ucapnya lirih.
Suara Devian kembali lagi terdengar. Hal itu memancing rasa penasaran Zea. Ia akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam.
Karena kondisi kamar yang gelap, Zea melangkah perlahan sambil meraba-raba sesuatu disekitarnya. Dan brugg... Zea tersandung benda keras yang sekalinya itu ialah kaki dari ranjang tidur. Tubuhnya tak sengaja terjungkal, terjatuh ke atas kasur dengan posisi tengkurap. "Astaga!" ucapnya spontan Zea kaget. Ia bukannya jatuh mendarat di kasur, melainkan mendarat tepat di atas tubuh Devian. Duh gawat! Zea bergerak perlahan ingin segera bangkit, takut jika Devian bangun dan marah. Akan tetapi, Devian justru memeluk erat tubuh mungilnya. Mengunci ruang gerak Zea dan ia pun tak bisa berkutik lagi.
"Diandra sayang, maafin gue ya. Maafin gue sayang." Devian menyigau. Menyebut-nyebut nama Diandra. Alam bawah sadarnya dipenuhi bayangan wajah Diandra.
"Kak aku bukan Diandra, aku Zea," ucap Zea sembari terus berusaha bangkit dari posisinya yang terkunci. Indera penciuman Zea menangkap bau alkohol yang menyengat disekujur tubuh Devian. Zea kira Devian akan melepas pelukanya setelah Zea membangunkanya. Namun hal itu salah, Devian justru menarik tubuh Zea berbaring tepat di sampingnya. Pelukan Devian juga terasa semakin erat mendekap tubuhnya. "Astaga! Orang ini mabuk," cicitnya.
Sudahlah Zea kini menyerah. Semakin Zea bergerak, dekapan dari Devian semakin terasa erat. Ia memilih pasrah saja dan memutuskan malam ini tidur satu ranjang dalam dekapan hangat dari si cowok tampan.
*
"Wah Devian! Setelah sekian purnama akhirnya berani juga dia tidur sama cewek. Good joob Brother," ucap Felix membanggakan sosok Devian.
"Apanya yang bagus kampret! Jelas-jelas ini melanggar aturan. Lagian Devian bodoh amat sih! Bokap tu cewek koit kan memang sudah takdir. Kenapa pula anaknya dibawa ke sini. Sebel gue!" Chester meledakan amarahnya.
"Rakus juga ya si Devian. Setahu gue dia sekarang lagi pacaran sama cewek yang dia tolong di Clubnya Felix. Tapi sekarang kok malah deket sama si Zea?" Aland turut ikut nimbrung perbincangan yang berlangsung pagi hari membahas Devian.
Ketiga anggota dari Keluarga Breadsley saat ini sedang berdiri di ambang pintu kamar Devian. Mereka tak sengaja menangkap momen mesra pagi ini saat hendak membangunkan si dracula. Mereka mendapati Zea dan Devian tidur bersama dalam satu ranjang dalam posisi berpelukan.
"Bangun woy bangun pemalas!" perintah Chester seraya membuka tirai penutup jendela. Devian pun akhirnya bangun dari tidur. Ia sontak terkaget mendapati sosok Zea sedang tertidur dalam pelukannya. Devian spontan menjauhkan tubuh Zea. "Lo ngapain tidur di kamar gue! Pergi sekarang! Berani banget tangan lo meluk gue. Cepet pergi, sebelum tangan lo gue penggal jadi buntung!"
"Kak maaf. Tadi malam kakak sendiri yang maksa meluk. Gue udah berusaha mau lepasin tangan kakak, tapi kakak malah makin erat meluknya." Zea meluruskan kesalahpahaman dari pemikiran Devian.
"Lo galak amat sih Devian. Kan nona manis jadi sedih. Habis manis kok sepah dibuang. Sudah di temenin bobok malah marah-marah." Aland membantu Zea yang nampak mulai akan menangis. Ia lalu membawa Zea pergi dari kamar Devian.
"Cihh! Lo mabuk ya kampret!" sergah Chester.
"Ah bawel banget sih lo pagi-pagi." Devian mendengus kesal. Ia beralih bangkit dari ranjang lalu pergi masuk ke kamar mandi.
Felix dan juga Chester mengayunkan kaki pergi dari kamar Devian. "Eh kampret cepet turun kita sarapan sama-sama," teriak Chester.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Made Elviani
ngapain jg Devian bawa calon pelakor k rumahnya bisa ambyaaaarrrr hub. Lo sm Diandra
2021-04-28
4
Aries_01
huhh lagian gmana cerita nya sihh Seorang Devian bisa gitu hampir mati dan d tolong oleh bapaknya Zea gimana gtu cerita nya , aku bingung tolong jelasin 🤣🤣🤣
2021-02-27
0
ayyona
lanjutin 😍
2020-08-03
5