Ada yang beda dari hari-hari Diandra sebelumnya. Saat ini ia mendadak menjadi artis dadakan di sekolah. Semua mata menyorot kepadanya. Bagaimana tidak? Si cewek intorvert saat itu sedang berjalan berdampingan dengan seorang cowok tampan. Tahu kan itu siapa? Ya, itu Devian.
Ini bukan kemauan Diandra. Dia hanya tak lagi bisa menolak permintaan dari cowok mengerikan macam Devian. Pagi ini, ia berangkat sekolah di antar oleh cowok tampan dari keluarga Breadsley. Jujur, Diandra malu. Wajahnya kini memerah bak buah tomat.
Devian menyimpan tangan Diandra dalam genggaman. Lalu memaksa untuk mengantar Diandra masuk sampai ke dalam ruang kelas.
Semua cewek disekolah heboh, menyoraki seorang cowok yang kini mengenakan Kaos putih dengan paduan jeans hitam sobek, rambut warna kepirangan bergaya undercut, juga terdapat tindik hitam di satu telinga kanan. Penampilan Devian yang seperti itu sukses melelehkan semua hati siswi di sana.
Mereka berdua berjalan menyusuri koridor sekolah. Devian berdehem melewati gerumbulan para cowok, serta merta membuat atmosfir di sana menjadi sunyi dan menegangkan. Diandra berniat menarik tanganya. Namun, Devian tetep tak mengizinkan tangan gadis itu terlepas dari genggamanya.
"Kelasku disini!" ucap Diandra membuka percakapan seraya menunjuk ke arah kelas disampingnya.
Ia juga menghentikan langkah kakinya tepat di depan pintu kelas.
"Oh, jadi di sini kelasnya. Ayo! Kuantar sekalian sampai ke dalam." Devian menarik tangan Diandra.
Namun, hal yang tak terduga terjadi tiba-tiba. Seorang cowok datang dan secara paksa langsung mengambil alih tangan Diandra dari Devian.
Diandra membulatkan mata kaget. "Gio!" sebutnya mengenali cowok tersebut.
"Lo pasrah banget tuh tangan di pegang-pegang cowok lain! Gue nggak pernah kasih izin, you know!" Lantang Gio berucap sambil memandang sinis menatap Devian.
Diandra mengernyitkan kening, melongo mendengar ucapan Gio barusan. Kalau ada plester, Diandra ingin sekali memlester mulut Gio--sahabatnya itu agar tak asal bicara. Seakan-akan mengecap dirinya sebagai milik.
Diandra beralih menatap Devian. Aduh gawat! Aura killer ketara menyelimuti cowok tersebut. Diandra tahu, cowok itu kini sedang marah akibat perbuatan dan ucapan dari Gio. Diandra bingung. Apa yang harus ia lakukan? Berdiri di antara dua cowok yang saling memanas.
"Gue dapat mainan baru nih. Mana dulu yang mau dipotong? Kaki atau tangan? Eh, tapi sebelum gue potong, gue sobek dulu tuh perut pakai pisau kesayangan." Devian mengancam. Jelas ini bukan sekedar gebrakan belaka. Perihal membunuh ia ahlinya.
Gio terkekeh. "Lu kira gue ayam! Main potong main sobek aja. Mending lo cepet pergi dari sini. Lagian...lo kan juga bukan murid sekolah ini! Cepet pergi sebelum gue panggil anak buah gue yang lain buat ngabisin lo." Gio justru menanggapi perkataan Devian dengan gurauan. Ia belum tahu saja sisi lain mengerikan dari musuh yang ia remehkan saat ini.
Diandra melepas kasar tanganya dari cengkraman Gio. Lalu ia segera mencekal tangan Devian dan mengajaknya pergi. Diandra tahu jika ia hanya diam, Devian pasti akan membunuh Gio. Tak peduli walaupun posisi mereka masih dalam lingkungan sekolah. Psikopat sedikitpun tak boleh diremehkan.
Diandra membawa Devian kembali ke mobilnya. Ia mendongakkan kepala, menatap manik mata Devian. "Please...jangan ulangi lagi hal-hal kaya tadi. Yang tadi itu temen baik gue. Namanya Gio."
"Temen baik?! Tapi gayanya udah kaya pacar lo aja! Sok-sok'an ngatur lo lagi. Harusnya yang marah tuh gue. Dia main pegang tangan pacar gue yang manis ini."
Lagi-lagi si psikopat ganteng ini menyebut Diandra sebagai PACAR.
"Iss...kapan lo nembak gue? Gue juga belum pernah tuh nerima lo sebagai pacar gue." Diandra sengaja menggoda Devian, menjulurkan sedikit lidahnya.
Devian berbubah ke mode serius. Mengapit Diandra ditengah kedua tanganya yang bertumpu di badan mobil. Menatap lekat manik mata gadis dihadapanya.
"Tuhan telah menakdirkan kita untuk bertemu, dear. Otakku memang lemah jika memikirkan hal yang disebut cinta. Bahkan aku tak tahu apa itu cinta?! Tapi kalau hati sudah tergerak untuk memilih, otakku ini bisa apa? Satu yang lo harus tahu, gue udah nentuin lo ibarat rumah bagi gue. Maka itu lo adalah tempat untuk gue pulang. Diandra... gue udah mutusin lo sebagai milik Devian Almero seorang."
Satu kata yang bisa diucapkan oleh Diandra yaitu so sweet. Bagaimana tidak? Kata-kata manis dari seorang cowok tampan mampu melelehkan hatinya.
"Biarkan gue merasakan namanya cinta sama lo, Diandra. Karena cuma lo yang berhasil bikin gue merasakan cinta."
Diandra menarik sudut bibir membentuk ukiran senyum. Tak sadar mendengar ucapan Devian hatinya sangat bahagia. Ribuan bahkan jutaan bunga bermekaran dihatinya karena disanjung. Sampai-sampai air mata ikut menetes membasahi pipinya. Ia tak tahu, apakah perasaanya saat ini juga dinamakan cinta? Secara mereka belum dalam saling mengenal.
"Apakah ini yang dinamakan love at the first sight? Devian Almero...gue Diandra menyatakan mau menjadi rumah bagi lo tinggal."
Tatapan Devian yang lembut membuat jantung Diandra getar-getir. Ah betul sekali! Hatinya tak bisa menolak. Dia juga tak tahu, mengapa secepat ini jatuh hati?
Sedetik pun Devian tak ingin mengalihkan tatapannya. Help! Diandra butuh banget namanya pasokan oksigen lebih banyak. Grogi sampe nggak bisa leluasa untuk bernafas.
**
"Lepaskan aku, sialan!!" Teriak Jonathan.
"Dasar lo sampah masyarakat! Berisik banget b*c*t lu!" Pekik Felix. Ia sedang duduk santai bersama Halbert di sofa. Memandang pria bertubuh besar dihadapanya dengan sorotan lapar.
Jonathan tak kuasa lagi memberontak. Ia duduk di atas kursi merah dengan sehelai kain hitam membungkus matanya. Sepasang tangan dan kakinya pun sama-sama terikat kuat.
Jangan meremehkan tali yang nampak tipis mengkilat itu. Di tali tersebut terkandung racun yang bila masuk kedalam aliran darah akan fatal akibatnya. Asal kalian tahu, Keluarga Breadsley selalu mengikat korban mereka menggunakan tali khusus. Bukan kaleng-kaleng!
Halbert mengikat Jonathan menggunakan tali khusus. Jika saja Jonathan banyak membuat gerakan, tali mengkilat tajam itu akan mudah mengiris permukaan kulitnya. Dan seketika racun yang terkadung pada tali juga akan menyebar, masuk melalui luka goresan.
Malam ini akan menjadi malam terakhir bagi Jonathan.Catat! Dari semua korban keluarga Breadsley, tak ada satupun yang berhasil lolos dari cengkraman mereka. Semua akan disiksa dan berakhir tragis meregang nyawa.
Devian baru saja muncul dari balik pintu. Si Dracula tampan itu tak pernah melewatkan setiap permainan menarik dengan korbannya. Dia dan Halbert hampir sama. Sama-sama pria haus darah.
"Good job Brother!" Ucap Devian kepada Felix. Karena Felix sendirilah yang berhasil menggiring manusia menjijikan itu masuk dalam lubang kematian.
"Tumben lo lama banget?! Biasanya lo gesit kalau masalah beginian." Felik menjawab lalu tersenyum kecil.
"Gue habis apel kerumah ayang." Devian tersenyum manis. Oh, apakah ini yang dinamakan mabuk cinta? Sebentar-sebentar merasa rindu dengan gadis manisnya.
"Jadi lo resmi pacaran? Secepat itu?!" Felix menatap kagum. Secepat itu mahluk berdarah dingin disampingnya memiliki pasangan. Felix kalah telak.
"Dah jangan banyak tanya. Gue nggak sabar nih pengen ngrobek tu perut si predator bejat! Gue kepang tuh usus biar cantik." Devian mengeluarkan pisau lipatnya. Membuka lipatannya lalu menjilati badan pisau sambil menyorot perut korban di depannya.
"Eits tunggu! Gue nggak suka ya sama korban yang berisik mulutnya. Mending tu lidahnya gue potong dulu gih, biar dia nggak bisa ngomong." Felix mengambil alih pisau milik Devian. Segera berdiri berniat menghampiri korbanya.
"Nggak!" Devian menarik kasar bahu Felik. "Kalau sunyi ya nggak seru lah, go*l*k." Dracula satu ini selalu suka dengan suara jeritan para korban. Jeritan yang baginya bak alunan suara merdu, mengalahkan suara penyanyi terkenal papan atas.
"Bener kata Devian, Felix." Kali ini Halbert ikut mendukung Devian. "2 lawan 1 jelas lo kalah. Jadi lo harus nurut, ikutin maunya kita berdua. Kalau lo keganggu, pura-pura tuli aja ya Felix." Halbert tertawa senang. Di susul suara gelegar Devian ikut terbahak.
Keluarga Breadsley memang semua psikopat. Namun, ia hanya membunuh orang-orang tertentu, terutama para sampah masyarakat. Seperti halnya Jonathan ini. Umurnya baru saja genap 25 tahun. Wajah tampan, tubuh kekar, rahang padat. Dia juga pribadi pendiam yang jarang berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Siapa sangka?! Dibalik itu semua ia memiliki sisi kegilaan diluar batas kemanusiaan. Predator satu ini sudah banyak melecehkan anak laki-laki dibawah umur. Bagi keluarga Breadsley, manusia seperti ini tak layak untuk menghirup udara bersih di dunia.
Apa boleh buat?! Felix terpaksa mengikuti kemauan Halbert dan Devian yang jujur ia tak suka.
Halbert kini berdiri tepat di belakang Jonathan. Ditanganya sudah memegang senar gitar. Ia melilitkan senar gitar itu pada leher korbanya. Lalu berbisik lembut "Say goodbye *****."
Dan Sreekk...
Halbert menarik lilitan senar gitar ditanganya. Jonathan menjerit hebat. "Gue suka jeritan lo." Devian berucap sembari memejamkan mata. Menikmati alunan suara merdu menyusuri indera pendengaran. Kali kedua Halbert mengencangkan lagi kaitan senar gitar. Dan kali ini membuat Jonathan tak lagi dapat mengeluarkan suara.
Tak sampai disitu! Hal kegemaran Devian belum ia kerjakan. Pertama-tama dia mengiris kain penutup mata menggunakan pisau. Lalu pisau miliknya beringsut turun, menyobek baju yang dikenakan oleh korban. Felix bertepuk tangan, senang mulai bergejolak ia rasakan. Felix semakin cepat bertepuk tangan. Melihat pisau Devian kini berhasil menghujam perut Jonathan dan bergeser menyobeknya secepat kilat.
Kini jelas terlihat kedua bola mata Jonathan mengarah keatas. Ia di cekik oleh Halbert dan terdengar suara tertawa senang dari mereka berkumandang. Organ bagian dalam mulai terlihat. Usus mulai terburai keluar.
Darah segar berbau anyir berkucuran membasahi lantai. Jonathan sempat kejang, dan akhirnya sampai nyawanya melayang.
Mengetahui korban meninggal, Devian segera mencabut pisaunya dan menjilati noda darah yang mengotori badan pisau. Ia lalu pergi begitu saja, menyerahkan tugas lainnya kepada Felix dan Halbert setelah puas merobek perut korbanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Novianti Ratnasari
merinding baca nya thour serem
2022-09-27
0
Syifa Azzahra
nyimak
2021-12-26
0
Ani Muklisin
tak skip ja ...GK kuat bacanya.lanjut berikutny
2021-06-21
1