"Mama lo dulu nyidam apa ya? Kok bisa ngelahirin gadis manisnya ngalahin gula begini." Tebak itu suara siapa? Yups, itu Devian. Pagi ini ia menerobos masuk kamar Diandra tanpa izin. Devian memang gitu, suka berbuat nekad kalau sudah dateng kangen sama pacar.
Cowok itu merapikan rambut Diandra yang tampak acak-acakan saat tidur. Memandang kagum wajah Diandra sambil duduk ditepi ranjang.
Tiba-tiba, jam weker Diandra berdering nyaring. Spontan Devian bingung bukan main. "Sial! Ni alarm gangguin tidur pacar gue aja," gumamnya kesal sembari menekan tombol di jam weker agar tak berdering.
Ah, benar saja. Keributan tadi membuat Diandra terbangun dari tidur. Tampak Diandra beberapa kali memerjapkan mata.
"Morning kesayangan," ucap Devian lembut, menyambut Diandra dengan senyumnya yang menawan.
Diandra buru-buru bangun, beralih duduk dari posisi berbaring. Ia terkejut melihat Devian sudah berada di kamarnya pagi ini.
"De-Devian!" sebutnya. "Lo kok bisa ada di kamar gue?"
"Gue kangen sama lo, Dear." Devian lekat menatap Diandra. "Lo juga pasti kangen sama gue kan?" Devian menebak. Cowok satu ini memiliki perkiraan dengan akurasi yang tinggi. Perkiraan dari seorang psikopat jarang salah, kebanyakan semua benar.
Cewek baik hati itu tersenyum manis. Nah, lewat senyuman Diandra aja udah bisa ketebak dong kalau perkiraan Devian itu benar.
Devian merentangkan kedua tanganya. Diandra pun dibuat bingung olehnya. "Sini peluk!" Devian berucap dan lagi-lagi melempar senyum.
"Eh...pe-peluk?!" Diandra gugup. Nggak ada cowok yang pernah ia peluk selain ayahnya selama ini. Jantungnya bermaraton cepat. Psikopat tampan itu sukses banget bikin hati Diandra jungkir balik.
"Dah sini kelamaan." Ah, Devian malah nyerobot duluan. Erat menyimpan gadis itu dalam pelukan.
Mereka berdua tersenyum senang. Sama-sama bisa mendengarkan pacuan jantung yang saling bergemuruh.
Pas lagi jatuh moment romantis, tiba-tiba...
Took took took...
"Diandra bangun Nak, sudah pagi." Suara lembut terdengar teduh milik Hanung-Ayah angkat Diandra.
Diandra kontan menjauhkan tubuh Devian, membuat pelukan Devian terlepas. "Gawat! Itu Ayah." Diandra panik. Apa yang akan Ayahnya fikir saat memergoki ada cowok di dalam kamarnya sepagi ini? Jelas Diandra tak mau Ayahnya berfikiran negatif.
Dia menarik Devian secara paksa. "Masuk! Sembunyi dulu dalam lemari," pinta Diandra.
Klekk...
"A-Ayah!"
Diandra berusaha bersikap natural agar Ayahnya tak menaruh curiga. Ia berdiri di depan pintu lemari baju dengan kedua tanganya terarah ke belakang, memegangi pintu lemari.
"Maaf Nak, Ayah terpaksa masuk kamarmu. Ayah kira tadi kamu belum bangun. Takutnya kamu telat pergi ke sekolah." Hanung berdiri di samping jendela. Penglihatanya kini menangkap satu objek menarik di atas nakas. "Nak kamu sudah buat sarapan? Cantik sekali hiasannya." Hanung melihat sepiring nasi goreng. Di atasnya terdapat telur dadar bergambar love dari caos.
Duh! Diandra bingung. Bahkan ia baru sadar kalau ada sepiring nasi goreng di atas nakas. Ini pasti kerjaan Devian. Siapa lagi kalau bukan dia?!
"Itu Diandra buat pagi-pagi tadi Ayah. Perut Diandra kelaparan jadi pagi-pagi sudah masak di dapur bikin nasi goreng." Terpaksa Diandra berbohong.
"Oh ya sudah! Ayah jadi kepingin makan nasi goreng sekarang. Punya Ayah pasti sudah ada di meja makan ya Nak?!" Belum sampai Diandra menjawab, Ayahnya sudah pergi duluan menuju meja makan.
"Duh! Gimana nih? Kalau Ayah lihat di meja makan belum ada apa-apa," desah Diandra.
"Tenang aja, Dear! Punya Ayah mertua sudah siap di meja makan." Santai Devian berujar. Melegakan hati Diandra yang tadi sempat panik kebingungan.
"Ntar dulu! Jadi lo masuk rumah gue lewat mana? Terus sarapannya--"
Devian menyodorkan jari telunjuk, menempel di bibir Diandra. "Sarapan itu aku buat dari rumah dear. Terus masalah akses masuk rumah lo, gue manjat lewat pagar halaman belakang." Devian cengengesan sambil menggaruk kepala bagian belakang.
Diandra menepukkan telapak tangan ke jidatnya sendiri. "Astaga Devian! Lo ya... nekad banget. Kalau ada yang tahu, terus neriakin lo maling gimana? Dan lagi, kok lo bisa masuk rumah? Lewat pintu mana? Jangan-jangan lo hancurin ya pintu gue." Detail Diandra bertanya. Untung Diandra ini cewek yang Devian suka. Kalau bukan, mungkin udah dirobek mulutnya sama Devian. Secara Devian paling nggak suka denger cewek nyerocos panjangnya kaya kereta api begini.
"Gue pinjam pintunya doraemon." Devian bergurau. "Dear, pacar lo ini otaknya jenius. Pintu rumah lo ini bisa gue buka kuncinya cuma dalam waktu 10 detik." Devian menunjukan kawat yang ia rancang untuk membuka pintu.
Diandra menatap heran. "Lo itu selalu sukses buat gue terkejut, Devian."
Si tampan mendekatkan diri pada Diandra. Meletakkan tangan di atas kedua sisi bahu, Menatap dalam kedua manik mata kebiruan. "Dear, gue ini bukan Dilan yang bisa nahan rindu sama lo," tuturnya terdengar lembut.
"Iya gue tahu. Gue juga seneng jadi orang yang selalu dirinduin sama lo." Diandra merasa terbang tinggi disanjung sama pacar. "Eh, juga makasih banyak ya udah repot bikinin aku sarapan."
"Sama-sama manis."
Bagi Diandra Devian adalah seorang cowok yang penyayang. Ia berharap hal-hal manis seperti ini akan terus menghiasi hubungan mereka kedepannya.
**
Setelah mengantar sang pacar ke sekolah, Devian memacu mobil sport miliknya menuju ke suatu tempat. Dia menginjak dalam pedal gas. Karena tempat yang ia tuju memakan waktu cukup lama untuk sampai kesana.
Kemanakah tempat yang dituju Devian kali ini? Yang jelas sebelum ia pergi, ia menyempatkan diri mampir ke toko bunga untuk membeli sekuntum mawar merah. Bunga mawar berwarna merah memiliki makna tersendiri baginya di masa lalu.
Akhirnya Devian sampai setelah 2 jam lamanya berkendara. Mobilnya menepi di depan pintu masuk sebuah pemakaman umum.
Dia segera turun dari mobil. Mengayunkan kaki masuk membawa sekuntum mawar merah di tangan.
Desiran angin mengingatkan Devian oleh serpihan luka lama di masa lalu. Devian kecil berumur 10 tahun, harus menelan kenyataan pahit kehilangan kedua orang tua yang amat ia sayangi.
Rasa penyesalan selalu datang menghantui. Bahkan sampai detik ini, ia masih belum bisa memaafkan dirinya sendiri.
"Ayah-Ibu, aku datang menjenguk kalian. Hari ini bertepatan oleh tanggal tragedi pilu itu terjadi. Maafkan aku. Bahkan sampai saat ini aku masih menunggu karma, hukuman dari anak durhaka sepertiku."
Devian meletakkan bunga mawar di atas pusaran makam orang tuanya. Tak berlama-lama, ia segera bergegas pergi meninggalkan makam.
Perjalanan pulang, Devian kembali memacu laju mobilnya. Kini ia memiliki tugas penting, mengantar sekolah dan menjemput sang pacar di waktu pulang. Maklum, dia kini sedang jatuh hati dengan gadis yang ternyata masih duduk di bangku SMA. Jujur, dilihat dari fisik Diandra yang tinggi, kalian bakal ragu kalau Diandra itu sebetulnya masih anak bangku sekolahan.
Mohon like, komen, juga votenya ya kakak.
Terimakasih banyak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
HenyNur
lanjut Thor 💪💪💪
2021-06-10
0
Nurwana
devian gi bucin bucinnya.
2021-06-07
0
𝕽𝖈⃞Butirn𝕵⃟dBUᶜʙᵏⁱᵗᵃ
eeehhhmmm....
2021-03-04
0