"Eh, gue mau dibawa kemana sih!" Pekik Diandra kesal. Ia berusaha melepaskan tanganya dari cengkraman cowok misterius itu. Tapi upayanya berujung nihil menilai si cowok mencengkram tanganya cukup kuat.
Cowok tersebut membuka pintu mobil lalu mendorong tubuh Diandra masuk ke dalam. Rasa takut kian menjalar. Merespon tubuhnya kini bergemetar hebat. Dan tanpa ia sadari, air mata ikut lolos membasahi pipi.
Ia berulang kali menarik kaitan pembuka pintu mobil, berteriak meminta tolong mengetahui pintu itu otomatis telah terkunci.
"Manis cup! Jangan nangis lagi ya." Cowok itu menempelkan jari telunjuknya di depan bibir Diandra. Berusaha menenangkan Dindra yang nampak terguncang. Namun, Diandra justru terkesiap, melihat si cowok kini telah duduk sejajar denganya.
"Lepasin gue! Lo jangan pernah berani nyentuh gue." Mata Diandra terbelalak. Tegas memberi peringatan keras untuk si cowok.
"Lo takut sama gue?" Cowok itu menatap sendu. Ia sedih melihat Diandra yang justru takut kepadanya.
"Jelas gue takut! Lo itu pembunuh!" Tuduh Diandra lantang. Memberi penekanan pada kalimat akhir yang ia ucapkan.
Sejenak, cowok itu diam menunduk. Rahangnya mengeras, meremas kuat setir kemudi. Lalu ia kembali mengangkat pandanganya. Menyuguhkan tatapan tajam mematikan. "Lo bilang gue apa? Coba ulangi lagi. Gue pingin denger yang jelas!" Dia memang suka membunuh. Tapi ia tak suka dikatai pembunuh oleh orang baru seperti Diandra.
Gawat! Diandra keceplosan. Ia sungguh menyesali ucapannya barusan. Ini sama saja dengan bunuh diri. Menggali lubang kuburanya sendiri. ******!
Si cowok menarik rambut panjang Diandra. Mengarahkan paksa wajah Diandra tepat dihadapan wajahnya. "Gue gemes pingin robek tuh mulut sekalian sama tuh bibir pingin gue potong pakek pisau lipat milik gue."
Jelas itu kalimat ancaman. Diandra menatap dengan pandangan mengiba. Tubuhnya gemetar bukan main. "Maafin gue," ucapnya lirih. Ia berharap suatu keajaiban terjadi padanya. Tak ingin sia-sia mati di tangan cowok kejam.
Cengkraman kuat di rambutnya terasa melonggar. Cowok itu menjauhkan tanganya. "Dear gue minta maaf. Sumpah... gue nggak ada niat nyakitin lo. Gue nggak mungkin nglakuin itu. Maafin gue. Maafin gue."
Diandra melihat sisi ketulusan dari manik mata cowok itu. Rasa sesal jelas kentara terukir diwajahnya. Diandra sadar, cowok itu membunuh juga demi menyelamatkannya. "Gue yang minta maaf," kata Diandra.
"Nggak! Gue yang udah kasar sama lo." Si cowok mengambil pisau lipat dari balik jaket. Membuka lipatan pisaunya, lalu tanpa Diandra duga, cowok itu menyayat sendiri telapak tanganya.
"Lo gila! Tangan lo terluka!" Diandra panik. Melihat banyaknya darah segar menetes. Tanpa dikomando, Ia bergerak cepat menyobek ujung kain dress miliknya. Membalut luka itu dengan kain agar pendarahanya terhenti.
"Ini hukuman karena tangan gue udah berani berbuat kasar sama lo. Gue juga mau motong lidah gue karena udah berani ngancem lo."
"Jangan! Gue mohon jangan berbuat konyol kaya gini lagi. Ini namanya bunuh diri. Akibatnya bisa fatal kalau lo terus senekad ini." Jantung Diandra rasanya ingin meledak. Siapa sangka si tampan dihadapanya ini memiliki kepribadian mengerikan.
Selesai membalut luka, cowok itu kembali melakukan hal yang sanggup membuat saraf dalam tubuh Diandra lumpuh seketika. Si cowok meletakkan tangan di atas bahu Diandra. Mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Diandra. Sampai hembusan nafasnya jelas terasa dikulit.
Kini mereka saling beradu pandang. Lalu si cowok mengatakan "Devian. Panggil gue Devian. Atau... di panggil sayang juga gue nggak keberatan," tuturnya seraya mengembangkan senyum.
Wajah Diandra memanas. "Ih sumpah nih cowok gantengnya telak banget," batinya gemas. Jantung Diandra berdenyut tak karuan. Oh, dia merasa beruntung. Di rayu oleh mahluk Tuhan paling ganteng begini.
Tak sadar Diandra menarik sudut bibirnya membentuk senyuman. "Gue Diandra," tutur Diandra lembut didengar. Ah, akhirnya mereka saling menyebutkan nama masing-masing. Walaupun malu-malu Diandra memperkenalkan diri.
"DIANDRA." Devian mengeja, menyebut kembali nama itu. Ia mengusap-usap dadanya sendiri sambil memejamkan mata. Seakan menyimpan nama itu di brankas hatinya agar aman.
Diandra tersenyum malu melihat ekspresi menggemaskan cowok yang diketahui bernama Devian itu.
Devian melepas jaket yang ia kenakan. Meletakkanya tepat di atas paha putih Diandra. "Pakailah sebagai penutup." Ia tahu dress cantik itu rela dirusak demi membalut lukanya. Dan itu jelas membuat Devian semakin luluh.
Berikutnya Devian segera menjalankan mobil. Meminta alamat rumah Diandra untuk mengantar gadis manis itu pulang. Sebenarnya dari awal tadi ia hanya ingin mengantar Diandra pulang. Tapi ia tak sadar perlakuan darinya memancing ketakutan untuk gadis yang telah di cap milik tersebut. Maklum, ini kali pertama ia dekat dengan seorang wanita.
*
Diandra tergelak kaget setelah melihat jam weker menunjukan pukul 7 pagi. Sial! Dia telat bangun pagi. Suara alarm yang nyaring pun sampai tak bisa ia dengar. "Dasar kebo lu Diandra," gumamnya memaki diri sendiri. Biasanya ia selalu bangun lebih awal, mengurus pekerjaan rumah dan membuatkan sarapan untuk sang Ayah sebelum berangkat ke sekolah. Tapi hari ini ia kesiangan dan hal itu membuatnya amat khawatir.
Dengan rambut acak kadut ia berlari keluar dari kamar, menuruni anak tangga tergesa-gesa. Segera menuju ke dapur menyempatkan waktu membuat sarapan. "Astaga!" ujarnya saat mendengar suara riuh dari dapur. Diandra semakin mempercepat langkah saat mengira sosok Ayahnya lah yang lagi memasak.
Sesampainya di ambang pintu, "Ayah maaf aku--"
Diandra terlonjak mendapati bukan sosok Ayahnya disana. Jadi siapakah yang berada di dalam dapur?
"Devian!" Panggil Diandra. Matanya membulat kaget melihat cowok tampan itu sedang riweh dengan teflon berisi telur dadar.
"Good Morning Dear," sapa Devian dengan senyumnya yang manis.
Diandra masih saja berdiri mematung disana. Ia berfikir keras. Bagaimana Devian bisa sampai masuk ke dalam rumahnya? Apakah Ayahnya yang membukakan pintu untuknya? Ah, jika itu benar dia akan sangat malu. Mengingat baru kali ini Diandra mempunyai teman cowok yang berani datang ke rumahnya.
"Pacarnya nyapa kok nggak dijawab sih!" Terdengar suara Devian menggoda. Menyuguhkan senyum menawan sembari menaikan satu alis.
Bangun tidur disuguhi pemandangan manis sama rayuan manis. Sengaja bikin Diandra diabetes sama jantungan di usia muda.
"Pacar?!"
"Iya pacar. Lo resmi jadi pacarnya Devian Almero. Cowok tampan limited edition di Dunia."
Diandra menepuk pipinya sendiri, "Gue mimpi kali ya!" ucapnya sembari mengerjapkan mata.
Devian mengecup puncak kepala gadis lugu itu, "Ini bukan mimpi, Dear." Devian meyakinkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Novianti Ratnasari
gila bener si Davian langsung gaspol aj.
2022-09-27
0
Nrfhdilh
Likenya sudah mendarat kk..😊😊 TERJERAT CINTA SATU MALAM menunggu kehadirannya ditunggu ayo mampir semua!❤
2021-07-13
0
Fitriani
oh..... so sweet 😍😍
2021-05-15
0