Thalia kini sedang berada di dapur sambil membantu sang Bunda untuk menyiapkan makan malam mereka.
Dan beberapa menit kemudian Tristan dan Keenan telah berdatangan dan duduk di meja makan.
"Wah, Bunda malam ini masak apa ya?" Tanya Tristan, Papa Keenan
"Menu makan malam hari ini Bunda cuma bikin ayam goreng sama sambel goreng kentang aja, Pah." Jawab Vina, istrinya.
"Ah, aku sudah mulai lapar nih, Bun?" Tristan terkekeh sambil menggoda istrinya.
"Ya, Pah. Nanti Bunda siap kan ya."
Sedangkan Thalia hanya terdiam dan menundukkan kepalanya hingga membuat Ayah dan Ibunya merasa aneh. Ya, seperti ada yang di sembunyikan oleh anak perempuannya itu.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Tristan, Ayah tirinya.
"Asal Papa tahu ya? Tadi dia itu pacaran di cafe. Untung ketemu sama aku, dan aku langsung mengajaknya pulang bareng. Karena itu juga aku sampe ninggalin meeting penting ku ku hanya demi Thalia. Jadi, Papa itu jangan terlalu membebaskan Thalia, karena Thalia itu anak cewek."
"Kak Keenan apa-apaan sih?!" Seru Tahlia dengan mendengus kesal. "Aku di Cafe itu kan bersama dengan teman - temanku, siapa juga yang lagi pacaran?! Kak Keenan gak usah ngomong yang aneh-aneh deh?"
"Thalia?! Yang Kakak kamu katakan itu benar. Kalau gak bener kamu jangan kesal begitu dong? Atau, jangan - jangan yang di bilang Kakak kamu bener ya. Thalia, kamu sekarang sudah besar, sudah bisa menjaga diri dengan baik. Dan pilihlah teman yang baik jangan sampai terjerumus ke pergaulan bebas. Karena Bunda dan Papa juga sudah kasih kebebasan untuk kamu. Tinggal kamu saja yang harus berhati-hati dalam memilih teman. Dan kalau kamu masih ingin keluyuran mendingan gak usah sekolah. Toh, nanti kamu bakalan jadi ibu rumah tangga juga."
"Mereka itu cuma temen - temen aku, Kak? Kenapa sih Kak Keenan selalu mengadu domba aku dengan Bunda. Sekarang Bunda jadi nyalahin aku lagi kan?" ucap Thalia dengan nada kesal.
Dan kini Thalia hanya bisa menatap kecewa ke arah Ibunya.Ya, Sebegitu percayanya Ibunya itu terhadap Kakak tirinya.
"Sudah - sudah! Kenapa kalian malah berdebat. Kita itu sedang makan. Lebih baik kalian selesaikan makan malam kalian, lalu kalian istirahat." ucap Tristan, Ayah tirinya Thalia. " Ingat Thalia, jangan mogok makan. Nanti kamu beneran sakit. Ayah mau lanjutin pekerjaan Ayah dulu." Kemudian Tristan langsung meninggalkan ruang makan.
"Ya sudah, kalau begitu Bunda langsung ke kamar ya. Selesai makan taruh piring kotor kalian di wastafel. Biar Bunda yang nanti cuci."
"Iya Bun, biar sekalian aku dan Thalia aja yang cuci piring kotornya." ucap Keenan
"Benarkah? Memangnya kamu tidak masalah, Ken?" tanyanya ragu
"Bunda tenang aja. Waktu aku berada di negara E. Aku sudah terbiasa cuci piring sendiri kok." jawab Keenan dengan senyumannya.
"Kalau begitu Bunda langsung ke kamar ya. Dan Keenan tolong pantau Thalia agar dia itu mau menghabiskan makan malamnya."
"Kak Keenan! Bisakah Kak Keenan tidak menggangguku. Jangan buat aku marah! Aku itu sudah sabar ya. Kalau Kak Keenan seperti ini terus aku bakalan aduin ke Papa!" Bentak Thalia dengan nada sedikit keras.
"Diam, Thalia!" Seru Keenan.
"Berani sekali kau membentak ku, Hah? Kalau kamu mau mengadu ayo katakan saja pada mereka? Tapi ingat, Thalia. Sekalinya kamu mengadu pada Papa dan Bunda, aku itu tidak akan segan-segan untuk menghancurkan masa depanmu!"
"Berhenti mengancam ku terus - terusan, Kak!"
"Dengar Thalia, aku itu tidak pernah mengancam mu. Kalau kamu tidak percaya, ayo ikut aku. Karena aku akan membuktikan jika ini bukan sekedar ancaman!"
"Kak Keenan itu memang sudah gila!" Seru Thalia dan hendak beranjak dari tempat duduknya
"Tetap di sini!" Keenan berteriak begitu keras hingga membuat Thalia kembali terduduk di tempat semula.
"Gadis penurut." puji Keenan sambil mengacak pucuk kepala Thalia, saat melihat ekspresi wajah Thalia yang tampak kesal menatap ke arahnya.
"Kakak jahat!"
"Kakak egois!"
Ya, di dalam hatinya. Thalia hanya bisa mengucapkan sumpah serapahnya. Dia benar-benar sangat kesal dengan Kakak tirinya itu. Rasa amarahnya sudah sampai ke ubun-ubun siap untuk meledak di detik ini juga dan sekuat semampunya. Jika Thalia berusaha dengan sekuat tenaga untuk menahan amarahnya agar tidak meledak.
"Ayo makan." Thalia mengerutkan keningnya. Ya, pasalnya kini ia sedang bingung dengan tingkah laku Keenan. Perasaan tadi Ibunya itu tidak menyuruh Kakak tirinya itu untuk menyuapi dirinya hanya menyuruhnya untuk memantau saja. Bukankah ini sangat berlebihan?
"Tidak perlu. Aku bisa makan sendiri, Kak." tolak Thalia
"Dengar, Thalia. Kamu tahukan jika Kakakmu itu tidak sabaran apalagi dengan kata penolakkan juga. Jadi, kamu tinggal pilih mau buka mulut sendiri atau Kakak sendiri yang membuka mulutmu dengan paksa, agar kamu itu mau makan? Bagaimana?" tawar Keenan sambil tersenyum senang.
"Tidak. Lebih baik aku makan sendiri saja." tolak Thalia cepat dan bersamaan dengan itu, Thalia berusaha sekuat mungkin untuk mendorong tubuh Keenan agar posisi duduknya tidak terlalu dekat dengannya.
"Kalau begitu, buka mulutmu dan aaaaaaaaa...." ucap Keenan sambil menyuapkan sesendok makanan
"Lebih baik Kakak menjauh dariku. Aku, tidak ingin nafsu makanku kembali hilang saat melihat wajah mesum Kak Keenan. Apalagi jarak Kak Keenan begitu dekat sekali denganku."
"Baiklah, tapi kakak tetap ada di sini sambil memantau kamu selesai makan."
Sedangkan Thalia hanya mengangkat bahunya pelan, dan tidak perduli dengan keberadaan Keenan di sampingnya.
"Karena makananku sudah habis. Jadi, aku pamit undur diri dari hadapan Kakak."ucap Thalia setelah selesai menghabiskan makanannya.
"Thalia. Mau pergi kemana, kamu?"tanya Keenan.
"Aku hanya ingin masuk kedalam kamarku lalu tidur, Kak. Kenapa?" ucap Thalia.
"Kamu itu tidak boleh pergi kemana - mana. Sebelum kamu mencuci piring kotor itu agar bersih kembali. Dan Kakak akan membersihkan meja makan."
"Iya, Kak."
"Nah, Kalau kamu nurut kayak begini, kan Kakak jadi senang hingga membuat kadar cinta Kakak padamu semakin bertambah."
"Mendingan Kak Keenan diam aja deh?'
"Kenapa, sayang?"
"Bisa tidak Kak Keenan berhenti memanggilku dengan sebutan sayang?"
"Tidak mau. Karena itu panggilan sayangku untuk kamu."
******
Hay... hay! Kalian yang sudah baca Bab ini jangan lupa kasih likenya dong untuk author.D
Kalau ada yang mau ngasih 🌷atau ☕ juga boleh kok hehehe. Seperti biasa author juga mau mengingatkan pada para reader ku. Yuk, kasih sajen votenya untuk author. Komentarnya juga jangan sampai lupa yah~
Author selalu menunggu komenan dari kalian loh😁
Makasih...
Bersambung....
Terima kasih sudah membaca. Maaf jika masih banyak typho.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 276 Episodes
Comments