Jarak yang Melebar

Sarah bingung. Kenapa ia bisa menemukan obat sakit kepala di dalam sebuah kue soes? Akal bulus siapa ini yang meletakkan obat seperti ini di dalam oleh-oleh Sarah? Dan terlebih lagi, kenapa harus obat sakit kepala?

Tangan Sarah langsung meraih ponselnya. Membuka laman mesin pencarian dan mengetikkan nama merk dagang obat yang ia temukan dan apa hubungannya dengan kehamilan.

"Kontraindikasi, obat ini sebaiknya tidak digunakan oleh wanita hamil. Efek samping yang dapat ditimbulkan dari konsumsi pada wanita hamil antara lain mual, muntah, diare, dan kram perut." Sarah membaca apa yang baru saja ia temui di internet.

Klik! Semuanya tersambung menjadi satu. Sarah mengerti kemana arahnya semua ini. Ada seseorang yang sengaja memasukkan obat itu ke dalam soes yang dimakan Anggi agar Anggi mengalami sakit perut yang hebat seperti tadi. Dan seolah-olah semua itu karena kue yang Sarah bawa.

Tapi siapa yang melakukannya? Anggi tidak mungkin segila itu sampai akan membahayakan kandungannya. Dan Bu Risa? Rasanya juga mustahil kalau Bu Risa mau mencelakai anak dan calon cucunya hanya demi menuduh Sarah yang tidak-tidak.

Sarah hanya dapat duduk termangu sambil menatap jauh. Belum genap 24 jam ia tiba di rumah, tapi masalah baru sudah terjadi. Astaga, kenapa hidupnya makin lama makin runyam?

Suara mobil terdengar memasukki pekarangan rumah.

"Itu pasti Dito." Gumam Sarah.

Dan memang benar. Beberapa menit kemudian Dito, Anggi, dan Bu Risa pulang. Anggi tampak berjalan pelan memegangi perutnya sembari sesekali meringis kesakitan. Entah sakitnya sungguhan atau bagian sandiwara lainnya. Anggi lalu masuk ke kamarnya di temani ibunya. Tak berapa lama, Dito menghampiri Sarah yang sedang duduk di kamarnya.

"Sarah, aku boleh ngomong sesuatu sama kamu?" Tanya Dito ragu.

Ah, Sarah baru sadar sudah lama sekali panggilan Sayang dari mulut Dito berganti menjadi namanya saja. Selama 10 tahun Dito terus menerus memanggilnya Sayang, namun ketika Anggi datang dalam hidupnya, panggilan itu kini hanya berubah menjadi Sarah. Sarah saja, tanpa ada embel-embel sayang ataupun kata-kata manis lainnya. Memang benar kata pujangga, hati manusia seperti lautan. Tidak pernah mantap dan selalu terombang-ambing dalam ombak.

"Iya, kenapa Dit?" Sarah menjawabnya. Dan Sarah pun enggan bertingkah seperti pecinta yang putus asa dengan terus menerus memanggil Dito sayang. Jika si pria sudah berubah, mau tidak mau ia juga harus berubah kan?

Dito menghampiri Sarah dan duduk di sampingnya.

"Kamu mau ga pindah ke rumah sebelah? Biar Mama Anggi bisa tinggal disini untuk ngurusin Anggi." Ucap Dito hati-hati.

Sarah tidak percaya apa yang baru saja di dengarnya. Jika bisa, Sarah akan memotong telinganya dan membuang jauh-jauh benda itu karena kata-kata Dito sangat membuat telinganya panas. Sarah menatap Dito tidak percaya.

"Serius? Kamu udah gila, Dit?" Tanya Sarah dingin.

Dito terdiam.

"Aku ga mau. Gimana pun juga aku masih istrimu dan aku berhak tinggal disini. Bahkan secara hukum, istrimu yang sah itu aku bukannya Anggi. Jadi aku sepenuhnya punya hak untuk ada disini." Jawab Sarah tanpa menoleh ke Dito.

"Rasanya aku udah cukup bersabar dengan ngebiarin kamu bertingkah ga adil kaya gini, Dit. Kamu maunya setiap malam sama Anggi, okay, that's fine. Aku ga pernah masalahin itu. Kamu lebih sayang dan perhatian sama Anggi pun aku ga masalah. Tapi kali ini kamu udah kelewatan Dit. Kamu mau ngusir aku dari rumahku sendiri?" Serang Sarah dengan nada yang mulai meninggi.

Dito tetap diam. Pria yang tidak tegas dengan keputusannya selamanya akan tetap begitu. Dia akan selalu bingung untuk berpihak di sisi yang mana.

"Siapa yang minta aku pindah? Anggi? Atau Bu Risa?" Sarah bertanya dengan ketus.

"Mama Anggi yang minta." Jawab Dito akhirnya membuka mulutnya.

"Alasannya apa?" Sarah kembali bertanya.

"Mama takut Anggi kenapa kenapa kalau ada kamu di rumah ini. Mama bilang kamu selalu lalai kalo menyangkut Anggi." Jelas Dito pelan.

"Gara-gara kue soes tadi?" Tanya Sarah penuh selidik.

Dito hanya mengangguk pelan.

"Asal kamu tahu, aku nemuin obat sakit kepala di dalam kue soes yang Anggi makan tadi. Aku ga segila itu sampe ngasih makanan basi ke Anggi, bego!" Sarah mulai kehabisan kesabarannya.

Mata Dito terbelalak. Ia pun kaget dengan yang dikatakan Sarah. Walaupun sekarang ia begitu jauh dengan Sarah, namun Dito yakin Sarah tidak akan berbohong soal hal seperti ini.

"Ulah siapa? Siapa yang masukkin obat itu ke kue Anggi?" Tanya Dito tidak percaya.

"Ya mana aku tahu, Dito! Kalo aku tahu orangnya, pasti udah aku gampar pake batu ulekan!" Sarah berkata dengan geram.

Dito berpikir keras. Ulah gila siapa ini yang memasukkan obat ke dalam kue Anggi? Anggi sendiri yang melakukannya? Atau mungkin ibunya? Dito tidak bisa menemukan jawabannya.

"Pokoknya aku ga mau pindah. Kalo kamu masih maksa aku pindah, aku bakal laporin semua kebusukan kamu sama Mama, Papa, dan keluarga besarmu." Ancam Sarah sambil pergi meninggalkan Dito.

Si pria hanya bisa terdiam sendirian di kamar Sarah. Ia mengutuk dirinya yang terlalu mudah terombang-ambing dalam mengambil keputusan. Bahkan sekarang Dito pun bingung kepada siapa ia harus percaya. Pada calon ibu anaknya atau pada wanita yang telah dikenalnya selama hampir setengah usianya?

...****************...

Sesuai kesepakatannya dengan Dito, Sarah tidak akan keluar dari rumah itu dengan syarat Sarah tidak boleh dekat-dekat ataupun ikut campur dengan segala urusan Anggi. Terkadang Sarah tidak habis pikir dengan jalan pikiran Anggi dan ibunya. Sebegitu besar ambisi mereka untuk menguasai Dito hingga mereka bertingkah tidak masuk akal seperti ini.

"Kalo aku malah bersyukur Dit, berarti aku ga usah repot-repot ngurusin istri kesayangan kamu yang tingkahnya kaya anak TK itu. Thank you ya!" Ucap Sarah cuek sambil berlalu meninggalkan Dito dan Anggi.

Raut kekesalan sangat terlihat di wajah Anggi mendengar kata-kata Sarah dan rasanya Sarah ingin tertawa melihatnya. Persis seperti anak TK yang tidak mendapatkan mainan impiannya. Sarah paham benar kemana Anggi dan Bu Risa akan membawa permainannya. Tapi Sarah bukan wanita lemah yang bisa mereka musnahkan begitu saja. Kalau tanaman, mungkin Sarah adalah hama membandel yang akan sulit mereka musnahkan. Silahkan saja keluarkan seluruh tipu muslihat yang mereka punya karena Sarah juga bisa mengatasinya dengan seribu satu cara.

Dan sesuai perjanjian pula, Sarah benar-benar tidak peduli dengan apapun yang terjadi pada Anggi. Suatu ketika, Anggi tampak kerepotan mengambil perlengkapannya di bagian atas lemari. Perutnya yang semakin membesar sangat membatasi gerakannya. Dan kebetulan hari itu, Bu Risa sedang pergi ke pasar membelikan makanan yang tengah Anggi idamkan. Jadi di rumah hanya ada Anggi dan Sarah saja.

"Uh! Uh! Uh!" Anggi mencoba menggapai bagian atas lemari dapur.

Sarah dapat dengan jelas melihatnya tapi ia memilih diam saja. Memperhatikannya sambil menggoyang-goyangkan kakinya santai. Tapi Anggi tampaknya semakin mencari perhatian dan terus mengeluh.

"Mau aku bantuin ga?" Teriak Sarah dari arah ruang tengah.

Anggi mengangguk lemah. Bertingkah seolah-olah korban. Sarah lalu berjalan santai ke arah Anggi.

"Sana, jaga jarak 10 meter dari aku. Kita kan ga boleh deket-deketan. Nanti kamu keguguran." Ucap Sarah cuek.

Sarah lalu mengambil sebuah toples berisi biskuit hamil yang diletakkan Dito di bagian atas lemari dapur. Ia lalu melemparkan toples itu kepada Anggi yang sedikit gelagapan menangkapnya.

"Nih ambil. Udah balik sana, jangan deket-deket aku. Nanti aku dikira melanggar kontrak."

Sarah hampir saja tertawa geli melihat tingkah kikuk Anggi yang bingung apakah ia harus berterimakasih kepadanya atau tidak. Biar saja begitu. Biar Anggi jera dan kena batunya karena sudah menjadi wanita manja yang mengesalkan. Bukankah semua ini permintaan Anggi dan ibunya?

...****************...

Sarah sedang menonton drama sembari menyantap makan malamnya di ruang tengah. Sementara Dito, Anggi, dan Bu Risa tengah makan malam bersama di dapur. Tiba-tiba ponsel Sarah berdering. Ia dengan cepat mengangkatnya.

"Iya, halo?" Tanya Sarah tanpa melihat nama peneleponnya.

"Halo, Nduk. Gimana kabarmu?" Tanya si penelepon.

Sarah mengecek kembali layar ponselnya. Memastikan nama yang tertera di layarnya. Matanya mendelik melihat siapa yang meneleponnya.

"Ah Mama, baik Ma. Sarah sama Dito baik kok." Balas Sarah sambil tertawa pelan.

Ketiga orang yang tengah menyantap hidangannya langsung mengalihkan perhatiannya ke Sarah. Mereka ikut mendengarkan percakapan Sarah dengan siapapun itu. Dan Sarah lalu menggerakkan bibirnya tanpa suara seperti mengisyaratkan sesuatu pada Dito.

"Mama telepon!" Kata Sarah pelan tanpa suara.

"Mama siapa?" Tanya Dito bingung dengan suara yang sama kecilnya.

"Mamamu bego!" Sarah mengisyaratkan dengan kesal sembari menunjuk Dito.

Dito terkejut. Ia langsung berjalan ke arah Sarah namun Anggi menahannya seolah-olah tidak suka.

"Mau kemana?" Rengek Anggi manja.

"Kesana dulu. Mamaku nelepon. Bentar ya." Kata Dito melepaskan tangan Anggi yang memegang pergelangan tangannya.

Anggi cemberut. Ia tidak suka melihat Dito terlalu dekat dengan Sarah. Tapi ini adalah satu-satunya dinding yang tidak bisa Anggi tembus atau hancurkan. Mama Dito. Jangankan merestui hubungan Dito dan Anggi, wanita itu bahkan tidak tahu kalau anaknya punya dua istri! Dan Mama Dito sangat menyayangi Sarah seperti putrinya sendiri. Entah bagaimana Anggi harus melewati halangan yang satu itu.

"Satu-satunya halangan yang belum hancur, Ma." Gumam Anggi pelan pada Bu Risa.

Bu Risa hanya mengangguk sambil melirik tajam ke arah Sarah dan Dito yang duduk berdua sambil berbincang di telepon.

"Ngomong-ngomong, kenapa nelepon malem-malem, Ma? Ada hal penting ya?" Tanya Dito pada Mamanya.

Wanita di seberang telepon tampak tertawa bahagia sebelum melanjutkan perkataannya.

"Tiga hari lagi, Mama mau main ke Ambon ya!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!